Sektor penerbangan Selandia Baru berpotensi menghadapi kekurangan tenaga kerja khususnya pada profesi pilot dan mengancam pertumbuhan industri.
Melansir Stuff.co.nz, Senin (21/10/2024), penelitian baru dari Asosiasi Industri Penerbangan (AIANZ) dan Dewan Pengembangan Tenaga Kerja Layanan Ringa Hora menunjukkan bahwa secara rata-rata Selandia Baru membutuhkan tambahan 100 pilot per tahunnya.
Kebutuhan sejumlah tersebut bahkan mungkin bertambah tanpa adanya perubahan kebijakan yang terjadi saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AIANZ mengatakan bahwa jika tidak ada perubahan, pesawat pun terancam akan di-grounded. Maskapai penerbangan komersial pun harus mengurangi jadwal operator pesawat kecil mulai tahun 2028, untuk pesawat turboprop pada 2030, serta pesawat jet pada tahun 2032.
Kepala eksekutif AIANZ, Simon Wallace, mengatakan bahwa permintaan pilot meningkat sekitar 2-3 persen per tahun dan tidak dapat dipenuhi oleh sistem pelatihan di Selandia Baru. Hal itu terjadi karena tingginya biaya pendidikan yang membuat para pelajar tidak dapat melanjutkan studi.
"Disinsentif utama di sisi penawaran adalah batas pinjaman student loan untuk mahasiswa dalam negeri yang telah ditetapkan sebesar NZD 35.000 (sekitar Rp 328,1 juta) per tahun sejak tahun 2013. Saat itu, pemerintah setuju untuk meninjau kembali batasan tersebut, namun hal ini belum terjadi," kata Wallace.
"Sekarang, dengan adanya inflasi dan kenaikan biaya hidup, biaya pendidikan meningkat hingga mencapai NZD 120.000 (sekitar Rp 1,12 miliar) untuk masa studi dua tahun. Jadi, para siswa diharapkan untuk mendanai setidaknya NZD 50.000 (sekitar Rp 468,8 juta) tambahan di atas pinjaman mahasiswa NZD 70.000 (Rp 656 juta) yang dibatasi," dia menambahkan.
Besaran beban biaya itu disebut menjadi halangan terbesar bagi anak muda Selandia Baru yang bercita-cita menjadi pilot. Menurutnya, hanya mereka yang memiliki dukungan finansial yang mapan yang mampu mengikuti pelatihan pilot saat ini.
Sementara itu, pada bulan Juni, Auckland Pilot Training Group (APTG) mengatakan bahwa kebijakan pemerintah terus mendikte jumlah pilot yang dapat dilatih, biaya yang dapat dibebankan, serta durasi program latihan.
CEO APTG South, Irene King, mengatakan bahwa jumlah pinjaman pelajar yang tersedia bagi warga Selandia Baru untuk pelatihan pilot ternyata tidak berubah sejak tahun 2013. Hanya sekitar 120 peserta pelatihan pilot pesawat baru yang menerima bantuan setiap tahunnya.
"Pengaturan kebijakan harus berevolusi untuk mendukung tidak hanya aspirasi Air New Zealand, namun juga untuk memastikan bahwa operator layanan regional dan spesialis kami memiliki akses terhadap pasokan pilot terampil yang mencukupi," ujarnya.
"Sekolah penerbangan adalah 'burung kenari di dalam ranjau' untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja. Jika mereka tidak dapat mempekerjakan instruktur penerbangan yang mereka butuhkan, mereka tidak akan dapat mempertahankan pasokan pilot baru saat ini. Jika tren saat ini terus berlanjut, sekolah-sekolah penerbangan akan menjadi tidak berkelanjutan karena kurangnya instruktur," ujar dia.
Sementara itu, menurutnya maskapai penerbangan di seluruh dunia telah kehilangan pilot selama Covid-19. Kendati jumlah penumpang sudah kembali normal, tetapi jumlah pilot masih belum sesuai. Ia memprediksi kekurangan itu pun akan terus berlanjut.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol