Seni Menikmati Hidup Ala Ali Wongso, Pemilik Kopi Wongso

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Seni Menikmati Hidup Ala Ali Wongso, Pemilik Kopi Wongso

Arawinda Dea Alisia - detikTravel
Jumat, 07 Jun 2024 12:25 WIB
Ali Wongso, pemilik Kopi Wongso di Sewon, Bantul, Yogyakarta
Ali Wongso, pemilik Kopi Wongso di Sewon, Bantul, Yogyakarta (Arawinda Dea Alisia)
Bantul -

Senyum Ali Wongso merekah saat menemani sejoli yang tengah menyiapkan adonan pizza di hadapannya. Dengan telaten dan sabar, si pemilik Kopi Wongso itu membalas perbincangan.

Ali dan sejoli itu menghadap meja. Loyang, tepung, serta peralatan dan bahan lain berada di sana. Tungku tradisional sudah dinyalakan.

Pemandangan hangat itu detikTravel temui saat singgah pada satu sore di Kopi Wongso yang berada di Bantul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ali tidak merasa menjadi 'obat nyamuk'. Dia memang membangun kedai kopi itu untuk tidak cuma menyenangkan dirinya, tetapi juga pelanggan. Menarik bukan melihat sang owner turun langsung mengajari customernya meracik menu?

"Kenapa penasaran? Aku heran, semua orang yang datang selalu bertanya begitu, bukankah ini ide bisnis yang biasa saja dibanding kapital besar?" ujar Ali saat disodori pertanyaan awal mula membangun ide Kopi Wongso.

ADVERTISEMENT

Sejak awal perkenalan, Ali menyambut dengan tangan terbuka rentetan pertanyaan. Tetapi ia selalu bersikeras Kopi Wongso bukanlah sesuatu yang besar. Kuliner, pariwisata, dan estetika menurutnya adalah sesuatu yang lumrah, karena ia sudah berkecimpung di industri itu bahkan sejak bangku sekolah.

Ali Wongso adalah sosok yang dulu sempat mengenyam pendidikan di SMK Negeri 4 Yogyakarta atau yang dulu dikenal sebagai SMTK Nitikan Yogyakarta. Dengan mengambil jurusan pembuat kue atau patissier. Sayang, kecintaannya pada industri kuliner tidak berlanjut di bangku kuliah, ia memilih masuk ke D3 Lembaga Indonesia Prancis (IFI).

Kolaborasi keduanya pun membawa Ali terbang menuju Eropa setelah beberapa tahun bekerja di sejumlah hotel dan resto bintang lima Jogja. Tahun 1999 menjadi awal perjalanan Ali menetap di benua biru itu sebagai sosok koki resto khas nusantara yang dirindukan oleh para keturunan Indonesia di sana.

Tercatat Ali pernah singgah di Prancis bahkan Belanda. Ia juga sedikit menyinggung perihal dirinya yang pernah menjadi pemandu wisata. Maka jelas sekali berinteraksi dengan client adalah hobinya.

Bertahun-tahun meninggalkan bumi pertiwi, Ali memutuskan menarik diri untuk pulang. Hingga akhirnya di tahun 2010, cikal bakal Kopi Wongso akhirnya berdiri. Namanya Kopi Luwak Organic.

Pria berusia 53 tahun itu menuturkan, awal mulanya sederhana, karena ia menyukai kopi. Bisnis itu kini tetap berjalan bahkan pengirimannya meluas hingga Jepang.

"Di online Amazon Jepang, kopi luwak no 1 itu milikku," kata Ali dengan penuh bangga

Berbincang dengan Ali membuat tersadar bahwa pribadinya adalah sosok yang selalu mengupayakan kecintaannya. Kecintaannya pada kopi, membawanya mendirikan Kopi Luwak Organic. Pun kecintaannya pada tungku oven tanah liat tradisional membawanya pada konsep pizza self-made by customer.

"Aku tuh manusia yang senang menyatukan, bagaimana menyinergikan alam dan knowledge tentang art dan pengalaman berinteraksi dengan customer dulu," kata Ali.

Rupanya, begitulah Ali memilih menikmati hidup. Mencoba tenang dan memboyong seisi kafe jauh dari hiruk pikuk kota menuju satu desa kecil di Sewon yang berseberangan langsung dengan sawah. Saat ditanya, mengapa tidak memilih tempat yang lebih strategis dengan pariwisata?

Dia menjawab sederhana.

"Seneng karena alam, seneng kambing, kuda, senang berbaur dengan kehidupan desa. Aku juga seneng ngobrol sama customer langsung, jadi semua kesenangan itu kupadukan di bisnisku," kata Ali.

Saat ditemui detikTravel di lokasi langsung, Ali tampak sedang asyik bercengkrama dengan pelanggannya. Meniti setiap bahan pizza yang akan diolah. Mengajari pengunjung bagaimana memipihkan adonan pizza yang benar. Lalu membolak balik pizza di tungku oven api tradisional agar matang sempurna.

Terkuak juga bahwa ide konsep pembuatan pizza oleh customer datang tanpa disengaja. Ali menyebut, awalnya hanya iseng menyuruh temannya yang datang untuk membuat sendiri, tapi tanpa disangka menjadi konsep yang menarik pengunjung untuk datang.

" Belum ada pizza di tahun pertama. Mulai ada di tahun kedua. Awalnya dari teman motor vespa, motor gede, bingung kan waktu covid, kusuruh bikin (pizza) sendiri. Dari dulu emang waktu masih di eropa, seneng liat tungku, vibesnya otentik menarik gitu. Lalu pada masak sendiri, terus waktu ada pengunjung, tak suruh bikin sendiri, lha kok pada suka, dan menjadi konsep sampai sekarang," kata Ali.

Perjalanannya menikmati hidup, mengamati dan memaknai arti kehidupan membawa Ali menjadi sosok yang dicintai customernya yang datang ke Kopi Wongso. Rupanya benar, salah satu customer bernama Zidni (20) ikut membagikan kesannya.

"Dapet review dari teman katanya ownernya ramah, soalnya aku ga bisa masak sama sekali jadi takut gagal. Eh ternyata tadi bener-bener dibantu dan bapaknya suka ngobrol jadi nggak canggung," ujarnya

Ali menuturkan ia tidak butuh marketing yang berisik dengan mengundang banyak influencer agar Kopi Wongso ramai. Jika ramai, ia malah takut kewalahan. Berjalan dengan alami menurutnya akan jauh lebih organik.

Setiap hari pengunjung ramai berdatangan, bahkan dari luar kota sekalipun. Rata-rata merupakan muda mudi berpasangan, atau segerombolan sahabat. Konsepnya yang tanpa reservasi bahkan bisa membuat antrian hingga 4 jam. Saat ditanya tentang rencana perluasan lahan atau pembukaan cabang, Ali menyebut ia belum kepikiran, karena takut eksklusivitasnya akan hilang.

"Aku tidak takut disaingi, karena kelebihan vibe ku ga akan bisa dimiliki tempat lain. Belum ada rencana perluasan atau cabang, karena nanti akan hilang eksklusivitasnya. Sengsara membawa nikmat. Vibes menunggu lama itu juga suatu kelebihan menurutku," kata Ali.

Ali paham betul apa yang dimau anak muda sekarang. Membuat video, mengabadikan momen, dan membagikannya. Ia paham dan ia mendukungnya dengan penyediaan tripod di sudut meja. Tak sungkan bahkan ia merangkap sebagai videografer jika customernya butuh bantuan. Menurutnya itu adalah bentuk estetika yang juga ia cintai.

"Bikin video itukan bentuk estetika, makanya tempatku ini juga selalu kubenahi biar estetik selalu," kata Ali.

Sampai pada satu kesimpulan, kecintaan Ali yang besar terhadap hal-hal indah menjadi ajang seni dalam menikmati hidupnya. Cinta itu menular ke setiap orang yang datang ke Kopi Wongso, menyampaikan vibran magis yang menarik untuk selalu datang bak magnet. Indah bukan jika hidup dinikmati hanya dengan memikirkan kebahagiaan diri sendiri secara positif?




(fem/fem)

Hide Ads