Polemik pemungutan royalti musik dewasa ini masih belum menemukan titik tengahnya. Imbas dari semua itu sektor perhotelan dan restoran mendapatkan dampaknya.
Beberapa kasus terjadi, mulai dari restoran yang ditagih royalti sampai miliaran rupiah hingga yang terbaru sebuah hotel dikenakan pungutan royalti usai memperdengarkan lantunan murotal. Hal tersebut membuat polemik pemungutan royalti musik ini masih disebut belum jelas dan terkesan sporadis.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Maulana Yusran, mengatakan semakin hari situasi terkait royalti musik ini semakin tak menentu juntrungannya. Ia menegaskan harus adanya aturan hukum yang jelas terkait penetapan dan penarikan tarif royaltinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya memang polemiknya kalau kita perhatikan semakin hari masih semakin gaduh ya dan belum kelihatan ada jalan keluar. Jalan keluar yang kita maksud itu adalah aturan hukum yang menjelaskan bagaimana penetapan tarif dan cara mereka meng-collect itu bisa diterima di masyarakat, itu satu," ujar Maulana usai mengisi acara detikSore, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
"Kemudian juga bukan hanya diterima di masyarakat, tapi uang yang dipungut pun oleh si LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) atau LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) itu juga bisa dipahami atau diterima oleh pencipta juga sebagai si penerima royalti tersebut," lanjutnya.
Maulana menegaskan dalam hal ini, tentunya di sektor hotel dan restoran, pola pemungutan yang terjadi hari ini itu seperti blanket system. Meski tak ada mandat dari pencipta lagu, LMKN seperti pukul rata dalam penarikan royalti tersebut.
"Karena yang terjadi saat ini adalah bahwa cara pola-pola pemungutannya itu sporadis seperti blanket system gitu. Jadi tanpa diberi mandat pun si lembaga kolektor ini bisa mungut uang gitu," tegasnya.
Ia pun mengharapkan kepada pemangku kepentingan untuk melihat langsung situasi yang terjadi saat ini. Bukan tanpa sebab, dengan terus bergulirnya permasalahan ini banyak hotel dan restoran enggan malah takut untuk memutar musik di tempat mereka.
Yang semestinya, musik yang dimainkan bukanlah sebagai daya tarik utama atau dalam hal ini menjadi yang dikomersialisasikan. Musik di hotel maupun restoran, bagi Maulana, hanya sebatas membangun ambiance saja.
"Kami berharap ya pemerintah atau DPR itu mengawal agar LMK, LMKN ini lembaga bentukan undang-udang. Lembaga bentukan undang-undang dan memungut dana dari masyarakat, dia juga harus melibatkan auditor negara, dalam hal ini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus mengecek ini dana ini ke mana, dipakai untuk apa, apakah emang layak, dan seterusnya," katanya.
(upd/wsw)
Komentar Terbanyak
Bus Pun Tak Lagi Memutar Musik di Perjalanan
Ogah Bayar Royalti Musik, PO Bus Larang Kru Putar Lagu di Jalan
Hotel di Mataram Kaget Disurati LMKN, Ditagih Royalti Musik dari TV di Kamar