Serunya Mendaki Gunung Papandayan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Serunya Mendaki Gunung Papandayan

Nasrullah - detikTravel
Senin, 06 Jul 2020 09:48 WIB
Jalur pendakian melewati kawah. Asap yang mengepul dan pemandangan yang menakjubkan membuat pengunjung betah. Foto oleh Nasrullah
Anak-anak tangguh. Foto oleh Nasrullah.
Menikmati suasana pagi dari atas Menara Pandang. Foto oleh Nasrullah.
Serunya Mendaki Gunung Papandayan
Serunya Mendaki Gunung Papandayan
Serunya Mendaki Gunung Papandayan
Jakarta - Apabila ingin memberikan pengalaman mendaki gunung kepada anak-anak, cobalah membawanya ke Gunung Papandayan. Gunung ini terkenal ramah bagi pemula, yaitu mereka yang baru belajar mendaki gunung atau trekking di alam terbuka.Β Meskipun terkenal mudah, sensasi mendaki gunung ini tak kalah dengan gunung lainnya seperti Gunung Gede di Jawa Barat atau Gunung Prahu di Jawa Tengah. Pemandangan alam Gunung Papandayan sangat indah dan komplit, mulai dari pemandangan kawah belerang, hutan mati, hingga padang bunga edelweiss. Bila traveler mencari informasi tentang Gunung Papandayan, hasilnya adalah foto-foto hutan mati, rombongan pendaki, kolam air panas, dan warna-warni tenda pendaki yang sedang berkemah di Pondok Salada.Β Udara yang dingin, area parkir yang luas, dan akses jalan menuju ke parkiran Taman Wisata Alam Gunung Papandayan membuat liburan keluarga akan terasa seru. Jangan khawatir tentang makanan. Di sekitar area parkir, ada banyak warung makan yang menyajikan berbagai jenis makanan seperti soto ayam, bakso, nasi ayam goreng, dan mi dadak.Β Jalur pendakian dimulai dari area parkiran menuju Kawah. Di peta jalur yang terpajang di dekat pos pendaftaran pendakian, jaraknya sekitar 700 meter. Pemandangannya menakjubkan. Jalan berbatu kerikil kecil dengan dominasi warna tanah kapur. Jalur terbuka yang diapit oleh tebing yang tinggi di sebelah kanan dan sungai kecil serta punggungan gunung di sebelah kiri membuat berjalan kaki menyenangkan.Β Kedua keponakan yang ikut pagi itu terlihat senang, berjalan sembari bersenandung. Sesekali mereka keluar dari jalur karena tertarik kepada sesuatu seperti bentuk atau warna batu yang unik. Sesekali berhenti minta difoto dengan latar belakang pemandangan asap yang keluar dari celah-celah kawah lalu terbawa angin. Sang adik, anak laki-laki berusia delapan tahun, malah sibuk berlarian ke sana kemari. Bahkan, sempat turun ke sungai kecil dan bermain air. Saya biarkan saja selama terlihat aman.Β Kakaknya, anak perempuan berusia 10 tahun, berjalan lebih tenang dan lebih banyak bertanya tentang jalur pendakian gunung ini. Ia juga berbincang-bincang dengan teman baru yang dikenalnya tadi malam di area perkemahan. Teman barunya datang bersama kedua orang tuanya dan pagi ini kami trekking bersama.Β Tiba di kawah, kami beristirahat sembari menikmati teh panas dan kudapan yang bisa dibeli di warung. Oh iya, selain jalur yang ramah anak-anak, fasilitas yang disediakan sepanjang jalur juga mendukung jalan-jalan dengan anak-anak.Β Tersedia beberapa toilet dilengkapi dengan air mengalir dan ember serta gayung. Meringankan tanggung jawab pendamping apabila anak-anak hendak buang air. Di area warung sekitar kawah juga anak-anak bisa berfoto dan belajar tentang kawah belerang atau tentang aktivitas mendaki gunung pada umumnya.Β Warung yang dilengkapi dengan bangku panjang di terasnya sangat menyenangkan untuk duduk menikmati pemandangan ditemani kudapan hangat yang baru diangkat dari penggorengan. Apabila tidak ingin melanjutkan perjalanan karena anak sudah lelah, bisa kembali menggunakan ojek.Β Oh iya, dari area parkiran ke kawah ada dua jalur berdampingan, yaitu jalur pendakian dan jalur ojek trail. Biasanya pengunjung yang lanjut usia atau memiliki kekurangan fisik menggunakan jasa ojek ini.Β Rombongan kami, terdiri dari tiga orang dewasa dan tiga anak kecil, melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati.Dari kawah, jalur pendek menuju hutan mati cukup menanjak curam. Namun, mereka bersemangat. Meskipun curam, jalurnya relatif aman karena berada di tengah rimbun pepohonan dan sudah berundak sehingga risiko pijakan longsor sangat kecil.Β Mereka sesekali berhenti dan mengamati jenis pohon pendek berdaun lebat yang belum pernah mereka temui. Dari atas, pemandangan jalur di kawah dan Danau Biru terlihat jelas.Β Di hutan mati, anak-anak berdiri menikmati pemandangan. Si adik berlarian bermain kubangan air, mungkin sisa hujan.Β Saya membuka ransel berisi bekal air mineral dan kudapan kripik kentang kesukaan mereka. Kami lalu duduk-duduk di batang pohon yang tumbang. Ngobrol tentang penamaan hutan mati. Lalu menunjukkan jalur menuju Pondok Salada dan Tegal Alun.Β Waktu masih menujukkan pukul 8 pagi. Sinar matahari mulai terasa panas. Namun, udara sejuk dan embusan angin membuat terik matahari tidak terlalu terasa.Β Demi konten media sosial, mereka lalu bergantian minta foto berbagai pose di berbagai titik. Ada beberapa rombongan pendaki yang juga duduk bercengkrama sembari menyantap sarapan pagi.Β Biasanya mereka bermalam di Pondok Salada lalu dini hari berjalan menuju hutan mati sembari menunggu kemunculan matahari pagi. Setidaknya itu yang akan saya lakukan.Β Setelah beristirahat, kami lalu berjalan menyusuri pepohonan mati menuju Pondok Salada. Di sini, anak-anak makan mi dadak dan teh panas.Β Begitu juga dengan orang tua. Akhir pekan seperti ini, ada banyak pendaki yang berkemah di sini.Β Pondok Salada adalah area lapang yang sangat menarik untuk berkemah. Ada sumber air, pos penjagaan keamanan, toilet hingga sekitar sepuluh warung makan.Β Dari sini, kami melanjutkan perjalanan turun melalui jalur berbeda, yaitu melewati ghobber hut, persimpangan dengan jalur pendakian dari arah Pangalengan. Si adik berlari mengikuti dua orang dewasa yang sedang berlatih lari gunung.Β Saya hanya berteriak agar berhati-hati dan menitipkan sang adik kepada salah satu pelari tadi. Karena sudah paham dengan tingkat keamanan jalur ini, tanah empuk, jauh dari jurang, tidak ada persimpangan, serta pendek hanya sekitar 200 meter, saya tidak mengikuti si adik dan memilih menemani sang kakak.Β Jalur sih aman karena berbeda dengan jalur pendakian. Jalur turun ini juga nantinya akan bertemu dengan warung di kawah. Dalam perjalanan turun, si adik terlihat lelah. Mungkin karena sangat bersemangat, ia banyak berlari-lari. Tiba di parkiran, ia terlihat capek dan langsung mandi dan makan siang di warung. Hingga kini, pengalaman mendaki Gunung Papandayan masih menjadi obrolan mereka apabila bertemu.
Hide Ads