Ternyata Ada 'Gang Dolly' Di Hamburg
Jumat, 03 Jan 2014 11:34 WIB

dwi suprayitno
Jakarta - Kalau Amsterdam terkenal dengan Red Light District, Kota Hamburg di Jerman juga punya yang semacam itu. Saint Pauli District di Hamburg adalah kawasan khusus orang dewasa dengan jejeran bar, night club dan tari striptis.ST Pauli District adalah pusat hiburan malam terbesar di Hamburg, Jerman. Tempat ini mengingatkan saya akan Gang Dolly, sebuah lokalisasi yang konon terbesar di Indonesia.Gang Dolly, siapa sih yang tidak kenal dengan nama tempat ini? Ya, sebuah lokalisasi yang konon katanya terbesar di Asia Tenggara. Nah, ternyata di Hamburg ada kembarannya. Awalnya kami menemukan tempat ini secara tidak sengaja saat keliling mencari restoran China untuk makan malam. Maklum, perut Asia kurang bisa terima diisi makanan barat.Kami berkeliling kota sambil mencari tempat makan yang buka. Setelah berkendara setengah jam, akhirnya menemukan restoran Man Wah. Pada saat menunggu makanan yang kami order, dari kejauhan kami melihat banyak orang bergerombol dan bangunan-bangunan yang dihiasi lampu warna-warni.Ketika saya tanya tempat apa, saya dijelaskan itu adalah ST Pauli District, pusat hiburan malam terbesar di Hamburg. Setelah menghabiskan sepiring nasi dengan lauk roasted duck dan bakmi goreng, akhirnya kami semua sepakat untuk jalan-jalan ke sana.Dinginnya udara malam akhir musim gugur tidak menyurutkan langkah kami untuk menuntaskan rasa penasaran. Secara umum ST Pauli, khususnya Reeperbahn Street mirip dengan Gang Dolly yang ada di Surabaya, dengan versi yang lebih modern tentunya.Daerah ini merupakan kawasan lampu merah (red light district) diisi dengan deretan toko-toko yang menjual sex toys berjejer di sepanjang jalan. Diselingi dengan night club, bar dan strip club. Tidak terlalu banyak wanita penghibur yang berkeliaran di jalan, justru banyak pasangan muda-mudi dan gerombolan anak-anak muda yang berkeliaran di jalan sambil minum bir.Mungkin karena udara malam yang dingin mereka lebih memilih menghabiskan waktu di dalam club atau bar. Maklum rata-rata bajunya minim. Dari luar terlihat para penari striptis sedang meliuk-liukkan badannya di sebuah tiang diiringi musik riuh dan gemerlap lampu-lampu disko.Sayang saya tidak bisa banyak mengambil gambar, karena takut menyinggung privasi orang-orang yang ada di sana. Bisa panjang urusannya nanti. Karena malam beranjak semakin larut dan banyak penjaga toko sex toys menghampiri kami untuk menawarkan dagangannya, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel.Pengalaman ini membuat saya berpikir bahwa prostitusi akan selalu ada dan mengisi dinamika suatu kota selama ada permintaan dari para petualang syahwat. Bahkan prostitusi bisa menjadi salah satu alat gratifikasi.Lalu apakah perlu, dalam perencanaan kota secara komprehensif ada zona khusus untuk prostitusi? Ataukah prostitusi itu dibiarkan tumbuh secara alami? Entahlah.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!