Desa Porelea terletak di pegunungan bagian selatan Kabupaten Sigi. Suhu udara rata-rata tahunan 18-30 derajat Celsius. Iklimnya tropik basah. Bulan basah pada OktoberβJuni, sedangkan bulan kering JuliβSeptember. Bulan Juni-Juli adalah musim panen kopi di sana.
detikTravel mengunjungi desa ini dua pekan lalu atas undangan Kemitraan-Karsa Institute. Dari Kota Palu, butuh waktu sekitar empat jam berkendara untuk mencapai desa ini. Desa Porelea masih terisolasi dari daerah luar. Akses cuma jalan setapak yang muat satu sepeda motor, diapit tebing dan jurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Silvia/detikTravel)
Mayoritas penduduk desa Porelea adalah petani ladang. Di samping berladang, penduduk juga membudidayakan kopi dan kakao (cokelat). Dibandingkan desa lain di Pipikoro, Porelea memiliki lahan perkebunan kopi yang relatif luas, 250 hektare hingga tercatat sebagai salah satu lumbung kopi terbesar di Pipikoro, setelah desa Peana dan Pelempea.
Kopi merupakan tanaman komoditas kedua setelah kakao, tapi yang tertua. Masyarakat Porelea mulai mengenal tanaman komoditi atau tanaman perdagangan sejak 1927 dengan masuknya kopi di wilayah ini sekaligus mengenal perdagangan hasil hutan, seperti damar dan rotan.
Baru tahun 2012 desa ini punya industri penggilingan kopi bernama Industri Kecil Menengah Pengolahan Biji Kopi di Porelea (IKM Porelea) melalui program Peduli (PNPM Peduli) Kemitraan. Kopi hasil panen dapat diolah hingga tuntas di Porelea, dan dikonsumsi. Sebelumnya, warga menjual biji kopi ke Gimpu untuk kemudian membeli kopi bubuk kemasan produksi Palu.
Pemasaran kopi dari Porelea telah memenuhi kebutuhan warga Porelea, bahkan telah memasok kebutuhan kopi desa-desa tetangga di Pipikoro hingga ke Desa Gimpu di Kulawi Selatan. Sejak 2013, kopi dari Porelea dijual dengan merk Kopi Pipikoro seharga Rp 6 ribu per kemasan 100 gram.
(Silvia/detikTravel)
Kemasannya masih sederhana dan masih perlu dikembangkan hingga mendapat kemasan serta logo yang pas. Kopi Pipikoro dijual dalam tiga varian, yakni kopi original, beraroma jahe, dan beraroma kayumanis. Dua aroma ini didapat dari jahe dan kayumanis yang ikut disangrai bersama kopi.
Kelebihan Kopi Pipikoro adalah kopi ini organik, ditanam tanpa pestisida dan tanpa pupuk kimia, bubuknya murni 100 persen kopi tanpa tambahan jagung atau beras sangrai. Kopi ini jenisnya robusta, relatif aman di lambung dan kopi ini diyakini sebagai obat sakit kepala.
Tak heran, orang yang biasanya alergi kopi, bisa minum kopi hasil bumi Porelea ini pagi, siang, sore, malam seperti penduduk Porelea pada umumnya. Usai minum kopi, tidak timbul keluhan pusing, kembung, atau diare.
(Silvia/detikTravel)
detikTravel tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika ditawari segelas Kopi Pipikoro. Hmmmm, legit benar! Rasa khasnya adalah di aroma kayu bakar. Kopinya wangi, ada sedikit rasa asin yang pas buat penyeimbang manisnya.
Dari Kopi Pipikoro kita mengenal kopi berkualitas baik yang diolah sejalan dengan ramahnya alam. Tak susah membayangkan bagaimana nanti Kopi Pipikoro yang grade-A bisa masuk pasar dan jadi kopi mahal di kafe-kafe kota besar.
(rdy/adf)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang
Status Global Geopark Danau Toba di Ujung Tanduk