Pengalaman Melintasi Selat Sape di Sumbawa Dengan Kapal Phinisi
Selasa, 09 Agu 2016 14:35 WIB

Adi Aghoy
Jakarta - Kapal phinisi menjadi salah satu moda transportasi menuju Sumba dari Sumbawa. Namun untuk mencapainya, traveler harus mengarungi ganasnya Selat Sape. Sore itu kami baru saja tiba di Pelabuhan Sape. Sebuah pelabuhan paling ujung di Pulau Sumbawa yang menjadi gerbang utama untuk menuju Indonesia Timur. Terlihat ada dua kapal ferry RORO yang sedang sandar di dermaga. Informasi sementara, satu buah kapal akan menuju Labuan Bajo, dan satu lagi akan menuju Waikelo, Sumba. Itu kapal yang akan kami pilih. Tak butuh waktu lama untuk kami mendapat kepastian, bahwa Kapal RORO yang menuju Waikelo hari itu tidak berangkat karena cuaca buruk. Berita ini cukup membuat kami was-was.Tak lama, kami didekati seseorang yang menanyakan identitas team, dan bertanya tentang apa yang kami lakukan di sini. Pak Zaenal. Ternyata beliau seorang anggota Kepolisian KP3, sebuah satuan yang bertugas di setiap pelabuhan. Beliau menyampaikan, bahwa ombak di Selat Sape sedang ganas. Tidak ada kapal yang berani menyeberang, terutama setelah peringatan itu dirilis secara resmi oleh BMKG Kupang, Nusa Tenggara Barat.Kami tidak bisa menunggu. Mencoba mencari alternatif lain dengan bertanya kepada nelayan setempat, yang lalu mengarahkan kami ke sebuah kapal Phinisi berwarna putih yang terlihat sandar di dermaga paling ujung. Beberapa kru terlihat sedang mencari penumpang, dan tak butuh waktu lama untuk mereka menawarkan kepada kami untuk menyeberang menuju Waikelo dengan menggunakan kapal yang sama. Kami berpikir sejenak. Tiga orang personil dalam team belum terbiasa, bahkan belum pernah naik kapal Phinisi ini. Sebuah kapal dengan Tonase 40 Ton dan kapasitas angkut penumpang hingga 80 orang. Komunikasi singkat dengan rekan di Jakarta menyiratkan keraguan, tapi keputusan ada di kami, Team lapangan. Tidak ada kata mundur, dan ini adalah pilihan.Pukul 21.00, empat unit motor Team Indonesia Eastcapade mulai dinaikkan, dan kami pun ikut naik setelah semua barang selesai dimuat ke lambung kapal. Kapal ini dinakhodai oleh Bapak Fulan, seorang pelaut asli Bajo. Suku Bajo adalah nama sebuah suku yang handal dalam mengarungi samudera yang telah ribuan tahun menjelajah laut nusantara, bahkan dunia. Pertanyaan singkat kepada beliau mengenai ganasnya ombak di selat Sape, hanya disambut oleh beliau dengan senyuman. Dan jawaban yang sangat menenangkan. βKapal Ferry besi itu baru beberapa tahun ada. Kapal kayu kami ini telah ratusan tahun mengangkut penumpang dan barang di lautan. Namanya laut, pasti berombak, dan kita terus belajar untuk bagaimana caranya, bukan melawan ombak,tapi menaklukkannya tanpa membuat celaka. Insya allah, ombak saat ini bukan yang paling buruk dari yang pernah kami lintasi, dan besok pagi kita akan tiba di WaikeloβKami mengambil tempat di atas atap kapal yang bergerak cepat dengan tiga mesin, meninggalkan dermaga Pelabuhan Sape, menuju Pelabuhan Waikelo, Pulau Sumba. Sebuah tiang layar yang berdiri kokoh di haluan, dengan lampu di ujungnya menjadi penanda satu-satunya, bahwa kapal sedang bergerak maju dengan kecepatan lebih kurang 23 Knot. Cukup cepat.Bintang bertaburan di langit Selat Sape. Awan gelap terlihat menggelayut didepan sana, yang entah berapa kilometer ke depan. Kapal mulai bergoyang ke kiri dan kanan. Haluan kapal pun terlihat mengangkat cukup tinggi, lalu kemudian terhempas kembali dan menyisakan deburan ombak yang membasahi seluruh bagian kapal. Di atas atap kapal, kami hanya 7 orang. 4 orang personil team, 2 orang penumpang dan 1 orang kru kapal yang mengatur navigasi kapal. Belasan orang penumpang lain berjejalan di geladak bawah.Enam jam di ayun ombak, seluruh personil Team nyaris tak bisa memejamkan mata. Ayunan kapal dan kuatnya hempasan ombak yang menggempur kapal membuat semua ketenangan hilang. Hingga akhirnya saat fajar menjelang, kami melihat cahaya terang di ujung sana. Pulau Sumba. Dan itu Waikelo, dermaga di sisi barat daya pulau Sumba yang akan menjadi pintu masuk kami untuk menuju Anakalang, Sumba Tengah. Enam Jam yang sungguh takkan terlupakan di tengah laut Selat Sape yang terkenal ganas.Β Β
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol