detikTravel sempat berkunjung ke Pulau Kemaro beberapa waktu lalu saat pagelaran Festival Musi Triboatton 2013. Untuk menuju ke sana, Anda bisa menyewa perahu getek dari Plaza Benteng Kuto Besak dengan kisaran harga Rp 20-50 ribu, tergantung banyaknya penumpang. Perjalanannya mencapai waktu sekitar 45 menit.
Pulau Kemaro mempunyai legenda, yaitu kisah putri raja Siti Fatimah dan saudagar Tionghoa bernama Tan Bun An pada zaman Kerajaan Palembang. Saat itu, kedua pasangan tersebut baru pulang dari Tiongkok dan Siti Fatimah bertemu dengan orang tua Tan Bun An. Namun setibanya di pesisir Sungai Musi, Tan Bun An kaget bukan kepalang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengawalnya pun lantas menyelam untuk mencarinya, tapi malah dia juga tak muncul ke permukaan sungai. Melihat itu, Siti Fatimah juga ikut menyeburkan diri ke air demi mencari kekasihnya.
Nahas, mereka semua justru tak muncul ke permukaan air dan konon muncullah Pulau Kemaro di tempat mereka bertiga itu. Legenda tersebut tertera di dekat Vihara Hok Tjing Rio yang ditulis oleh Disparbud Kota Palembang tahun 2009. Siti Fatimah yang menyelam ke air demi menemukan Tan Bun An, diyakini sebagai lambang cinta sejati.
Berdasarkan legenda tersebut, muncullah mitos pohon cinta yang letaknya ada di tengah-tengah Pulau Kemaro. Konon, wisatawan percaya kalau nama mereka dan pasangan tertera di sana, maka cinta mereka akan abadi selamanya seperti cinta Siti Fatimah dan Tan Bun An.
Namun, Linda, seorang wanita yang sehari-hari berjualan dan mengurus vihara Hok Tjing Rio membeberkan cerita mengejutkan. Menurut sepengetahuannya, mitos pohon cinta tersebut tidak benar sama sekali.
"Tidak ada yang namanya pohon cinta itu. Itu cerita akal-akalan saja pemandu wisata atau orang-orang yang datang ke sini," kata Linda.
Linda mengakui, pohon yang disebut-sebut sebagai pohon cinta memang bentuknya unik. Menurutnya, pohon itu tingginya lebih rendah dari pohon-pohon lainnya di Pulau Kemaro. Tapi kini, pohon cinta tersebut justru sudah dipagari. Mengapa?
"Masyarakat di sini risih melihat banyak yang mencoret pohonnya. Apalagi, banyak yang kesurupan setelah tulis nama di sana, banyak sekali. Kami juga tak mau kejadian seperti itu terjadi," ungkap Linda.
Memang, ada banyak sekali nama orang di batang pohon dan juga malah di pagar-pagar pembatasnya. Linda memang tampaknya geram dengan ulah wisatawan yang seperti itu. Meski ada larangan mencorat-coret pohonnya, hingga kini masih saja ada yang menulis nama di sana.
Bahkan, ada papan peringatan yang bertuliskan 'Yang Coret/Tulis Nama di Pagar Jadi Setan'. Percaya tak percaya, silakan Anda sendiri yang menilainya.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Pesawat AirAsia Salah Mendarat, Penumpang Kaget-Pramugari Bingung
Pesona Patung Rp 53 Miliar di Baubau, Sulawesi Tenggara Ini Faktanya!
Buntut Insiden Pembakaran Turis Malaysia, Thailand Ketar-ketir