Jakarta - Cisanti di Jawa Barat merupakan hulu dari sungai Citarum yang mengalir sejauh 179 km. Danau ini memiliki panorama yang luar biasa indah.Setelah berkelok-kelok menyusuri jalanan sempit dari jalur Ciparay menuju Kertasari, sampailah di pintu gerbang Situ Cisanti. Para Dtraveler yang cukup boring di dalam bis seperti mendapatkan kembali ruhnya. Mereka turun dan langsung menyerbu penjual cilok. Rupanya lapar juga dirasakan para peserta yang ikut acara Detik Travel Goes to Citarum.Cuaca yang cukup mendung membuat acara menyerbu pedagang cilok ini cukup sukses. Cilok adalah makanan ringan khas dari Jawa Barat yang terbuat dari tepung tapioka. Bentuknya bulat dan dipanaskan seperti memanaskan bakso. Lebih nikmat lagi memakai saos atau bumbu kacang.Setelah mencicipi cilok, kami segera mendirikan tenda. Ternyata kami agak kesulitan mendirikan tenda yang sebetulnya sudah dirancang mudah ini. Setelah dibantu salah satu team DetikTravel semua tenda bisa didirikan dengan baik."Dtravelers harap berkumpul untuk makan siang," begitu suara dari megaphone. Itulah suara suara lembut dari gunung dewata yang ditunggu-tunggu. Ternyata panitia menyiapkan acara makan yang unik. Makan bersama di atas daun pisang. Nikmatnya meresap sampai ke sini. Iya ke sini nih. #tunjukperut.Sambalnya yang sangat paten menjadi pembicaraan sendiri di antara Dtraveler. Memang di suasana dingin, makanan hangat dengan sajian yang unik ini menjadi susah untuk dilupakan. Lalaban menjadi teman tak terpisahkan dari sambal nikmat ini. Dalam deraan lapar, saya menambah beberapa kali.Setelah makan, Pak Dudung yang menjamu kami bercerita singkat tentang Citarum. Salah satu yang saya ingat, beliau mengatakan bahwa pada aliran sungai ini bergantung hidup ribuan orang. Dari aliran airnya, tiga bendungan besar dibangun. Ada Jatiluhur, Saguling dan Cirata. 700 megawat listrik dialirkan dari sungai ini untuk menerangi Jawa, Madura dan Bali."Sekarang Citarum sudah sekarat," kata Pak Dudung. Hal itu disebabkan banyak hal. Penebangan hutan, alih lahan hutan menjadi kebun serta pencemaran aliran sungai menjadi hal yang bisa disebut ungkap pak Dudung. Beliau berharap agar para Dtraveler ikut berpartisipasi dan menyuarakan suara sekarat Citarum ini.Sesaat setelah itu kami bergeser ke arah Situ Cisanti yang merupakan hulu sungai Citarum. Kami dibekai plastik untuk memungut sampah-sampah yang ditemui dalam perjalanan keliling Situ Cisanti. Setelah menuruni beberapa tangga ujung dari Situ ini terlihat. Ketika sudah sampai di bawah, pemandangan khas Kahyangan terpampang di depan kami.Danau yang berair hijau kebiru-biruaan tenang ditiup angin dari Gunung Wayang. Tegakan hijau pohon eucaliptus yang berwarna warni menjadi penghias yang manis.Cuaca saat itu betul betul menjadi satu kemewahan bagi kami. Selama kami menyusuri Situ Cisanti, cuaca betul-betul asyik. Matahari yang tadinya tersembunyi awan kelabu, muncul dan memberikan kehangatan di sekitar Gunung Wayang Windu. Inilah belaian angin negeri dewata.Menurut Kang Bachtiar dalam buku Bandung Purba, kata wayang berasal dari kata Wa yang artinya angin semilir dan lembut dan Yang atauh Hyang artinya dewa atau Tuhan. Artinya di sinilah angin sorgawi dari Kahyangan mengelus lembut. Sebutan ini tentu saja sebagai gambaran dari keindahan tempat ini. Sambil memunguti sampah, tak henti saya mengucap syukur kepada Allah, Tuhan Maha Indah dan Maha Kuasa akan keindahan yang kunikmati siang itu.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol