Liburan panjang sekolah kerap menjadi momen yang ditunggu anak-anak. Namun, di balik euforia tersebut, para ahli pendidikan memperingatkan risiko serius yang mengintai: learning loss, yaitu penurunan kemampuan akademik akibat kurangnya stimulasi belajar selama liburan.
Menurut meta-analisis Cooper dkk. (1996) yang dipublikasikan di Review of Educational Research, anak-anak bisa kehilangan hingga 20-30% kemampuan akademis di bidang matematika, serta mengalami penurunan signifikan dalam kemampuan membaca selama masa libur panjang. Penelitian dari Brookings Institution (2011) juga menemukan bahwa rata-rata siswa mengalami penurunan setara satu bulan pelajaran setelah liburan.
Di tengah kekhawatiran itu, sejumlah lembaga pendidikan dan destinasi wisata edukatif mulai menawarkan alternatif yang disebut eduwisata: kombinasi kegiatan wisata dan pembelajaran interaktif untuk mengurangi dampak learning loss.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa saat ditemui di Enchanting Valley, Bogor beberapa waktu lalu menambahkan mengenai edukasi wisata ini.
Jika dimanfaatkan secara benar, edu-wisata bisa menjadi sarana luar biasa untuk membangun empati terhadap lingkungan dan memperkuat koneksi spiritual dengan alam sejak usia dini.
"Belajar tentang alam itu bukan hanya melihat. Empati terhadap lingkungan yang ada, empati itu harus dibina dan dididik dari kecil. Nggak bisa sudah besar kamu berempati terhadap lingkungan itu karena nggak masuk. Tapi dari kecil, ketika kita masih punya anak-anak kecil, melihat binatang itu menjadi salah atau bila hewan atau flora atau fauna itu sebenarnya kita belajar bagaimana sebenarnya Tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya," ujarnya.
Rizky juga berbagi pengalaman pribadinya saat mengunjungi Larantuka, Flores, di mana ia melakukan refleksi batin dengan cara yang tak biasa, memeluk pohon tua berusia ratusan tahun. Momen itu menjadi titik balik dalam cara pandangnya terhadap alam.
"Awalnya saya nggak menyadari, apa sih artinya peluk-peluk pohon itu, Saya peluk pohon itu, dan saya menangis. Bayangkan, pohon itu sudah hidup lebih dari 300 tahun, menyaksikan sejarah dunia berubah, dan kita manusia dengan mudahnya menebangnya. Apa hak kita?" ujarnya.
Bagi Rizky, edu-wisata bukan hanya soal informasi, tapi perjalanan ke tempat-tempat ini seperti pengisian jiwa, pengalaman yang membentuk nilai dan kesadaran anak terhadap keberadaan makhluk hidup lain.
Ia berharap sekolah-sekolah di Indonesia mulai menyusun kegiatan study tour dengan konsep yang benar, yang tak hanya menghibur tapi juga menggugah kesadaran ekologis.
"Perjalanan ke alam seperti ini bukan tentang jalan-jalan. Ini tentang belajar menghargai ciptaan Tuhan. Bahkan pelukan ke pohon pun bisa menjadi pengalaman spiritual," ujarnya.
Kemenpar sendiri mendorong agar program edu-wisata dikembangkan berbasis nilai-nilai konservasi, edukasi, dan empati, agar mampu mencetak generasi yang peduli terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.
Selanjutnya Edu-wisata di Bogor
Salah satu destinasi eduwisata yang ramai dikunjungi selama musim libur adalah Baby Zoo Taman Safari Bogor. Tempat ini menghadirkan konsep pembelajaran yang menyenangkan melalui interaksi langsung dengan hewan-hewan eksotis dari berbagai belahan dunia.
Berbeda dari kebun binatang konvensional, Baby Zoo dirancang sebagai arena multisensori bagi anak-anak. Mereka bisa menyentuh, mendengar, melihat, hingga memberi makan langsung satwa, sambil mendapatkan penjelasan dari pemandu edukatif.
Dari Kubah Burung Hingga Macan Tutul Jawa
Pengunjung bisa menjelajahi berbagai zona interaktif. Di Kubah Burung, lebih dari 300 spesies burung eksotis beterbangan bebas. Anak-anak bisa memberi makan burung, bermain dengan ayam kate dan bebek, serta menikmati suasana ala hutan tropis lengkap dengan air terjun buatan.
Ada pula zona predator eksotik seperti Harimau Putih dan Singa Putih, serta Macan Tutul Jawa yang merupakan salah satu spesies terancam punah di Indonesia. Sementara di zona satwa dunia, anak-anak bisa melihat Lemur Madagaskar, Kudanil Kerdil, Curik Bali, Lutra Sumatra, Orangutan Sumatra sampai hewan lainnya.
Lomba Foto Satwa
Sementara untuk mengampanyekan konservasi, Taman Safari Indonesia (TSI) kembali menggelar ajang kompetisi tahunan foto dan video satwa internasional atau International Animal Photo & Video Competition (IAPVC) ke-34.
Founder Taman Safari TonySumampau mengatakan lomba foto satwa ini sudah menjadi bagian dari perjalanan 47 tahun Taman Safari Indonesia. "Pesertanya mulai dari peserta lokal, lebih banyak para wartawan, pencinta satwa dilindungi, dan terus berkembang sampai nasional dan akhirnya internasional," ujarnya.
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1991, IAPVC telah menjaring puluhan ribu karya dari berbagai negara. Di tahun 2024, kompetisi ini diikuti lebih dari 8.000 peserta dengan lebih dari 23.000 karya terkumpul. Dibuka mulai 12 Juni hingga 30 Agustus 2025, kompetisi ini terbuka untuk fotografer profesional, penggemar fotografi, komunitas kreatif, hingga konten kreator.
Sementara itu Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani menegaskan upaya konservasi tidak dapat dilakukan sendirian, oleh karena itu kompetisi seperti IAPVC menjadi medium penting untuk membangun partisipasi publik melalui pendekatan kreatif lintas sektor.
"Foto-foto ini punya jiwa, punya rasa. Dan dari situ lahir misi untuk menyelamatkan flora dan fauna kita," ujarnya.
Ia berharap, lewat kekuatan narasi visual, masyarakat akan semakin terdorong untuk peduli pada kelestarian satwa dan lingkungan hidup Indonesia.
Simak Video "Video: Heboh Pengunjung Taman Safari Bogor Keluar dari Mobil Lalu Keluyuran"
[Gambas:Video 20detik]
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?