Antelope Canyon di AS? Bukan, Ini di Flores
Sabtu, 04 Jul 2015 11:30 WIB

Pande Putu Hadi W
Jakarta - Arizona di AS memiliki cekungan alam unik yang dikenal dengan Antelope Canyon. Namun tidak perlu liburan ke AS untuk melihatnya, cukup ke Maumere di Flores saja. Di Maumere ada objek wisata Cekungan Batik Wair yang tampak mirip.Perjalanan kami terhenti pada sebuah cekungan hampir menyerupai sebuah gua dengan bagian atas terbuka yang merupakan hulu dari sungai yang kami susuri sedari tadi. Sesaat saya terdiam memperhatikan rangkaian bebatuan indah di sekeliling cekungan ini. Cahaya matahari yang masuk menembus lebatnya hutan di atas cekungan, memberikan kesan dramatis. Perpaduan cahaya matahari yang hangat dengan warna batu yang gelap menghasilkan warna kecoklatan. Batuan berlapis-lapis dengan warna kecoklatan membuat saya berkhayal tentang kue lapis legit yang biasa dibelikan ibu di rumah. Lupakan lapis legit yang menggugah selera, alihkan angan Anda ke sebuah ngarai atau lembah di Arizona, Amerika Serikat. Pernahkan anda melihat foto-foto dari bebatuan di Antelope Canyon? Ya, saya pikir tak perlu jauh-jauh datang ke Arizona, karena di Maumere ini saya bisa menemukan formasi bebatuan yang identik, walaupun itu tak semegah di Antelope Canyon. Sepintas saya pernah membaca, bebatuan seperti di Antelope Canyon ini terbentuk akibat peristiwa banjir bandang dan kemudian mengalami proses Subaerial. Ketika saya melihat di akhir cekungan Batik Wair, memang terlihat seperti dulu pernah terjadi banjir bandang di daerah ini. Bedanya, cekungan di Batik Wair terkikis kemudian menjadi sebuah mata air.Nama Batik Wair sendiri berasal dari dua kata, yaitu kata Wair yang dalam bahasa setempat berarti air, sedangkan kata batik masih rancu. Tapi menurut kepala desa yang saya temui, batik itu merupakan penggambaran bentuk batuan disekitar mata air yang membentuk pola seperti batik.Desa Batik Wair terletak di Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Berjarak sekitar 24 km dari kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, atau sekitar 45 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Dari jalan utama Trans Flores, berbeloklah di sebuah pertigaan kecil sebelum pertigaan besar menuju desa Hepang. Landmark yang bisa Anda jadikan acuan adalah sebuah tower telekomunikasi dekat dengan jalan utama. Selama perjalanan nanti Anda akan melewati perkebunan kakao, kelapa, dan kopi milik masyarakat. Selepas jalan aspal, Anda akan melalu jalan trabas yang di kiri kanannya masih berupa hutan. Beberapa saat kemudian Anda akan memasuki kawasan yang banyak terdapat pohon besar hingga berbentuk seperti kanopi sehingga suasana sekitar menjadi rindang dan teduh. Sesekali tengoklah ke samping. Apabila Anda sudah melihat sungai, berarti Anda telah dekat dengan lokasi mata air. Temui penduduk sekitar dan tanyakan dimana rumah Bapak Desa. Utarakan maksud dan tujuan Anda ke sana, dan mintalah izin untuk menuju mata air.Setelah menitipkan kendaraan di rumah Bapak Desa, mulailah menuruni tebing menuju ke sungai. Di bawah Anda akan menemui sebuah bendungan air kecil. Menurut penuturan penduduk yang kami temui di sekitar sana, bendungan ini akan ramai dengan orang berenang ketika akhir pekan. Susuri arah hulu sungai, sepanjang perjalanan Anda akan bertemu dengan penduduk sekitar yang memanfaatkan beberapa pancuran yang tersedia untuk mandi atau mencuci. Sekitar 30 menit kemudian, perjalanan akan berakhir di sebuah cekungan mirip gua, di sanalah lokasi bebatuan indah ala Batik Wair.Pemandangan indah yang tersuguhi di depan mata mampu mengalihkan perhatian saya dari rasa lapar. Berpacu dengan rasa lapar, saya segera mengabadikan keindahan tiap lekuk kurva batuan Batik Wair. Walaupun berada di Kecamatan Lela yang notabene sudah terkenal di nusantara sebagai tempat awal masuknya agama Katolik di Flores. Formasi batuan ala mata air Batik Wair sendiri belum banyak diketahui, bahkan oleh masyarakat Kabupaten Sikka.Lagi-lagi ciri khas perjalanan ke desa-desa di Flores ini adalah infrastruktur yang masih kurang. Jalanan yang masih banyak berlubang, tentunya akan lebih sulit ditempuh ketika musim hujan. Sangat disayangkan, desa ini belum terjangkau aliran listrik PLN. Saya melirik jam tangan, ternyata sudah pukul 10.00 pagi. Keindahan Batik Wair sudah saya abadikan dalam bidikan kamera. Tak lupa otak saya ikut mengabadikan setiap memori dan pengalaman baru selama perjalanan. Saya teringat perut ini belum tersentuh makanan sejak pagi tadi. Pantas saja khayalan saya dari tadi tidak jauh-jauh dari makanan. Segera saya cari tempat teduh, membuka perbekalan saya, dan menikmatinya ditemani gemercik air dari mata air Batik Wair. Terima kasih Flores!
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum