Di tengah derasnya arus digital, generasi muda sering dicap kurang akrab dengan sejarah. Padahal, mengenal sejarah adalah cara memahami jati diri bangsa dan bisa dilakukan dengan berbagai metode, termasuk berwisata sejarah.
Di momen HUT RI ke-80 ini, menjadi momentum yang tepat untuk mengajak mereka Gen Z untuk mengenal sejarah Indonesia. Mengetahui bagaimana perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang.
Nah, melalui wisata sejarah bisa menjadi cara yang asyik untuk mengetahuinya, bukan hanya duduk di dalam ruangan dan mendengarkan kisahnya. Cara ini bukan hanya menyenangkan, tapi juga terbukti efektif menumbuhkan minat belajar, sebagaimana dibuktikan dalam penelitian Memahami Sejarah Lewat Pariwisata: Manfaat Kunjungan Wisatawan Milenial ke Situs Trowulan di Kabupaten Mojokerto yang diterbitkan pada 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penelitian itu mengungkapkan bahwa kunjungan ke situs bersejarah mampu memberi manfaat ganda, yakni hiburan dan pengetahuan. Generasi muda tak sekadar berjalan di antara reruntuhan atau museum, tapi juga mendapat pengalaman langsung tentang peristiwa yang membentuk peradaban.
Bagi generasi yang akrab dengan visual dan pengalaman langsung, model pembelajaran ini jauh lebih mengena dibanding sekadar membaca buku teks. Berbagai sumber lain juga menyebut bahwa pembelajaran berbasis pengalaman perjalanan dapat membantu pengunjung memiliki beragam sudut pandang dan mengembangkan pandangan yang lebih inklusif dan terbuka terhadap dunia luar.
Selain itu, bepergian keluar dari zona nyaman dan berinteraksi dengan wisatawan serta penduduk lokal dari latar belakang berbeda dapat menumbuhkan empati, baik pada wisatawan maupun orang lain. Pada akhirnya, pariwisata memiliki kekuatan tidak hanya untuk mendidik dan menginspirasi, tetapi juga memperkuat pemahaman dan mendorong toleransi lintas budaya.
Mengunjungi sebuah situs atau museum juga bukan sekadar melihat-lihat koleksi dan berkeliling lokasi, namun sering kali museum atau situs bersejarah menyediakan atraksi tradisional, menyuguhkan kuliner khas, hingga berdialog dengan warga lokal yang menjaga tradisi atau saksi sejarah. Penelitian di Situs Trowulan itu menunjukkan bahwa interaksi langsung seperti ini menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan terhadap warisan leluhur.
Nah, menjelang peringatan HUT RI ke-80 banyak destinasi wisata lain yang bisa dikunjungi. Di Jakarta dan sekitarnya, traveler bisa minimal mengunjungi tiga titik terkait Proklamasi Kemerdekaan RI.
Ketiga titik itu adalah rumah lawas milik Djiauw Kie Siong, di Kampung Bojong, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Di sinilah kaum muda menculik Sukarno Hatta. Kemudian yang kedua adalah rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori, sekarang Jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta Pusat. Rumah itu menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Kemudian, yang ketiga adalah kediaman Sukarno di Jalan Pegangsaan yang kini menjadi Taman Proklamasi. Di taman ini, berdiri megah dua patung perunggu yang menggambarkan Sukarno dan Hatta pada saat membacakan teks proklamasi, sebagai simbol perjuangan mereka dalam merebut kemerdekaan bangsa.
Yang paling utama, wisata sejarah adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan. Ia memberi alasan bagi generasi muda untuk bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia, sekaligus mengajarkan bahwa menjaga warisan budaya adalah bagian dari menjaga kemerdekaan.
Selain itu, wisata sejarah bisa membangun koneksi antar daerah. dengan berwisata sejarah wisatawan Gen Z bisa bertemu dengan generasi yang berbeda juga wisatawan dari daerah lain. Yang mengasyikkan lagi, Gen Z bisa menjelajahi destinasi wisata sesuai tema sejarah, misalnya menjelajahi kota-kota tempat pengasingan Soekarno atau goa-goa peninggalan Jepang, dan daerah-daerah yang memiliki tinggalan Belanda yang masih apik.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Buntut Insiden Pembakaran Turis Malaysia, Thailand Ketar-ketir
Pesona Patung Rp 53 Miliar di Baubau, Sulawesi Tenggara Ini Faktanya!
Pembangunan Masif Vila di Pulau Padar, Pengamat: Menpar Kok Diam?