Jakarta - Pulau Padar di Taman Nasional Komodo memang begitu indah. Keindahannya dijamin bikin jatuh cinta.Hari kedua Sailing Komodo merupakan perjalanan terbaik dalam 3D2N trip yang saya ikuti kapan hari. Kapal mulai bergerak meninggalkan Kalong Komodo sekitar pukul 04.30 Wita. Mesin kapal mulai dihidupkan dan berayun-ayun memulai perjalanan menuju Pulau Padar.Β Pulau Padar merupakan pulau terbesar ketiga di Kawasan Taman Nasional Komodo. BelakangAn pulau ini menjadi hit banget di jagad instagram. Landscape pulau ini sangat instagram-able dengan deretan bukit yang nampak tak tersentuh di antara cekungan-cekungan teluk yang saling berdekatan. Beruntung pagi itu kapal yang saya naiki berhasil merapat di pulau Padar setelah melalui goncangan ombak super hebat yang membuat keringat dingin mengucur deras di tubuh saya. Saya mabuk sodara.Β Sehari sebelumnya ternyata tak ada kapal yang berani melawan gelombong. Memang sudah beberapa kali saya mendapat info bahwa terkadang kapal-kapal menolak menuju Pulau Padar karena ombaknya terlalu dahsyat.Pagi itu cuaca cukup bersahabat. Begitu merapat, saya menikmati sarapan yang sudah disiapkan oleh chef kapal. Setangkup roti dengan isian telur dan buah semangka menjadi modal mendaki Pulau Padar. Sementara di ujung sana langit jingga mulai merekah di antara langit pagi yang sedikit mendung. Satu persatu anggota tim mulai turun dan mulai perjalanan. Tanjakan pertama yang harus kami lalui wow banget, dengan tingkat kemiringan lebih dari 45 derajat. Napas mulai memburu dan peluh bercucuran. Saya memutuskan berhenti sebentar di titik ini.Β Mengatur pernafasan, karena jarak sampai puncak masih lumayan panjang. Di depan saya melihat jalan setapak yang lebih datar, di kiri bukit dan di kanan teluk yang menganga lebar dengan view yang cantik. Pingin sih mengeluarkan kamera supaya bisa motret, tapi keselamatan lebih penting.Β Melanjutkan perjalanan dengan konsentrasi penuh, pelan-pelan asal selamat. Sementara teman-teman lainnya langkahnya secepat kilat. Saya tertinggal di tengah perjalanan, di salah satu spot di mana terdapat tanah datar lumayan luas dengan view yang memungkinkan saya bisa menyaksikan tiga cekungan Teluk yang menawan ituΒ akhirnya saya memutuskan untuk berhenti. Stop. Tidak meneruskan perjalanan.Kali ini cukuplah saya sampai di titik ini dulu. Lupakan satu step menuju puncak Pulau Padar yang fenomenal. Travel is not a sprint, a journey is not a marathon, chill out and enjoy the moment. Melepaskan tas ransel, meneguk air mineral, merasakan angin yang berhembus, mendengar deru ombak di bawah sana. Saya tidak menyesal berhenti di titik ini. Batas kemampuan masing-masing orang berbeda. Saya pikir, percuma saya naik sampai atas kalo hasilnya saya merepotkan orang lain. Tiba-tiba sebuah kesadaran begitu saja melintas di benak saya. Bahwa perjalanan tidak melulu tentang tempat baru yang kita singgahi, namun terkadang juga tentang kesadaran diri untuk tidak memaksa menantang hal yang mebahayakan. Jangan sampai tahu bagaimana caranya pergi namun tidak menemukan jalan untuk kembali.Destinasi kedua adalah Manta Point, yaitu satu spot di mana bisa menyaksikan manta yang berseliweran, mengingat arus air di bawah cukup deras. Karena tidak mahir renang saya memilih menyaksikannya dari atas kapal. Beberapa kali saya sempat menyaksikannya, sekawanan manta yang bergerak lincah dengan tubuhnya yang sangat lebar itu.Next destinasi adalah Taka Makassar a.k.a Pasir Timbul. Jadi ada pulau saling berdekatan yang dihubungkan oleh gundukan pasir. Jika air sedang pasang makan yang terlihat adalah dua pulau yang terpisah. Air lautnya tenang dengan warna tosca yang memukau. Kalau boleh saya bilang warnanya sudah sekelas sama warna air laut di Maladewa. Di spot ini kapal kami berlabuh cukup lama, karena ada beberapa kawan yang turun berenang dan mencoba mendatangi pulau-pulau kecil tersebut.Destinasi terakhir hari itu adalah Gili Lawa/Laba, kapal sampai di tempat ini masih cukup siang jadi kami mempunyai waktu yang cukup banyak untuk beristirahat sambil menikmati pisang goreng yang masih hangat. Melirik ke kapal sebelah, mereka menikmati singkong goreng. Looks yummy! Menjelang senja kami mulai melangkahkan kaki mendaki bukit gi Gili Lawa Darat untuk menyaksikan sunset. Ada beberapa puncak yang bisa didaki, dan kami memilih bukit yang tidak begitu tinggi namun dengan view sunset yang paling jelas tak terhalang oleh apapun. Meski sedikit mendung akhirnya bisa juga saya mencapture sunset menjelang hilang di balik bukit.Turun bukit malam itu kami disambut dengan aroma cumi goreng tepung yang menggoda. Request kami ke chef kapal akhirnya dipenuhi. Sayur kentang kare olahan chef juga enak banget, sayang begitu saya menanyakan resepnya dia tidak mau berbagi. Petualangan yang mengasyikkan.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!