Kain tenun khas Sumba ternyata bukan sekadar kain biasa. Terkandung makna yang mendalam di baliknya.
Kain tenun sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat Sumba. Kain ini sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian mereka.
Ketika liburan ke Tanah Sumba, traveler bisa membeli kain tenun sebagai buah tangan. Tapi jangan kaget melihat harganya, karena satu lembar kain tenun khas Sumba harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wajar, karena proses untuk menenun benang menjadi selembar kain dengan motif dan warna yang cantik diperlukan proses panjang. Bahkan, prosesnya bisa mencapai satu tahun untuk selembar kain tenun.
Di balik motif dan warna yang beragam, kain tenun Sumba ternyata menyimpan makna tersendiri. Dalam disertasi bertajuk 'Tanah, Tangan, dan Tutur' karya Laely Indah Lestari dari program Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, kain tenun Sumba ternyata mempunyai Model Komunikasi Budaya Tanah-Tangan-Tutur.
Model ini menawarkan cara pandang baru terhadap budaya sebagai ekologi makna yang terbentuk melalui relasi antara nilai-nilai kosmologis (tanah), praktik budaya yang embodied (tangan), dan narasi yang diwariskan lintas generasi (tutur).
Temuan ini dinilai oleh para guru besar sebagai salah satu kontribusi teoretis penting dalam pengembangan ilmu komunikasi berbasis epistemologi lokal Nusantara.
Penelitian lapangan yang dilakukan Dr Laely di Sumba Timur menunjukkan bahwa kain tenun ikat bukan sekadar artefak budaya atau komoditas pariwisata, tetapi juga medium representasi identitas dan instrumen diplomasi budaya.
Kain tenun juga memainkan peran strategis dalam ekosistem pariwisata dan hubungan antarkomunitas. Model yang ia kembangkan memperlihatkan bagaimana makna budaya dapat tetap hidup dan berkembang jika komunikasi antaraktor berjalan dalam arus yang sirkular dan saling memperkuat.
Penelitian itu mengantarkan Laely meraih gelar Doktor hanya dalam tempo dua tahun dengan IPK sempurna 4,0 dan meraih predikat Summa Cum Laude.
"Saya percaya bahwa ilmu pengetahuan harus memberikan manfaat bagi masyarakat dan membantu menjaga kekayaan budaya bangsa. Model Tanah-Tangan-Tutur adalah langkah kecil saya untuk itu," ujar Dr Laely.
Selain meneliti kain tenun Sumba, Laely juga dikenal sebagai seorang fashion designer yang menggunakan Wastra Nusantara dalam setiap karyanya. Dia merasa terpanggil untuk mengkampanyekan Wastra Nusantara sebagai salah satu identitas bangsa.
Bukan hanya Wastra yang diangkat dan dipromosikan, para pelaku UMKM, terutama pengrajin-pengrajin kain seperti penenun dan pembatik, serta pengrajin pernak-pernik khas daerah juga dirangkul agar mereka menjadi lebih berdaya dan sejahtera.
(wsw/wsw)












































Komentar Terbanyak
Bupati Aceh Selatan Umrah Saat Darurat Bencana-Tanpa Izin Gubernur & Mendagri
Turis Asing di Kertajati Turun, Dedi Mulyadi: Penerbangannya Kan Nggak Ada
Temuan Kemenhut Soal Kerusakan Hutan Sumatera, Bukan Cuma Faktor Cuaca