Ritual ini dikatakan telah berusia selama 12.000 tahun lamanya. Keberadaannya selalu hidup berkat 500 generasi yang tak pernah putus mempraktikkannya.
Mengutip CNN, Senin (9/7/2024), terkubur jauh di dalam gua Australia, bukti sebuah ritual suku Aborigin yang bisa jadi telah diwariskan turun-temurun selama 500 generasi dan bertahan selama 12.000 tahun ditemukan oleh arkeolog. Dengan usia itu, ritual Itu menjadi praktik budaya berkelanjutan tertua yang dikenal dunia.
Penelitian itu dilakukan di Gua Cloggs, yang terletak di dekat Buchan, sebuah kota kecil di Australia yang berjarak sekitar 350 kilometer di sebelah timur Melbourne. Di sana peneliti menemukan sepotong kayu yang menonjol dari tanah.
Mereka memotongnya dan mengecek usia kayu itu dengan penanggalan karbon. Didapatkan usia kayu itu mencapai 12.000 tahun, dari akhir Zaman Es terakhir.
"Dan kami berpikir, 'Wow, apa ini? Artefak berusia 12.000 tahun tidak bisa bertahan di dalam tanah selama itu. Biasanya mereka akan hancur begitu saja," kata Bruno David, seorang profesor di Monash Indigenous Studies Centre di Australia yang turut menulis makalah penelitian.
Mereka juga menemukan sebuah tongkat kayu lain yang, meskipun berusia 1.000 tahun lebih muda, itu sangatlah mirip.
Kedua tongkat tersebut diolesi dengan lemak hewan atau manusia, ditemukan di samping miniatur perapian, dan keduanya telah "dibakar sekilas," seperti yang dijelaskan dalam artikel Nature Human Behaviour yang diterbitkan pada hari Senin.
David dan rekan-rekannya di Monash University dikabari oleh GunaiKurnai Land and Waters Aboriginal Corporation (GLaWAC), yang mewakili masyarakat GunaiKurnai, untuk menyelidiki bukti arkeologi dari ritual ini pada tahun 2017, yang sebelumnya telah didokumentasikan oleh ahli geologi dan etnografer abad ke-19, Alfred Howitt.
Howitt merinci ritual yang dilakukan di Gua Cloggs oleh orang-orang kuat GunaiKurnai yang ia sebut sebagai "dukun," "penyihir," lalu dikenal sebagai "mulla-mullung" di kalangan masyarakat GunaiKurnai.
Ritual mereka bertujuan untuk mencelakakan musuh atau menyembuhkan orang sakit dengan cara mencari sesuatu yang dimiliki oleh subjek, menempelkannya pada tongkat lempar bersama dengan lemak manusia atau hewan.
Tongkat tersebut "kemudian ditancapkan miring di tanah di depan api, dan tentu saja ditempatkan pada posisi sedemikian rupa sehingga dengan sendirinya tongkat itu akan jatuh," tulis Howitt pada tahun 1880-an.
Paman Tetua GunaiKurnai, Russell Mullett, mengatakan bahwa penemuan tersebut bisa saja terlewatkan di dalam gua, tetapi ia memuji "roh-roh yang masih hidup" di daerah tersebut karena telah membantu para peneliti untuk menemukannya.
Penggalian yang dilakukan 50 tahun yang lalu tanpa berkonsultasi dengan masyarakat GunaiKurnai menemukan perapian miniatur yang menjadi pusat ritual ini, tetapi para peneliti tidak menganalisis bahan tanaman, seperti tongkat kayu, dengan detail yang signifikan.
Selain menentukan tanggal dan menentukan penggunaan tongkat-tongkat ini, para arkeolog juga menyimpulkan bahwa gua-gua tersebut digunakan secara eksklusif sebagai situs ritual, tidak menemukan bukti adanya sisa-sisa makanan bertulang belakang di sana.
Temuan ini sesuai dengan etnografi dan pengetahuan GunaiKurnai saat ini, para arkeolog menambahkan.
Simak Video "Menggunakan Alat Musik Tradisional Rapai untuk Mengiringi Tari Ratoh Jaroe di Aceh "
(msl/fem)