Pengaruh Raja Jawa Masa Lalu ke Masa Kini dan Cara Menetralisirnya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pengaruh Raja Jawa Masa Lalu ke Masa Kini dan Cara Menetralisirnya

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Kamis, 22 Agu 2024 19:05 WIB
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta menunggu masuk ke dalam keraton untuk mengikuti acara Tingalan Jumenengan SISKS Pakoe Boewono (PB) XIII di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Solo, Jawa Tengah, Selasa (6/2/2024). Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan kenaikan tahta raja ke-20 SISKS Pakoe Boewono (PB) XIII tersebut ditandai dengan tarian sakral Bedhaya Ketawang yang hanya dipentaskan setahun sekali. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nym.
Ilustrasi, abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta (Mohammad Ayudha/Antara)
Jakarta -

Raja Jawa yang dianalogikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia memang begitu menarik untuk dikulik. Menurut pemerhati sejarah Asep Kambali gelar itu tak bisa dipisahkan dengan pemimpin Indonesia saat ini.

Karena, semua itu berawal dari para raja yang bisa menaklukkan daratan Malaysia dan sekitarnya. Saat ini, presiden-presiden Indonesia dimulai dari Sukarno hingga Joko Widodo pun disegani banyak negara.

"Nah, tentu ini juga tidak terlepas dari kebesaran kerajaan-kerajaan di masa lalu, dari kerajaan Hindu-Buddha sampai kerajaan Islam, bahwa raja-raja Jawa ini bisa menguasai Nusantara bahkan sampai ke Brunei, Malaysia, Singapura ya, terutama zaman Majapahit," kata Asep kepada detikcom, Kamis (22/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kebesaran itu kan dalam sejarah demikian. Nah dalam konteks saat ini presiden-presiden kita juga tidak kalah keren ya pamornya di dunia," ujar dia.

"Mulai dari Presiden Sukarno sampai Pak Jokowi itu mempunyai power yang cukup besar dalam konstelasi dunia, gitu. Oleh sebab itu istilah raja Jawa juga Nusantara memang tidak bisa dipisahkan," kata dia lagi.

ADVERTISEMENT

Namun demikian, Asep mengatakan bahwa raja Jawa yang diungkapkan Bahlil hanyalah candaan semata. Karena, presiden yang ada hingga saat ini adalah jabatan yang didapat dan disematkan melalui proses demokrasi.

"Tapi sekali lagi itu hanya candaan, guyonan dan itu tidak benar-benar ada. Presiden adalah wujud dari demokrasi, tentunya," ujar Asep.

"Oleh sebab itu, demokrasi yang hari ini kita sedang menghadapi satu kenyataan bahwa demokrasi kita sedang dirusak, kalau saya melihatnya," kata dia.

Cara Menetralisir Raja Jawa

Karena keadaan di atas, Asep menginginkan istilah raja Jawa untuk dinetralisir. Karena, masyarakat sudah kecewa dengan keadaan terkini dan demokrasi sebagai landasan negara harus tetap digunakan oleh gerbong saat berjalan.

"Dan masyarakat hari ini kecewa dengan apa yang terjadi hari ini. Oleh sebab itu, raja Jawa yang dimaksud ini harus kita lawan dalam arti begini, bahwa istilah itu justru harus kita netralisir," ujar dia.

"Bahwa tidak ada istilah raja Jawa itu, yang ada adalah presiden Indonesia. Karena, apa yang terjadi hari ini, kemarin seharian di sosmed ada gambar biru yang bertuliskan "Peringatan Darurat dan lain-lain" itu adalah wujud bahwa masyarakat ini peduli dan ingin mengembalikan demokrasi kepada relnya. Tidak keluar jalur," kata Asep.

"Saya kira kita semua hari ini ikut berkabung dan bersedih mengecam mengutuk pada tindakan elit yang tidak pro pada demokrasi," dia menegaskan.




(msl/wsw)

Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
Teka-teki Raja Jawa dari Bahlil
Teka-teki Raja Jawa dari Bahlil
11 Konten
Raja Jawa menjadi perbincangan setelah Ketum Golkar Bahlil Lahadalia mengungkapkan teka-teki tentang sosok itu usai Munas Golkar pada 21 Agustus 2024. Dia tidak menyebut siapa sosok itu, hanya mengingatkan jangan main-main dengan sosok tersebut.
Artikel Selanjutnya
Hide Ads