Perjalanan menuju tempat wisata air terjun berkelok-berkelok dengan pemandangan hamparan bukit. Setibanya disana, tidak ada tanda-tanda keberadaan objek wisata ditempat ini, hanya tempat parkir berupa lahan kosong dan beberapa warung. Untuk masuk ke loket air terjun, pengunjung harus berjalan kaki sejauh 200 meter dari parkiran. Dalam perjalanan menuju pintu masuk, saya bertanya kepada pak supir apa nama air terjun tersebut. Dengan berpikir keras si bapak menjawab, "ya namanya air terjun saja." Saya bingung mendengar jawabannya. Sesampainya di pintu masuk, saya melihat pagar bertulisakan "Taman Wisata Air Terjun Desa Pongkar-karimun". Setelah membaca pagar tersebut saya mengerti mengapa si pak supir bingung menjawab pertanyaan saya. Ternyata kebanyakan warga setempat terbiasa menyebut tempat wisata ini dengan sebutan air terjun saja dan beberapa menyebutnya dengan nama Air Terjun Pongkar.
Selain sebagai sarana rekreasi, taman wisata ini juga diperuntukkan sebagai hutan lindung. Di sepanjang jalan menuju air terjun terdapat pohon-pohon langka seperti pohon Beluka dan Pulai. Saya sempat dikagetkan dengan bunyi-bunyian dari arah pohononan, ternyata seekor monyet sedang asyik bergelantungan. Keasrian membuat satwa-satwa tetap terpelihara di kawasan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karakteristik air terjun tersebut tidak seperti air terjun yang terdapat di pulau Jawa. Tebing air terjun di desa Pongkar tidak terlalu tinggi dan tidak berarus besar. Melihat air yang meleleh di tebing batu mini itu sangat sangat menyejukan mata. Tepat di bawahnya dibangun dua buah kolam yang dialiri air terjun. Pengunjung dapat berendam dan berenang di kolam tersebut. Banyak juga yang langsung duduk dibawah air terjun untuk mendapatkan sensasi pijitan arus air.
Pengunjung juga bisa meneruskan perjalanan ke atas bukit. Untuk mencapai puncak dapat dilakukan dengan berjalan kaki santai selama dua jam. Di puncak bukit terdapat menara Bea Cukai yang sudah tidak terpakai lagi. Dahulu menara tersebut digunakan untuk memantau penyelundupan di perairan sekitar pualu Karimun. Dari atas puncak kita dapat melihat hamparan laut dan negara Malaysia. Sayang sekali, saya terlalu sore tiba di air terjun sehingga tidak memungkinkan untuk mendaki sampai puncak bukit.
Senja tiba dan saatnya kembali ke penginapan, namun sayang rasanya jika pulang tanpa membawa cinderamata. Saya pun mencari toko cinderamata. Sambil menanyakan tempat membeli cinderamata, saya berbincang dengan pengelola air terjun. Menurutnya, minimnya promosi membuat tempat ini dan beberapa objek wisata di Pulau Karimun tidak terlalu dikenal, bahkan untuk sekedar cinderamata saja sulit ditemukan di tempat ini. Semoga pengelolaan wisata di pulau ini bisa lebih ditingkatkan, sehingga pariwisata daerah bisa maju.
(gst/gst)
Komentar Terbanyak
Potret Sri Mulyani Healing di Kota Lama Usai Tak Jadi Menkeu
Keunikan Kontol Kejepit, Jajanan Unik di Pasar Kangen Jogja
Daftar Negara yang Menolak Israel, Tidak Mengakui Keberadaan dan Paspornya