Kunang-Kunang Langka Jadi Harapan Pulihkan Wisata Usai Badai Melanda

Femi Diah - detikTravel
Selasa, 27 Mei 2025 13:47 WIB
Kunang-kunang hantu biru di Asheville, Carolina Utara, AS (Bobby Bradley/ Visit Asheville via BBC)
Asheville -

Makhluk kecil mungil ini menjadi harapan untuk membangkitkan pariwisata di Carolina Utara usai dihantam badai. Kunang-kunang hantu biru.

Dikenal dengan nama ilmiah Phausis reticulata, kunang-kunang langka itu menyala dengan warna yang bukan kuning biasa. Kunang-kunang itu memancarkan cahaya biru lembut tanpa berkedip.

Spesies langka itu tidak mudah dijumpai. Kunang-kunang itu hanya bisa ditemukan di Pegunungan Appalachian Selatan. kemunculannya juga tidak setiap hari. Kunang-kunang itu hanya terbang setiap akhir musim semi.

Keunikannya dan kelangkaannya menjadikan kunang-kunang itu menjadi buruan wisatawan di Asheville, kota seni yang menjadi gerbang ke kawasan hutan seperti Taman Nasional Great Smoky Mountains dan Hutan Nasional Pisgah di Carolina Utara.

Kunang-kunang hantu biru di Asheville, Carolina Utara, AS (Bobby Bradley/ Visit Asheville via BBC)

Kota itu terdampak parah oleh banjir tahun lalu. Meski telah dibuka kembali sejak akhir 2024, jumlah wisatawan belum sepenuhnya pulih.

"Biasanya tur kami habis terjual berbulan-bulan sebelumnya. Tapi tahun ini, peminatnya baru berdatangan belakangan," ujar Nicolle Will dari Asheville Wellness Tours, dikutip dari BBC, Selasa (26/5/2025).

Warga berharap musim kunang-kunang tahun ini bisa memulihkan ekonomi lokal dan menarik pengunjung lagi. Apalagi, kondisi habitat kunang-kunang disebut masih aman meski banyak pohon tumbang akibat badai.

"Banjir merusak banyak hal bagi manusia, tapi hutan masih bertahan. Selama hutannya tetap ada, kunang-kunang juga akan tetap hidup," kata Jennifer Frick-Ruppert, pakar biologi dari Brevard College.

Meski terlihat lembut, kunang-kunang sebenarnya predator aktif di serasah (sampah-sampah organik) hutan. Namun, populasi mereka kini terancam oleh hilangnya habitat, pestisida, perubahan iklim, dan polusi cahaya-terutama untuk spesies hantu biru yang sangat sensitif terhadap cahaya buatan.

Karena itu, pengunjung diminta menjaga etika saat menyaksikan pertunjukan cahaya ini: minimalkan cahaya, jangan menginjak serasah daun, dan jangan menangkap kunang-kunang.

"Kalau ponsel menyala, mereka langsung kabur. Makanya kami ajak wisatawan ikut tur lokal-selain lebih seru, juga membantu bisnis kecil yang sedang bangkit," dia menambahkan.



Simak Video "Video: Imbauan AS Hindari ke 2 Wilayah di Papua, Ini Respons Asosiasi Wisata"

(fem/ddn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork