Desa Indah di Pedalaman Kalimantan
Jumat, 09 Agu 2019 11:50 WIB

Nur Ridhawati Novita Sari
Jakarta - Petualangan ke dalam rimba Kalimantan Selatan tidak akan terlupakan. Kita bisa berjumpa pedesaan Suku Dayak Meratus.Berawal dari mimpi anak SMA yang bisa merasakan indahnya pegunungan dan menemukan desa menawan di pedalaman Meratus, desa eksotis yang indah dan juga yang tertinggi di Kalimantan Selatan. Mimpi menjelajah anak perempuan ini terwujud dua tahun kemudian.Semua berawal dari nekat. Ketika mendapatkan informasi akan diadakan kegiatan pengembaraan dan pengabdian ke Desa Juhu untuk anggota Racana ULM yang akan dilantik, saya pun memutuskan untuk ikut bergabung bersama tim walaupun pada masa itu saya tidak memiliki perlengkapan hiking sama sekali. Bahkan sebagai seorang mahasiswa yang dikarenakan sibuk organisasi sehingga mengharuskan saya untuk tidak pulang kampung di masa liburan membuat uang perbekalanku di kota rantauan sisa Rp 100.000 saja. Beruntungnya teman-temanku cukup membantu dan perjalanan kami dibagi jadi beberapa kelompok sehingga untuk logistik selama pengembaraan saya hanya perlu patungan Rp 25.000. saya membeli matras seharga Rp 40.000. Untuk tas carrier dan juga sleeping bag, saya dikasih pinjam sama kenalan dan juga teman.Keberangkatan pada 2 Agustus 2018 dari Banjarmasin menggunakan truk Yonif TNI AD. Perjalanan dengan truk ditempuh selama hampir 7 jam sampai jalanan beraspal menghilang dari pandangan. Kami harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki di jalanan berbatu dan menanjak belum lagi malam sudah datang. Kami tiba di Desa Kiyu pukul 9 malam dan melanjutkan perjalanan yang sebenar-benarnya pada keesokan harinya.Dari Desa Kiyu atau orang kebanyakan mengenalnya dengan nama Desa Hinas Kiri untuk menuju Desa Juhu kami harus melewati hutan Meratus termasuk dua puncak yaitu Puncak Peniti Ranggang dan Puncak Kila'i. Kami tiba di Puncak Peniti Ranggang pukul 11.15 WITA artinya kami mesti menempuh perjalanan selama 4 jam jalan kaki melewati hutan, sungai, dan jembatan. Di Puncak Peniti Ranggang kita bisa menemukan sebuah warung hanya saja warung itu sedang tutup ketika kami tiba.Puncak Peniti Ranggang merupakan tempat yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh sejenak dan mengisi perut karena di sana ada tanaman singkong, cabai, juga terong. Cuacanya agak panas, cukup untuk bisa mengeringkan pakaian yang berkeringat. Selain itu, Puncak Peniti Ranggang merupakan perbatasan antara jalan menuju Juhu maupun Puncak Halau-Halau yang sering jadi destinasi para pendaki. Untuk menuju Halau-Halau dari Puncak Peniti Ranggang tinggal berjalan lurus, sementara untuk ke Desa Juhu kita harus mengambil jalur kiri. Tenang saja, di Puncak Peniti Ranggang beberapa pendaki termasuk kami sudah memberikan rambu-rambu arah.Selama perjalanan menuju Puncak Kila'i akan ditemukan sekitar 3 jembatan dan di setiap jembatan kami akan memasang palang nama jembatan karena ini merupakan salah satu tugas kami dalam bentuk pengabdian. Kami tidak menghabiskan perjalanan ke Puncak Kilai'i selama satu hari dikarenakan hari sudah gelap dan kami pun beristirahat di pondok tengah hutan dekat aliran sungai yang dinamakan Pondok Hijau. Pondok tanpa dinding tapi beratap, jadi yang perlu diperhitungkan bagi yang ingin beristirahat dengan nyaman agar membawa flysheet atau semacamnya. Di Pondok Hijau juga bisa menyalakan api unggun karena bagian tengah pondok dibuat berlubang.Perjalanan ke Puncak KIlai'i dilanjutkan besok paginya. Selama perjalanan mesti cukup berhati-hati karena akan banyak ditemui lintah yang suka nyempil di bagian maupun sela kaki. Selain itu, juga perlu pakaian yang cukup hangat karena suhu di Puncak Kilai'i lumayan dingin. Puncak Kila'i seperti puncak dalam jalur lalu lintas awan. Jangan kaget ketika tiba-tiba ada air turun membasahi pipi namun beberapa detik setelahnya tetesan air itu menghilang. Puncak ini benar-benar indah dengan pepohonan meratus yang menjulang tinggi, tanah kuning keemasan yang licin, dan kabut yang menutupi pandangan. Untuk naik ke puncak inipun penuh tenaga ekstra bahkan saat berada di turunan.Di ujung turunan bukit, akan ditemukan sebuah sungai dan tak lama saat matahari kembali tenggelam lagi kami akhirnya mulai menapaki perkebunan karet. Kami pun tiba di Desa Juhu sekitar pukul 9 malam. Di Desa Juhu, hanya ada satu sampai dua rumah saja yang memiliki penerangan dan itupun berasal dari mesin generator aki yang dibawa dari kota. Semua rasa lelah dengan perjalanan selama dua hari jalan kaki itu terbayar ketika melihat keindahan Desa Juhu di keesokan pagi. Rumput pedesaan begitu hijau dan rapi. Udaranya dingin dan sejuk. Kita bisa melihat anjing, kucing, dan bahkan kerbau di lingkungan yang sama. Desa ini benar-benar desa terindah dan desa tertinggi di Kalimantan.5 Agustus 2018 merupakan hari pertama program pengabdian di Desa Juhu. Dari Balai Adat Desa tempat kami tidur, kami harus melewati hutan dan tiba di komplek perumahan Desa Juhu. Komplek perumahan ini dibangun secara gotong royong pada sekitar tahun 2012. Komplek perumahan ini benar-benar menawan dengan sekitar 49 rumah berjejer sejajar mengikuti kontur turunan. Cat rumah dibuat seragam dengan warna putih dan biru.Warga yang tinggal di sini berbicara bahasa Dayak tapi jangan khawatir karena mereka bisa memahami bahasa pendatang. Kebanyakan dari mereka beragama Kaharingan. Kaharingan merupakan suatu keyakinan adat lokal suku Dayak, semacam kepercayaan yang sudah sejak lama ada di masyarakat lokal Dayak di Kalimantan. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah berladang, beternak, menjual hasil kayu manis, dan juga menganyam.Program kami dalam perjalanan ini diantaranya adalah mengajar. Walaupun sekolah yang tersedia di sana hanya ada sekolah dasar tapi setidaknya anak-anak Desa Juhu dapat memperoleh pendidikan. Total muridnya hanya sekitar 35 orang dimana kelas satu masih belum memiliki seragam dan kelas enam hanya berjumlah dua orang. Salah satu diantaranya begitu tertarik dengan bahasa Inggris ketika saya menggumamkan kata-kata yang bisa tertulis di sampul buku tulis. Saya begitu menghargai semangat belajar mereka. Dan bahkan, pembakal (kepala desa) Desa Juhu merupakan seorang sarjana lho."Kami mungkin tertinggal dan kami ingin maju, tapi jangan hancurkan hutan kami,"Begitulah kisah perjalananku yang luar biasa hanya dengan bermodalkan Rp 100.000 rupiah. Dengan segala ketidakmungkinan nilai peluang akan selalu satu dan diantaranya pasti ada setidaknya nol nol sekian persen kemungkinan. Bukan begitu?Demikian halnya dengan mengikuti program Dream Destination Dubai. Dengan ratusan peserta, saya yang merupakan mahasiswi semester 5 Agroekoteknologi berharap bisa mengikuti program ini dan terpilih sebagai finalis yang berangkat agar lebih banyak cerita, motivasi, dan pengalaman menarik yang bisa saya bagikan. Saya ingin tahu bagaimana kota dengan pusat bisnis ini berkembang dan menceritakannya pada mereka yang memiliki motivasi sama.Saat di Dubai nanti saya ingin sekali pergi ke pasar sayur dan buah Al Aweer, sesuai jurusan dan minatku saya ingin tahu bagaimana sebuah kota yang tak pernah tidur ini mengelola agri marketnya. Selain itu, saya juga ingin mengunjungi Burj Khalifa. Bersepeda di Jalur Sepeda Al Qudra mungkin akan jadi salah satu destinasi yang kuharapkan karena sepanjang hidupku saya selalu bersepeda ke sekolah bahkan ke kampus. Terakhir, saya ingin merekam dan mengabadikan semua kenangan dalam potret maupun tulisan.
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour