Pakar UGM Kecam Pemanfaatan Gajah untuk Bersihkan Puing Banjir

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pakar UGM Kecam Pemanfaatan Gajah untuk Bersihkan Puing Banjir

Femi Diah - detikTravel
Selasa, 16 Des 2025 18:11 WIB
Pakar UGM Kecam Pemanfaatan Gajah untuk Bersihkan Puing Banjir
Seekor gajah sedang mengangkut puing kayu pasca banjir bandang dari pemukiman penduduk di Gampong Meunasah Bie Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Senin (8/12/2025). (Rahmat Fajri/Antara)
Jakarta -

Langkah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh telah menurunkan empat gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) untuk membantu membersihkan puing-puisi usai banjir menuai pro dan kontra. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof Dr drh Raden Wisnu Nurcahyo mengecam.

Keempat gajah bernama Abu, Midok, Azis, dan Nonik itu merupakan gajah jinak yang terlatih oleh Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka membantu menyingkirkan tumpukan kayu dan material berat.

Sebelum gajah itu dikirim ke Pidie, BKSDA mengklaim telah melakukan pengecekan pada gajah-gajah tersebut. Abu dkk juga gajah-gajah yang diturunkan untuk membersihkan puing-puing di Aceh usai tsunami.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wisnu menyebut empat gajah sumatera itu menghadapi risiko kesehatan dan kesejahteraan. Kondisi lapangan yang dipenuhi oleh puing-puing bangunan dan material tajam dapat membawa penyakit menular pada gajah.

"Jadi, sebetulnya gajah-gajah yang dikerahkan membersihkan puing pascabencana itu sebenarnya menyalahi hak kesejahteraan hewan. Karena apa? Di sini kan gajah seperti dipekerjakan," kata Wisnu dalam laman UGM, dikutip Selasa (16/12/2025).

ADVERTISEMENT

Wisnu menilai bahwa pengerahan gajah pada lokasi bencana juga melanggar lima prinsip kebebasan (Five Freedoms) dalam animal welfare yang seharusnya dipenuhi.

Dia mengatakan prinsip itu menunjukkan bahwa satwa harus bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit, serta bebas mengekspresikan perilaku normal, dan bebas dari rasa takut dan tertekan.

Menurutnya, pengerahan gajah hanya dapat dibenarkan pada keadaan sangat darurat ketika alat berat tidak tersedia atau tidak dapat menjangkau lokasi.

Wisnu juga menyebut bahwa gajah yang dipaksa bekerja di lingkungan ekstrem juga rentan mengalami stres. Wisnu mengatakan gajah yang lelah cenderung menolak perintah pawang dan dapat memberontak.

"Aktivitas mereka umumnya terbatas pada makan, istirahat, atau patroli sesekali. Karena itu, menempatkan mereka pada kondisi ekstrempascabencana berisiko tinggi, baik bagi kesehatan maupun keselamatan mereka," kata dia.

Apabila tidak tertangani dengan baik, stres pada gajah dapat berkembang menjadi gangguan perilaku dan sifat agresif. Menurutnya, situasi ini menunjukkan adanya batasan jelas mengenai kemampuan dan keamanan gajah.

"Kalau terus dipaksa, gajah bisa stres, sakit, dan memunculkan sifatliarnya. Dia bisa melukai orang lain atau dirinya sendiri. Dalam kondisi ekstrem, stres berulang bahkan bisa berakibat kematian," kata dia.

Wisnu merekomendasikan agar instansi terkait dapat mendorong pemanfaatan gajah dalam peran yang lebih aman dan edukatif.

"Alam hutan itu bukan punya manusia, tapi milik sesama. Antara manusia, satwa liar, dan alam harus bisa berdampingan supaya gajahnya lestari, masyarakatnya sejahtera, dan habitatnya tetap baik," ujar Wisnu.




(fem/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads