Sistem Royalti Musik Tuai Polemik, Berpotensi Bunuh Kafe & Restoran, Matikan Seniman

Muhammad Aminudin , M Bagus Ibrahim - detikTravel
Minggu, 17 Agu 2025 15:31 WIB
Ilustrasi kafe (Getty Images/Brothers91)
Malang -

Pengusaha kafe dan restoran di Malang, Jawa Timur menilai besaran royalti musik berpotensi mematikan usaha kafe dan restoran. Mereka menuntut transparansi sistem royalti musik itu.

Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basoeki mengatakan bahwa hampir seluruh hotel berbintang 3 ke atas di wilayahnya telah mendaftarkan diri ke LMKN atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. LMKN adalah sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 untuk mengelola royalti hak cipta lagu dan/atau musik. LMKN bertugas menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti, serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait.

Hotel-hotel itu juga sudah membayar royalti musik. "Hotel-hotel bintang tiga ke atas rata-rata sudah mendaftar dan tertib membayar royalti," ujar Agoes dikutip dari detikjatim, Minggu (17/8/2025).

Sebaliknya, restoran di Malang belum menjadi anggota LMKN dan belum membayar royalti musik. Restoran-restoran itu pun memilih untuk tidak menyuguhkan live music, termasuk restoran di kawasan Kayutangan Heritage, Malang.

Pengusaha kuliner bahkan menolak atau menunda pembayaran royalti karena mengeluhkan besaran tarif yang dianggap memberatkan. Bahkan, sejumlah restoran memilih menghentikan live music secara total.

"Beberapa restoran di Kayutangan dan kawasan wisata lainnya mulai menghentikan live musik karena belum urus izin atau merasa tarifnya terlalu tinggi," kata Agoes.

PHRI Kota Malang dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi lanjutan dengan DPD dan DPP PHRI agar skema tarif royalti musik yang ditetapkan oleh LMKN ditinjau ulang.

"Kami akan sampaikan ke pusat agar ada penyesuaian tarif. Bukan menolak, tapi berharap bisa disesuaikan dengan skala usaha," kata dia.

Berdasarkan situs resmi LMKN, tarif royalti untuk restoran tergantung pada luasan tempat, frekuensi pemutaran musik, dan kapasitas pengunjung.

Untuk restoran kecil, tarif bisa berkisar dari Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per bulan. Adapun, restoran besar dengan live music reguler bisa membayar hingga Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per bulan.

Bagi pelaku usaha yang tidak mengantongi izin dari LMKN, sanksi hukum cukup serius bisa diberlakukan. Mulai dari denda hingga penutupan usaha jika terbukti melanggar hak cipta secara komersial.

Banyak pengusaha restoran mengaku belum mengurus sertifikat dan izin karena merasa kebijakan ini belum tersosialisasi secara maksimal dan transparan, sehingga mereka memilih menghindari risiko dengan cara menyetop pertunjukan live music.



Simak Video "Video: Kata Erick Thohir soal Royalti Lagu Indonesia Raya"


(fem/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork