Pulau Sangalaki, Saksi Sebuah Kehidupan Bayi Penyu
Jumat, 02 Mar 2012 08:00 WIB

Rangga Yudhika
Jakarta - Mesin kapal pun dimatikan sebagai pertanda bahwa kapal motor kami telah tiba di tujuan. Uniknya, bukannya berhenti di dermaga, kami justru berhenti di tengah-tengah laut dangkal, di pulau yang berjarak lebih dari 800 kilometer dari Kota Samarinda.Ya, kapal motor tidak dapat bersandar di dermaga karena memang tidak ada dermaga untuk kapal boat di Pulau Sangalaki ini. Begitu alaminya pesona pulau ini.Sejauh mata memandang, perairan jernih tampak terhampar di depan mata. Sambil mengangkat tas dan barang bawaan kami di atas kepala, kami berjalan menerobos air laut setinggi pinggang kami. Begitu menantang dan seru rasanya ketika kita semua berjalan sekitar 200 meter di tengah perairan dangkal yang begitu jernih. Beberapa di antara kami bahkan langsung membasahi tubuh mereka.Pulau Sangalaki yang luasnya sekitar 13Ha ini berada di dalam Kepulauan Derawan yang terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Saat ini, Kepulauan Derawan sudah menjadi salah satu dari lima wisata perairan terbaik di Indonesia. Selain pulau Sangalaki sendiri, masih terdapat pulau-pulau indah lainnya. Sebut saja, Pulau Derawan, Pulau Maratua dan Pulau Kakaban yang begitu menggoda untuk dikunjungi.Sayangnya, seperti pulau-pulau yang sudah terkenal lainnya di bumi pertiwi ini, pulau Sangalaki ini juga dimiliki oleh pihak asing!Tujuan utama wisata di pulau dengan penginapan eksotis bermata uang dolar Amerika ini adalah penangkaran penyunya yang begitu rapih dan terawat. Pulau yang menjadi tempat favorit para penyu bersarang setiap malam ini menjadi tempat konservasi peneluran penyu yang begitu terkenal, bukan hanya di Asia Tenggara, namun juga di dunia.Cara termudah untuk menggapai lokasi ini adalah dengan menempuh perjalanan darat dari Ibukota Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yaitu Tanjung Redeb. Dari Tanjung Redeb, perjalanan masih harus dilakukan dengan menempuh jalan berbukit sekitar 100km –dua hingga tiga jam perjalanan- menuju Tanjung Batu. Dari dermaga Tanjung Batu inilah, Pulau Sangalaki dapat dicapai dengan menggunakan speedboat selama dua jam.Perasaan lelah menempuh perjalanan yang cukup jauh langsung terbayar lunas ketika akhirnya kami berlarian diatas hamparan pasir putih yang begitu bercahaya memantulkan sinar matahari menuju “Penangkaran Penyu Semi Alami” yang dikelola balai konservasi Kalimantan Timur.Memasuki sebuah gerbang berbentuk pintu kayu, kami justru takjub karena banyak papan-papan kecil yang ditanamkan di dalam pasir. Kami sempat kebingungan, mengapa hanya ada papan-papan tersebut, tapi tidak ada kolam-kolam penyu seperti yang kami bayangkan. Ternyata papan-papan tersebut tidak lain adalah waktu dimulainya telur-telur tersebut dikonservasikan sambil menunggu meretasnya sang calon bayi.Di dalam pasir beberapa papan petunjuk, ternyata terdapat puluhan penyu kecil yang sedang berusaha keluar dari lapisan kulit telurnya. Dengan terkagum-kagum kami melihat secara langsung bagaimana masing-masing penyu tersebut berusaha keluar dari cangkang telur yang melapisi mereka. Mereka tampak berusaha memanjat lubang-lubang yang tampak begitu dalam dibandingkan dengan ukuran kecil tubuh penyu tersebut.Sebagian penyu-penyu yang telah keluar dipindahkan ke ember kecil yang sudah siap untuk kami lepaskan ke hamparan pasir luas. Dengan begitu semangatnya kami mulai memegang dan berfoto-foto bersama para bayi penyu yang mengagumkan tersebut. Penyu-penyu tersebut tidak tampak begitu lemah, namun justru begitu aktif dan bersemangat. Ternyata bentuk fisik penyu berbeda dengan kura-kura. Penyu lebih berwarna hitam gelap dibandingkan kura-kura yang kehijau-hijauan. Kepala penyu juga tidak tampak terpisah dengan cangkang badannya, dimana kepala kura-kura tampak begitu terpisah dengan cangkangnya. Di tengah isu pemusnahan penyu secara ilegal dan perampasan telur penyu yang dijual bebas, terasa begitu bahagia ketika kami masing-masing memegang satu penyu kecil tersebut dan melepaskan di pinggir pantai.Dengan gembiranya juga, penyu-penyu cilik tersebut secara serempak langsung merayap pertama kalinya menuju laut bebas. Lambat laun satu per satu sudah tiba di sisi pinggir pantai dan memasuki perairan terbuka. Disitulah sesunggunya kehidupan baru mereka dimulai, dengan tempaan arus, gangguan ikan-ikan besar, untuk hidup di dalam lautan yang begitu luas.Bayangkan, ribuan langkah besar berawal dari beberapa langkah kecil para penyu tersebut memasuki sisi laut.Mungkin kita tidak dapat melakukan hal yang besar untuk alam ini, namun satu tindakan kecil dari kita masing-masing akan begitu berarti bagi lingkungan kita.Pengalaman melepaskan kehidupan penyu muda dan menjadi saksi munculnya satu kehidupan sang penyu rasanya tidak akan pernah saya lupakan. Mengutip ucapan seorang sastrawan tanpa nama, “In the beauty of nature lies the spirit of hope.” @ranggayudhikawww.ranggayudhika.multiply.comTravelling while u are still breathing
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!