Bertemu 'Cheng Ho' Hingga Jadi Astronot di TMII

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bertemu 'Cheng Ho' Hingga Jadi Astronot di TMII

Anep Paoji - detikTravel
Sabtu, 30 Jan 2016 15:30 WIB
loading...
Anep Paoji
Pak Jaya menerima kenang-kenangan dari redaktur detikTravel
Monumen Perlawanan Laskar Tionghoa
Bertemu Cheng Ho Hingga Jadi Astronot di TMII
Bertemu Cheng Ho Hingga Jadi Astronot di TMII
Jakarta - Taman Mini Indonesia Indah atau TMII memang layak disebut taman rekreasi edukasi serba ada. Selain anjungan provinsi Indonesia, terdapat juga anjungan Tionghoa hingga wahana luar angkasa baru.Tidak berlebihan jika saya menyebut Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai legenda destinasi wisata budaya di tanah air. Meskipun terlalu mainstream karena banyak orang yang tahu dan juga bukan lokasi wisata baru, namun keunikannya mampu memposisikan TMII sebagai arena wisata budaya yang tidak lekang oleh zaman.Pekan lalu, Minggu (24/1/2015), pertama kali saya berkunjung ke TMII di Jakarta Timur tersebut. Menghadiri undangan workshop menulis ala detikTravel di Museum Indonesia. Berkunjung ke Jakarta bukanlah hal yang jarang, tetapi masuk miniatur nusantara yang tidak kecil ini merupakan pengalaman baru.Di luar dugaan saya, banyak sekali arena yang dapat dieksplorasi di samping sekedar bermain. Sedikitnya terdapat 33 anjungan yang mewakili adat istiadat dan kebudayaan masing-masing provinsi di tanah air. Mulai Aceh sampai Papua dapat ditemukan pada anjungan yang berbeda.Terdapat 9 wahana rekreasi dari mulai Keong Mas hingga Balon Raksasa. Terdapat 11 taman, mulai dari taman melati hingga taman reptilia. Kalau belum cukup, Anda juga dapat mengunjungi 16 museum, mulai museum minyak dan gas, listrik hingga museum bait al-quran.Menurut Pak Jaya, salah seorang jajaran manajeman TMII, Taman Mini bukan lokasi wisata yang didesain untuk seru-seruan semata, melainkan edukasi budaya. Pengelola membatasi dan hanya mengizinkan pembukaan arena baru yang masih berdekatan dengan tema-tema edukasi, budaya, ilmu pengetahuan juga alam raya.Di sini traveler akan merasakan perbedaannya dengan arena wisata lain di Jakarta. Misalnya Ancol yang memang didesain untuk happy fun dan seru-seruan melalui permainan-permainan modern dan sangat canggih. Dengan demikian, TMII lebih menghadirkan suguhan kekayaan budaya nusantara termasuk agama di dalamnya.Β Dengan waktu yang terbatas saya menyempatkan mampir ke sebuah masjid di lokasi dalam TMII. Masjidnya bersih, nyaman dan sangat terbuka. Hanya terpisah joglo kecil yang berhadapan dengan pintu utama masjid. Lalu terdapat sebuah gereja yang halamannya sedang dipadati jemaat ibadah hari Minggu.Bukan hanya itu, di TMII terdapat Kelenteng, Pura dan rumah ibadah agama resmi di Indonesia. Semua itu bukan pajangan atau museum, tetapi selalu aktif digunakan. Semuanya damai berdampingan dan penuh toleransi. Kata Pak Jaya, β€œjika ingin melihat kerukunan dan toleransi bergama di tanah air, datanglah ke TMII”.Karena TMII didesain sebagai ajang wisata edukasi dan budaya, tarif masuk pun relatif murah. Setiap orang hanya membayar tiket Rp 10.000 dengan waktu sepuasnya, mulai buka pukul 07:00 hingga 21:00. Untuk rombongan tertentu bisa mendapat tiket masuk gratis atau diskon khusus dengan sebelumnya mengkonfirmasi pengelola.Untuk masuk beberapa wahana masih dikenai tarif di luar tiket. Seperti Sky World (Among Putro), Sea World, naik kereta gantung yang tarifnya sekitar Rp 40.000 per orang. Sedangkan masuk museum hanya Rp 15.000/orang.Transportasi menuju TMII sangat mudah dari arah Kota Jakarta. Selain karena sangat terkenal, juga transportasi sangat banyak. Yang paling mudah memang dari Terminal Kampung Rambutan. Saya sendiri dari Tasikmalaya naik Bus Budiman turun di Terminal Kampung Rambutan. Lalu naik mikrolet jalur 40 dan tepat berhenti di pintu masuk TMII. Ongkosnya hanya Rp 3.000-an meski saat itu sopir tidak memberi kembalian dari bayaran Rp5.000. Hal yang sama pulang dari TMII, naik mobil jalur yang sama depan pintu gerbang menuju terminal Kampung Rambutan.Hanya saja dari pemberhentian angkutan umum, cukup jauh harus jalan kaki ke pintu gerbang penjualan tiket. Setahu saya dari pemberhentian angkutan umum tidak ada armada yang disediakan oleh TMII. Jalan kaki sekitar 15 menit.Setiap keramaian seperti tempat wisata TMII yang merupakan tempat orang banyak menyuburkan para pedagang kuliner atau cenderamata. Di dalam TMII, banyak sekali penjual kuliner, mulai kaki lima hingga makanan cepat saji waralaba. Yang paling banyak memang seputar minuman segar. Kopi salah satunya. Minuman yang enak dinikmaati dalam keadaan panas atau dingin ini selalu tersedia di segala situasi. Selain dijual di gerai dan kafe resmi, kopi sangat banyak dijajakan ibu-ibu yang keliling TMII sambil menenteng termos khasnya.Saya pun mencoba membeli. Di ruang workshop menulis, panitia tidak menyediakan. Usai santap siang saya mencari ke luar Museum Indonesia. Penjual sangat mudah didapat. Sekali kode saja, ibu-ibu pedagang berlogat Betawi itu sudah paham. Ia membuat kopi susu, kopi hitam yang saya minta sudah habis.Harganya Rp 4.000/gelas plastik kecil, harga kopi segelas rata-rata di kaki lima di Jakarta. Harga yang sama saya dapatkan di Terminal Kampung Rambutan, yang saya sruput sambil menunggu bUs berangkat. Menurut ibu penjual Kopi, sehari paling tidak menjual 30-50 gelas kopi. β€œKalau laku 100 gelas kopi saya sudah untung besar pak,” katanya.Lokasi TMII yang luasnya 150 ha tidak dapat ditempuh dengan hanya jalan kaki. Kalaupun mampu, dijamin kaki anda pegal-pegal karena luasnya arena. Untuk mengekplorasi lebih luas dengan waktu terbatas, sebaiknya Anda menggunakan transportasi yang disediakan pengelola TMII.Ada beberapa jenis tranportasi di dalam. Ada kereta gantung tarif Rp 40.000/orang, kereta wisata (shalter) Rp 10.000/orang dan kereta api kelinci Rp 10.000/orang.Saya mencoba naik kereta gantung di stasiun sektor kiri TMII. Waktu tempuh sekitar 20 menit pulang-pergi. Sebenarnya kita bisa turun di setasiun berikutnya untuk memperluas eskplorasi dan nyambung denganΒ  kereta gantung terbang ke area TMII bagian selatan. Hanya saja waktu sudah mepet untuk workshop dan saya kembali ke stasiun awal.Dari atas kereta gantung membuat area TMII di bawah sangat jelas. Nampak puluhan anjungan dengan berbagai karakteristik daerah. Ada Sumatera, ada Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Papua. Terlihat juga miniatur pulau-pulau besar Indonesia yang begitu luas.Di sini pantas saya bangga dengan Indonesia. Begitu luas begitu kaya raya sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya.Salah satu wahana terbaru di TMII adalah Sky World Indonesia. Saking barunya, hingga tulisan ini dibuat, arena Sky World belum ter-update pada web site TMII. Menurut pengelola, arena Sky World baru dibuka beberapa bulan lalu dan kondisi bangunan serta kelengkapan sarana masih sekitar 30 persen.Β  Meski demikian arena ini telah dibuka untuk publik dan dapat dikunjungi setiap saat dengan tarif Rp 40.000/orang.Sky world memang lebih tepat untuk wisata dan edukasi anak-anak, meskipun tak kalah menfaatnya buat orang dewasa terutama peminat soal ruang angkasa dan benda langit.Nama lain Sky World ini 'Among Putra,' bahasa Jawa yang berarti tempat bermain anak. Saya masuk ke Sky World masih dalam paket workshop travel writing detikTravel. Tentu saja tanpa bayar. Cukup menarik informasi dunia langit yang disajikan di dalam museum mini ini. Begitu masuk kita disuguhkan dengan jajaran miniatur roket untuk menembus ruang angkasa. Ada roket milik Amerika Serikat, Milik Rusia dan milik Korea Selatan. Setiap pengunjung diajak menyusuri setiap arena. Ada arena menonton film dunia langit, perkembangan manusia berinterkasi dengan benda-benda langit, mulai suku maya hingga peradaban modern. Yang unik dalam sebuah ruangan dijelaskan, struktur Candi Borobudur di Indonesia, merupakan salah bangunan yang dihitung secara detil dan matang berdasarkan peredaran matahari. Hal ini memberi gambaran bahwa manuaia zaman dahulu sudah sangat memahami ilmu-ilmu alam, khususnya tentang benda-benda langit. Hingga bangunan-bangunan mereka didesain juga diperhitungan berdasarkan garis-garis edar benda-benda langit tersebut.Dalam sebuah ruang juga dijelaskan, bagaimana perebutan kekuasaan di ruang angkasa oleh negara-negara adidaya hingga terkenal dengan perang dingin antara Amerika dan Unisoviet. Puncaknya, Amerika (NASA) memenangkan pertarungan dengan mendaratkan manusia di bulan pada tahun 1966.Tak lalah menariknya, di area Sky World terdapat miniatur alam langit (Planetarium) yang dikombinasi dengan teknologi audio visual canggih. Para pengunjung masuk dalam ruangan bulat seolah masuk pada dunia baru dan menyaksikan bagaimana benda-benda langit bervolusi, beranak pinak bahkan musnah.Β  Setiap pengunjung menyaksikan benda langit secara nyata sambil berbaring. Untuk sekedar seru-seruan di Among Putro, setiap pengunjung bisa menjadi astronot dadakan setidaknya dalam foto. Terdapat ragam background para astronot yang sedang mengangkasa. Dengan posisi berfoto tiga dimensi, hasil foto yang baik akan memberi kesan seolah-olah Anda sedang berada di luar angkasa. Saya pun mencoba jadi astronot dadakan.Anjungan terbaru di TMII berikutnya Taman Budaya Tionghoa. Anjungan ini memberi informasi serta peran warga Tionghoa pada masa penjajahan maupun masa pembangunan Indonesia. Taman Budaya Tionghoa terdapat di sebelah selatan TMII. Sebaiknya jika berkunjung ke sini Anda menggunakan mobil shalter karena posisinya paling Selatan, cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki dari tugu TMII atau dari pintu gerbang.Begitu masuk ke taman ini, kesan Tionghoa sudah terasa. Di samping banyak turis asal Tionghoa, juga tulisan dan desain bangunan sangat kental dengan arsitektur China. Gapura dengan pilar sangat tinggi besar bertuliskan Taman Budaya Tionghoa berbahasa Indonesia di atas huruf China, keduanya berwarna keemasan.Di samping kiri-kanan pintu gerbang, terdapat ukiran kayu setinggi 7 meteran dengan ukiran naga-naga. Selang beberapa meter dari gapura, sebelah kanan terdapat bangunan Tionghoa tempo dulu, Taman Dua Belas Shio dengan lambang-lambang lengkap. Seperti shio anjing, kuda, monyet, babi, tikus dan lain-lain. Semua ini berkaitan dengan kepercayaan Tionghoa yang biasanya dikaitkan dengan setiap pergantian tahun. Di taman ini juga terdapat museum dengan nama yang begitu melegenda. Yakni Museum Chengho (1371-1435), seorang laksamana yang diutus oleh Dinasti Ming dengan 4.000 armada muhibah ke Nusantara dulu. Patung Chengho berdiri kokoh menghadap sebuah danau kecil, seolah menggambarkan keberaniannya saat akan mengarungi lautan.Β  Di Surabaya, nama Chengho ini diabadikan dalam sebuah Masjid Cheng Hoo yang arsitekturnya mirip kelenteng atau arsitektur bergaya Tionghoa. Selain Patung Cheng Ho, terdapat patung Khong Hu Cu sebagai pendiri agama Kong Hu Cu. Dibangun juga replika tokoh-tokoh Tionghoa pada masa penjajahan dengan menumen Laskar Perlawanan Tionghoa dan Jawa Melawan VOC 1740-1743. Terdapat juga Museum Hakka Indonesia. Hakka merupakan salah satu suku Tionghoa yang konon peranannya di tanah air cukup besar. Sayang begitu tiba di Museum Chengho dan Hakka Indonesia, waktu buka sudah tutup sehingga tidak sempat mengekplorasi lebih dalam. Saya hanya sempat memotret gedung dan beberapa sudut ruangan museum.Kesan saya, begitu luasnya TMII ini. Saya juga kagum terhadap pendiri dan penggagas TMII tersebut. Layak acungkan jempol terhadap (alm) Suharto yang di zamannya TMII ini dibangun (1975). Lepas dari kekurangan dan sentimen negatif terhadap bapak pembangunan ini, suka atau tidak suka, karyanya kini dinikmati anak bangsa dan mampu memberi inspirasi tentang kebangsaan, kebhinekaan serta pentingnya nasionalisme dalam persatuan dan kesatuan.
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads