Australia Imbau Warganya Tunda Perjalanan ke Nepal, Situasi Masih Panas

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Australia Imbau Warganya Tunda Perjalanan ke Nepal, Situasi Masih Panas

Muhammad Lugas Pribady - detikTravel
Kamis, 11 Sep 2025 12:11 WIB
Ribuan warga turun ke jalan di Kathmandu, Nepal, Selasa (9/9/2025), untuk memprotes pembunuhan 19 orang yang terjadi sehari sebelumnya. Aksi massa ini dipicu oleh kekecewaan mendalam terhadap pemerintah, usai gelombang protes antikorupsi yang sempat meletus menyusul larangan media sosial yang kemudian dicabut. REUTERS/Navesh Chitrakar
Demonstrasi di Nepal. (Navesh Chitrakar/Reuters)
Jakarta -

Pemerintah Australia mengeluarkan travel warning bagi warganya yang berencana bepergian ke Nepal. Peringatan itu dirilis setelah eskalasi demonstrasi yang semakin memanas dan diwarnai kekerasan di Nepal.

Melalui situs resmi Smartraveller, Pemerintah Australia meminta warganya untuk mempertimbangkan kembali rencana perjalanan ke Nepal karena situasi yang dinilai dapat memburuk sewaktu-waktu tanpa peringatan.

"Pihak berwenang Nepal telah memberlakukan jam malam di Lembah Kathmandu dan kota-kota besar lainnya. Tetaplah berada di tempat yang aman, patuhi jam malam dan ikuti instruksi dari otoritas setempat," tulis imbauan tersebut dikutip dari SBS News, Kamis (11/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peringatan tersebut dikeluarkan setelah gelombang protes besar terjadi di berbagai wilayah Nepal, dipicu oleh kebijakan pemerintah yang melarang akses ke media sosial. Aksi unjuk rasa yang dikenal sebagai gerakan Gen Z itu berubah menjadi kerusuhan besar setelah Perdana Menteri veteran Nepal menyatakan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9).

ADVERTISEMENT

Dalam demonstrasi yang berlangsung sehari sebelumnya, sedikitnya kini 22 orang dilaporkan tewas, termasuk Rajyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal.

Dia tewas saat sekelompok massa membakar kediamannya, menjadikan insiden tersebut salah satu tindakan keras paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir di Nepal, dan memicu gelombang kemarahan di tengah masyarakat.

Di Kathmandu, massa memenuhi jalanan, sebagian merayakan pengunduran diri perdana menteri, namun sebagian lainnya melakukan aksi kekerasan dengan membakar gedung parlemen dan mengacungkan senjata otomatis. Kekacauan itu mengejutkan banyak pihak, termasuk militer Nepal yang kemudian mengeluarkan peringatan.

"Kami mengimbau agar masyarakat tidak terlibat dalam kegiatan yang dapat menyeret negara ke dalam kekacauan dan ketidakstabilan," pernyataan dari militer.

Aksi protes bermula pada Senin (8/9), dengan tuntutan pencabutan larangan media sosial dan pemberantasan korupsi. Amnesty International melaporkan bahwa aparat keamanan merespons aksi tersebut dengan kekerasan, termasuk penggunaan peluru tajam terhadap massa.

Larangan akses media sosial dimulai sejak Jumat (5/9), ketika pemerintah memblokir 26 platform yang tidak terdaftar, termasuk Facebook, YouTube, dan X. Namun, TikTok tetap dapat diakses dan justru menjadi medium utama penyebaran video-video viral yang menyoroti ketimpangan sosial di Nepal, memperlihatkan kontras antara kehidupan rakyat biasa dan gaya hidup mewah anak-anak politisi.

Meski pada Selasa Pemerintah Nepal akhirnya mencabut larangan tersebut dan memulihkan akses ke platform digital, protes tetap meluas ke berbagai kota di luar Kathmandu. Situasi di Nepal pun masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.




(upd/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads