Mapasi Laga dalam Upacara Kematian Rambu Solo II

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Susan Stephanie|5147|SULBAR & SULSEL|50

Mapasi Laga dalam Upacara Kematian Rambu Solo II

- detikTravel
Selasa, 02 Agu 2011 10:30 WIB
Sulawesi Selatan -

Riuh rendah suara para tamu yang sedang menikmati daging Papiong dan tuak Balok tiba-tiba saja berganti menjadi sorak sorai dan teriakan-teriakan. Seperti dikomando, serentak para tamu berhamburan menuju ke arah lapangan kosong di antara rumah Tongkonan dan lumbung padi Alang.

Terlihat 2 sosok hitam besar dituntun ke tengah-tengah lapangan. Ternyata ini waktunya untuk acara Mapasi Laga, atau yang lebih dikenal dengan Adu Kerbau.

Kegiatan yang selama ini hanya pernah dilihat di televisi, kini hadir tepat di depan mata kami. 2 ekor Kerbau Pudu hitam berdiri saling berhadap-hadapan ditemani pemiliknya masing-masing. Tanduk kerbau-kerbau di Toraja ini besar-besar dan terlihat sangat kokoh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertandingan pertama pun dimulai, kedua pemilik sambil setengah berlari menarik kerbau masing-masing sehingga kedua kerbau ini saling beradu tanduk. Sorak sorai penonton terdengar lebih kencang, sementara 2 kerbau ini sedikit mundur lalu saling berpandangan dan memberi kode-kode yang hanya dimengerti oleh keduanya. Tiba-tiba kerbau di sebelah kiri yang badannya lebih besar maju ke arah lawannya, dan seketika itu juga kerbau lawannya lari tunggang langgang.

Yaaaahh... penonton pun berteriak kecewa tapi sambil tertawa-tawa. Mungkin ini yang namanya insting hewan, hanya dengan berpandangan dan sedikit gertakan, lawan pun tahu kalau dirinya telah kalah sebelum bertanding.
Lebih baik mundur dibanding babak belur dan lebih dipermalukan lagi, mungkin itu yang ada dalam pikiran si kerbau yang lari tadi. Lucu juga, sama seperti manusia ternyata, menang atau kalah seringkali dipengaruhi oleh besarnya rasa percaya diri orang tersebut.

Pertandingan kedua pun akan dimulai, tapi kali ini muncul 1 jenis kerbau yang lain. Kerbau ini warna badannya belang, sebagian hitam sebagian lagi putih dan bermata biru. Ternyata inilah yang namanya Kerbau Bonga atau Kerbau Belang (Albino).

Bang Agus pendamping kami bercerita, kalau kerbau yang satu ini mahal harganya, selain karena bentuk fisiknya terlihat lebih menarik, cara mendapatkannya pun sulit. Kelahiran Kerbau Bonga tidak dapat diprediksi dan biasanya ia lahir dari pasangan kerbau yang berwarna hitam atau Kerbau Pudu. Pada jaman dahulu di Toraja, bila orang yang meninggal adalah keturunan bangsawan, merupakan sesuatu yang wajar untuk menyembelih orang, manusia, sebagai persembahan. Tetapi seiring waktu, masyarakat Toraja sadar kalau kegiatan ini tidak dapat diterima lagi dan Kerbau Bonga lah yang dipilih sebagai pengganti. Karena itu, harga seekor Kerbau Bonga dapat mencapai ratusan juta.

Kembali ke pertandingan, kedua kerbau pun saling beradu tanduk. Kaki-kaki kerbau menjejak tanah dengan keras sampai rumput tercabut di sana sini, kibasan ekor terlempar ke kiri dan kanan. Dan kali ini si kerbau belang lah yang menyerah dan berlari mundur.

Pertandingan berlanjut silih berganti, beberapa kali lokasi berpindah dari tengah lapangan menjadi di tengah-tengah sawah. Keringat kami bercucuran, selain karena cuaca panas, hati tegang, dan harus sigap berlari pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya supaya mendapat posisi menonton yang pas.

Posisi menonton juga yang menjadi daya tarik tersendiri. Kalau ingin melihat dengan jelas, pastinya harus menonton dari barisan paling depan, tapi dengan resiko yang lebih besar juga. Tidak jarang saking semangatnya kedua kerbau beradu, kedua hewan ini tiba-tiba bergerak mendekati penonton sambil mengacungkan tanduknya, membuat penonton lari kocar kacir sambil berteriak dan tertawa. Termasuk kami yang selalu duduk atau berdiri persis di depan arena pertandingan, olahraga kaki dan juga olahraga jantung pastinya.

Di tengah-tengah pertandingan, satu hal yang kami amati adalah budaya taruhan. Taruhan sepertinya menjadi alasan utama mengapa para penonton ini luar biasa semangat menontonnya, karena uang masing-masinglah yang menjadi taruhannya. Setiap kali kerbau yang menjadi andalan muncul, reaksi penonton menjadi lebih heboh dan ramai lagi.

Kurang lebih 20 pertandingan yang kami saksikan, membuat kami juga pada akhirnya punya jagoan masing-masing.
Kerbau-kerbau yang dipertandingkan ini ternyata merupakan kerbau-kerbau yang akan disembelih nantinya. Apabila setelah pertandingan, si pemilik kerbau berubah pikiran dan tidak ingin menyerahkan kerbau tersebut, masih bisa diganti asal sebanding nilainya.

Selain warna kulit dan ukuran tubuh, harga kerbau juga berdasarkan panjang tanduknya. Ngomong-ngomong tentang tanduk, ada satu jenis kerbau lain yang namanya Kerbau Balian. Bang Agus menyebutnya kerbau banci, karena memang ini jenis kerbau yang disunat agar pertumbuhan badan dan tanduknya menjadi lebih dibandingkan kerbau pada umumnya.

Sayang karena keterbatasan waktu, kami hanya dapat menghadiri upacara di hari pertama, tetapi dirasakan sangat berkesan untuk kami berdua. Semoga di lain waktu kami dapat berkunjung lebih lama lagi di Toraja. 
(gst/gst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads