Zaanse Schans yang terkenal dengan kincir angin raksasa dan rumah tradisionalnya di Belanda berencana akan memungut tiket kepada wisatawan yang datang. Salah satu spot favorit di Belanda ini berhadapan dengan overtourism.
Tahun lalu saja, destinasi ini didatangi sekitar 2,6 juta wisatawan. Dan jika pemerintah tidak melakukan apa-apa, bisa jadi di tahun ini dan tahun selanjutnya turis yang datang akan mencapai 3 juta jiwa.
Mulai tahun depan, desa cantik ini berencana akan memungut biaya masuk sebesar USD 20 (sekitar Rp 324 ribuan). Dewan kota di Zaanstad mengatakan biaya tersebut sangat penting untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah, yang berada di bawah 'tekanan' akibat tingginya jumlah wisatawan.
"Selama beberapa tahun terakhir, Zaanse Schans telah menjadi simbol nasional pariwisata yang berlebihan," kata anggota dewan Wessel Breunesse, dikutip dari France24, Rabu (20/8/2025).
Dengan diberlakukannya biaya masuk ini dapat mengurangi volume tahunan menjadi sekitar 1,8 juta dan menghasilkan jutaan euro untuk melestarikan bangunan-bangunan bersejarah ini.
"Tidak melakukan apa pun bukanlah pilihan. Tanpa sumber daya yang memadai untuk pemeliharaan yang memadai, warisan budaya ini akan hilang dalam jangka pendek (lima hingga tujuh tahun)," tambahnya.
Zaanse Schans terletak di Zaandam, sekitar 20 km sebelah utara Amsterdam. Tempat ini terkenal dengan koleksi kincir angin dan rumah kayu bersejarah yang dipindahkan ke sana untuk tujuan pelestarian.
Dalam websitenya, Zaanse Schans menawarkan suasana tradisional Belanda yang bisa dinikmati secara gratis. Di sini traveler bisa melihat kincir angin tertua, kerajinan unik, toko, restoran, museum, alam, dan jalur pejalan kaki yang indah.
Pelaku wisata keberatan
Ingrid Kraakman, penduduk lokal sekaligus pengusaha mengatakan rencana mengenakan biaya masuk akan menjadi masalah, baik bagi warga maupun toko keju tempatnya bekerja.
"Sebagai penduduk daerah ini, saya tidak ingin tinggal di balik pagar... itu tidak baik," katanya.
Kraakman dan suaminya, Ko, telah tinggal di daerah tersebut selama 33 tahun dan yakin biaya masuk akan menjadi pukulan telak bagi perekonomian dan lapangan kerja lokal.
"Ada banyak kekhawatiran," ujarnya, memperkirakan bahwa sekitar 80% perekonomian lokal bergantung pada pariwisata.
Toko kejunya dipenuhi wisatawan, yang tertarik dengan sampel dan suvenir gratis. dan ia mengatakan biaya tersebut akan sangat membebani pengeluaran.
Keluarga Kraakman telah mengumpulkan lebih dari 2.000 tanda tangan untuk referendum mengenai isu ini, tetapi desakan mereka sejauh ini tidak digubris oleh balai kota. Menyikapi respon warga, dewan kota berjanji bahwa lokasi tersebut akan tetap gratis untuk penduduk setempat dan tidak akan ada pagar fisik di sekitar area tersebut.
Bagaimana respons wisatawan?
Sebagian besar wisatawan mengatakan perjalanan itu akan sepadan meskipun mereka harus membayar. "Tempat ini indah, tetapi terkadang terlalu ramai dan Anda tidak benar-benar bisa menikmati pengalaman sepenuhnya," kata wisatawan asal Spanyol, Robert Duque.
Dia akan menyambut baik penerapan biaya masuk untuk menekan jumlah wisatawan. "Saya rasa ini bagus, jadi kami bisa mengatur kedatangan tamu secara bertahap dan kami bisa lebih menikmati fasilitasnya," kata Duque.
Simak Video "Video Senangnya Warga Ngabuburit Gratis di Ancol: Budget Bisa Buat yang Lain"
(sym/ddn)