8 Destinasi yang Jangan Dikunjungi 2026, Bali Keluar dari Daftar

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

8 Destinasi yang Jangan Dikunjungi 2026, Bali Keluar dari Daftar

Dadan Kuswaraharja - detikTravel
Jumat, 28 Nov 2025 20:53 WIB
Warga bersiap melakukan larung sesaji di Danau Bratan, Bedugul, Bali dengan latar belakang Pura Ulun Danu.
Ilustrasi Bali (Foto: Rachman Haryanto)
Jakarta -

Bali sempat disebut sebagai destinasi wisata tidak layak dikunjungi pada 2025 oleh Fodor's Travel, penyedia panduan perjalanan asal Amerika Serikat (AS). Untuk tahun depan, Bali boleh lega, karena Fodor's tak lagi memasukkan Bali ke daftar haram tersebut.

Bali sempat disebut tak layak dikunjungi karena masalah overtourism, kemacetan, sampah, dan potensi kehilangan identitas budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini ada destinasi lain yang disebut tak layak dikunjungi untuk tahun depan. Mengutip situs resmi Fodor's Travel daftar No List 2026 ini merupakan ajakan bagi turis untuk tidak mengunjungi beberapa tempat agar dapat pulih dari tekanan overtourism.

Berikut daftar destinasi yang tidak layak dikunjungi tahun depan karena berbagai permasalahan:

ADVERTISEMENT

1. Antartika

Antartika tidak membutuhkan kampanye pemasaran untuk menarik pengunjung atau pendapatan pariwisata untuk mendorong perekonomian yang hampir tidak ada. Antartika sama sekali tidak membutuhkan wisatawan. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa benua itu menerima 120.000 pengunjung dari tahun 2023 hingga 2024. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda pada tahun 2033, sehingga seruan untuk menahan diri menjadi krusial.

Mike Gunter, profesor ilmu politik dan ketua di Rollins College di Florida, yang mempelajari ekowisata dan kebijakan lingkungan, telah mengunjungi Antartika dan percaya bahwa ada nilai dalam kunjungan tersebut.

"Asalkan wisatawan tersebut menggunakan pengalaman mereka untuk secara substansial memengaruhi isu-isu keberlanjutan yang lebih besar. Namun, cara banyak wisatawan bepergian ke sana, dan alasan mereka melakukannya, seringkali bermasalah. Sayangnya, dalam seperempat abad terakhir, Antartika telah bergerak lebih ke arah pariwisata massal, alih-alih dunia ekowisata tradisional," ujarnya di situs resmi Fodor's.

2. Kepulauan Canary, Spanyol

Di balik pemandangan Kepulauan Canary yang seindah kartu pos, tekanan semakin meningkat. Pada paruh pertama tahun 2025 saja, kepulauan ini menyambut 7,8 juta pengunjung dan memproses lebih dari 27 juta penumpang bandara, meningkat 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Rekor ini membuat penduduk setempat mempertanyakan seberapa besar daya tampung pulau mereka.

Ribuan orang berbaris di jalan-jalan Tenerife, Gran Canaria, dan Lanzarote pada bulan Mei dengan slogan, "Canarias tiene un lΓ­mite" ("Kepulauan Canary punya batas"). Pesan mereka jelas pariwisata yang booming, melonjaknya biaya perumahan, dan meningkatnya tekanan lingkungan mengancam fondasi kehidupan di pulau ini.

Pariwisata menyumbang lebih dari sepertiga PDB Kepulauan Canary dan mempekerjakan sekitar 40% penduduknya. Namun, kesuksesan ini harus dibayar dengan harga mahal.

"Warga mulai berunjuk rasa karena mereka benar-benar muak," kata John Dale Beckley, pendiri platform keberlanjutan CanaryGreen.org. "Lalu lintas adalah salah satu masalah terbesar. Perjalanan yang dulunya hanya 40 menit dari utara kini bisa memakan waktu lebih dari satu jam sekali jalan," imbuhnya.

3. Isola Sacra (Italia)

Mengutip CNNIndonesia.com, destinasi berikutnya yang masuk No List 2026 adalah Isola Sacra. Proyek pelabuhan besar Isola Sacra di Italia menghadirkan risiko serius terhadap ekosistem rentan di wilayah pesisir, termasuk erosi pantai, pencemaran, dan kerusakan kawasan lindung.

Infrastruktur wilayah yang tidak memadai memperparah potensi kemacetan dan polusi akibat lonjakan kapal pesiar dan aktivitas pelabuhan.

4. Meksiko

Meksiko saat ini tengah menghadapi krisis sosial dan budaya akibat gentrifikasi dan ledakan penyewaan jangka pendek yang didorong oleh platform sewa properti.

Lonjakan wisatawan dan pekerja jarak jauh asing menyebabkan penggusuran penduduk lokal, kenaikan harga sewa, dan hilangnya identitas komunitas.

Perubahan budaya lokal dan ketidakadilan ekonomi meningkatkan ketegangan sosial, menjadikan kota ini kurang ramah dan mulai dihindari oleh sebagian pihak.

5. Mombasa

Kota pesisir Mombasa di Kenya, menghadapi krisis overtourism dengan dampak lingkungan yang serius seperti pencemaran pantai dan laut akibat pengelolaan limbah buruk, serta kepadatan dan kemacetan yang mengganggu kenyamanan wisatawan dan penduduk.

Kejahatan yang menimpa wisatawan dan kurangnya data daya tampung pariwisata menambah risiko penurunan popularitas destinasi ini. Maka, sebaiknya destinasi yang satu ini dihindari dahulu di tahun mendatang.

6. Montmartre


Montmartre di Paris, Prancis menghadapi masalah pariwisata berlebihan dengan lonjakan pengunjung yang menyebabkan kemacetan, kenaikan harga properti, dan kerusakan budaya lokal.

Penduduk setempat merasa lingkungan semakin tidak layak dihuni akibat keramaian dan kebijakan kota yang lebih mendukung bisnis pariwisata. Risiko kehilangan keaslian dan identitas membuat Montmartre berpotensi mulai dihindari sebagian wisatawan.

7. Taman Nasional Glacier


Taman Nasional Glacier di Montana, Amerika Serikat, menghadapi ancaman besar akibat perubahan iklim yang mempercepat pencairan gletser serta kerusakan ekosistem.

Lonjakan kunjungan wisatawan dalam upaya "last chance tourism" memperparah kemacetan, polusi, dan gangguan habitat satwa.

Upaya pengelolaan dan regulasi belum cukup mengatasi dampak pariwisata massal yang diperburuk oleh perubahan iklim. Ketidaksiapan infrastruktur dan ancaman lingkungan membuat taman ini menjadi destinasi yang mulai dihindari untuk menjaga kelestariannya.

8. Wilayah Jungfrau

Wilayah Jungfrau di Swiss yang merupakan bagian dari Alpen menghadapi tekanan berat dari pariwisata massal yang mengakibatkan kemacetan, kerusakan lingkungan, dan ketegangan sosial dengan penduduk lokal.

Perubahan iklim juga mengancam keberadaan gletser ikonik di wilayah ini. Masalah ketersediaan perumahan terjadi karena banyak pemilik properti yang lebih memilih menyewakan melalui platform sewa properti daripada kepada penduduk tetap, sehingga memperparah kelangkaan tempat tinggal bagi warga lokal.

Fodor's berharap daftar ini membuat wisatawan memilih destinasi alternatif yang lebih siap menerima kunjungan. Langkah ini juga mendukung upaya lokal dalam menjaga keberlanjutan.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Ratusan Anak Muda Adu Ketangkasan di Kejurnas Barongsai di Bali"
[Gambas:Video 20detik]
(ddn/ddn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads