Kisah Perjalanan Tak Terlupa di Tanah India
Kamis, 29 Agu 2019 11:33 WIB

Teguh Adiwijaya Kasypi
Jakarta - Traveling bukan sekedar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain. Traveling adalah soal perjalanan dan kisah yang mengiringi, terutama saat ke India.Traveling bukan sekedar menaiki kendaraan bermotor, mobil, kereta, kapal laut ataupun pesawat. Bukan juga sekedar transit dari terminal, pelabuhan ataupun bandara, dan bukan melulu pergi ke tempat wisata. Bagiku travelling adalah perjalanan itu sendiri arti dari sebuah hakikat kehidupan.Perjalanan dari tiada, ada dan ketiadaan. Makna ini aku sadari setelah melewati panjang perjalanan, tentu saja perjalanan pertama dalam arti sesungguhnya adalah sesuatu yang berkesan dan akan senantiasa melekat dalam ingatan.Pepatah Arab "Carilah ilmu walaupun ke negeri China" adalah inspirasiku untuk memulai travelling, khususnya ke luar negeri. Ya, China adalah negara pertama yang aku kunjungi. Bukan hanya sekedar menikmati perjalanan, tetapi memenuhi hasrat akan informasi dan pelajaran apa yang akan aku dapat dari negeri ini.Bagi seorang muslim saat itu tidak mudah bagiku untuk survive. Mulai dari sarana ibadah yang tidak mudah ditemukan, hingga sulitnya mencari makanan halal sebagai kebutuhan pokok yang sesuai dengan selera dan prinsip agama yang aku anut. Hal ini sangat mungkin juga dialami oleh banyak muslim yang sedang bepergian ke negara yang mayoritas non muslim, bukan hanya China.Hal kecil yang masih ku ingat dari perjalanan itu adalah saat seorang petugas imigrasi di Shanghai Airport mengucapkan 'Happy Birthday' sembari tersenyum yang mengejutkan memoriku dari kesan negatif selama satu minggu berinteraksi dengan penduduk lokal. Ya, kepulangan itu bertepatan dengan tanggal ulang tahunku. Semoga keramahannya memberikan kebaikan bagi si petugas imigrasi.Sebetulnya tidak sulit untuk survive di manapun kita berada, tidak peduli mayoritas muslim atau non muslim, daerah aman atau konflik, bahasa yang sama atau berbeda, karena perjalanan itu akan menemukan jalannya sendiri.Bagiku setiap perjalanan memiliki kesan tersendiri, tetapi bagaiamana kesan itu mengesankan orang lain memberikan nilai positif terhadap perubahan pola pikir dan perilaku.Ini berawal dari perjalananku di bulan Februari ke negeri yang banyak orang menyebutnya sebagai 'Incredible Country'. Ya, India memang negeri yang penuh kejutan bagi orang yang datang dan merasakan atmosfer kehidupan di sana, keunikan budayanya, kekhasan street foodnya dan tentu saja keramahan dan kehangatan warganya.Welcome to Jaipur International Airport terdengar sayup ketika pesawat yang aku tumpangi landing dengan mulus di ibukota Rajasthan, salah satu kota peradaban dengan banyak peninggalan warisan dunia sebut saja, Hawa Mahal yang terkenal dengan istana seribu jendelanya yang konon dibuat untuk memudahkan para permaisuri raja untuk mengintip karnaval atau acara-acara yang melewati jalan istana, Amber fort yang sangat megah dengan tembok besarnya, tidak hanya China yang memiliki tembok besar, tetapi Jaipur juga memiliki the great wall of India, dan masih banyak lagi bangunan atau peninggalan warisan dunia yang sangat luar biasa.Tiba di Jaipur tepat pukul 23.00 malam, terasa sekali udara dingin yang sangat menusuk, bagaimana tidak saat itu aku lupa membawa jaket yang biasa membersamaiku kemanapun aku pergi. Salahku tidak mencari informasi cuaca atau musim sebelum waktu keberangkatan, aku hanya berasumsi bahwa saat itu india gersang dan panas, dugaanku salah ternyata sebaliknya, aku sedang berada di akhir musim dingin kota Jaipur.Setelah melewati imigrasi Jaipur, inilah bermula petualangan itu. Bukan sesuatu yang mudah mencari public transport yang murah dari bandara ini menuju pusat kota dimana aku sudah booking kamar di sebuah guesthouse bergaya palace.Beruntungnya aku bertemu dengan pasangan pelancong dari negeri jiran Malaysia yang sebetulnya berada satu pesawat tetapi baru bertemu dan berbincang ketika berada di antrian imigrasi, yang akhirnya kami bersepakat untuk menggunakan taksi yang sama untuk sharing cost menghemat sedikit biaya perjalanan untuk mengantarkan kami dari airport menuju pusat kota.Dalam perjalanan kami cukup banyak bercerita tentang travelling, nilai-nilai kehidupan, pemahaman antar budaya sampai kepada kehidupan pribadi, hingga aku tahu bahwa pasangan ini adalah doctor di sebuah universitas terkemuka di Malaysia.Satu jam perjalanan ditempuh bukanlah waktu yang dirasa lama jika diiringi obrolan yang hangat dan perjalanan yang mulus, hingga akhirnya mobil sampai di depan sebuah hotel untuk mengantarkan teman perjalananku sepasang melayu beristirahat di sana.Mobil kembali melaju dan setelah sekitar 10 menit tibalah giliranku untuk turun, persis di depan di depan sebuah gedung tua yang bisa dipastikan itu adalah tempat dimana aku akan menginap karena plang masih sangat jelas bertuliskan Γ’β¬ΕRawla Mrignayani PalaceΒ sesuai dengan nama yang aku ingat dari sebuah voucher menginap yang dibooking seminggu sebelumnya.Esok hari aku bertemu dengan lokal india Rakesh Yadav namanya, yang menghubungiku melalui jejaring sosial, sebuah aplikasi silaturahmi yang anggota tersebar hampir ke berbagai belahan dunia. Sebetulnya aku merasa tidak yakin, khawatir ini adalah semacam scam atau penipuan yang aku sendiri belum tahu scam seperti apa yang akan dijalankan.Pikiran ini muncul karena banyak sekali tawaran dari lokal melalui apikasi tadi, yang ketika komunikasi berlanjut ujung-ujungnya aku diminta untuk membayar sejumlah uang karena mereka adalah tour guide atau agen perjalanan yang sedang menawarkan jasanya.Tidak salah aku menerima tawaran dari Rakesh, instingku cukup kuat untuk menilai dia walaupun di aplikasi itu tidak ada reference yang menyatakan bahwa dia adalah host yang baik.Beberapa hari aku ditemani olehnya dengan keramahan yang bagiku luar biasa, di antara kebaikannya adalah ketika di setiap perjalanan tas backpackku selalu dibawakannya karena dia pikir aku sudah cukup lelah dengan perjalanan yang begitu jauh dengan membawa tas yang cukup berat, juga ketika dia memberiku sebuah syal dan sweater, yang ketika itu suhu cukup dingin dan dia tahu aku tidak memakai kostum yang sesuai. Sungguh kepekaan dan apresiasi yang luar biasa, padahal aku tidak menunjukkan tanda-tanda sedang kedinginan ketika itu.2 hari waktu berlalu dirasakan terlalu cepat, hingga akhirnya aku harus pergi meninggalkan kota Jaipur menuju Agra, kota dimana salah satu landmark dan icon India Taj MahalΒ berada. Perjalanan dari Jaipur menuju Agra ditempuh sekitar 3-4 jam menggunakan kereta api india dengan warna birunya yang khas seperti banyak ditayangkan dalam film-film Bollywood.Aku bukanlah orang yang menikmati tidur ketika di perjalanan, selama 3 jam aku terjaga, yang aku lakukan hanya mengamati perilaku orang-orang sekitar di dalam kereta, melihat keluar jendela dan sesekali memulai percakapan dengan penumpang lokal yang ada di dekatku.Hingga mataku tertuju kepada sepasang paruh baya yang matanya aku perhatikan sering sekali menatap satu sama lain, si Pria menyiapkan roti, keju dan saus untuk si Wanita makan, mengelapkan tissue untuk membersihkan sedikit sisa makanan di sekitar bibir Wanita itu, sungguh jarang aku lihat romantisme dari pasangan paruh baya dengan perhatiannya yang begitu detil.Sayang seribu sayang, kedatanganku ke Agra bukan di waktu yang tepat, Taj Mahal ditutup untuk umum pada hari Jum at sehingga aku tidak bisa masuk ke dalam komplek yang sangat luas itu, padahal aku hanya mengagendakan satu hari di Agra karena besok sabtu paginya harus segera kembali ke New Delhi untuk mengejar pesawat yang akan membawaku pulang ke Jakarta.Akhirnya aku hanya memandangi Taj mahal dari jarak sekitar 400 meter di rooftop sebuah restaurant sambil menikmati sepiring Biryani Kashmiri dan secangkir Chai hangat, sungguh indah membayangkan romantisme dari seorang Shah Jahan terhadap istrinya Mumtaz Mahal, yang gambaran cintanya bisa jadi jauh lebih indah dari sebuah adi karya Taj Mahal yang dibuatnya.Cerita perjalananku ke India adalah diantara moment yang sangat berkesan dalam hidupku saat ini. Berharap perjalanan selanjutnya akan menambah kesan yang dapat aku bagi. Dubai UAE merupakan destinasi impian dari kalangan biasa sampai selebriti dunia.Dubai adalah cinta dan cerita lama yang dulu sering aku sebut bersama dengan teman-temanku ketika belajar di sebuah institute Bahasa arab di Bandung, Ma had Al-Imarat (Emirate College) yang berafiliasi dengan Yayasan dari United Arab Emirate.Sebetulnya sulit membayangkan bagaimana Dubai sesungguhnya, tiket pesawat dan biaya pembuatan visa yang mahal hampir memupus keinginanku untuk sekedar melihat dari dekat Burj Khalifa, dan masuk untuk ruku dan sujud di dalam sebuah masjid putih yang sangat Indah, Masjid Sheikh Zayed, sebuah ilustrasi dari sebuah kemegahan, keindahan dan keagungan. Dubai is the Grandeur of The World.. mungkinkah cerita ini akan membawaku ke sana? Perjalanan itu akan menemukannya jalannya sendiri.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum