Wisata Beda, Berziarah ke Makam Para Raja Mataram di Imogiri
Selasa, 17 Feb 2015 15:09 WIB

Darwance Law
Jakarta - Berwisata di Yogyakarta tidak melulu wisata ke pantai, budaya dan belanja saja. Anda juga bisa wisata religi dengan berziarah ke makam para Raja Mataram di Imogiri. Makam yang terkenal sakral bagi warga Yogyakarta ini layak Anda kunjungi.Salah satu alasan mengapa hingga kini Yogyakarta tetap menyandang status istimewa adalah karena keistimewaan itu sendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Salah satu keistimewaa itu misalnya adalah sistem kerajaan yang tetap diwarisi hingga kini di Yogyakarta. Bahkan, tidak seperti daerah lain, jabatan gubernur di sini pun langsung dijabat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono yang tak lain adalah raja dari Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sungguh istimewa, bukan?Omong-omong soal raja, di Jogjakarta ada sebuah komplek pemakaman yang berisi makam raja-raja Mataram dari dulu hingga yang terakhir meninggal dunia. Namanya Pemakaman Imogiri. Sebagaimana namanya, pemakanan ini terletak di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Berbeda dengan pemakanan pada umumnya, komplek pemakaman ini terletak di atas sebuah bukit. Maka tak heran, untuk mencapai komplek pemakaman, diperlukan tenaga ekstra. Bagaimana tidak, sebelum mencapai puncak, kita harus melewati begitu banyak anak tangga. Maklum, pemakaman ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu.Pada suatu hari, saya bersama Anisa Rahardini dari Magelang, Putu Dian Pratiwi dari Bali, dan Eka Lestaria dari Ternate, pergi menyambangi komplek pemakanan yang berdasarkan catatan sejarah dibangun pada tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja Mataram I.Sebetulnya, sudah lama kami berniat hendak mendatangi pemakaman yang dianggap keramat, terutama oleh masyarakat Yogyakarta ini. Alhamdulillah, niat itu akhirnya berubah menjadi rencana yang akhirnya terlaksana. Mengendarai sepeda motor, berangkatlah kami dari daerah Bulaksumur, dimana kampus kami berada.Saya berboncengan dengan Anisa, sedangkan Dian dengan Eka. Untuk mencapai tempat ini sangat mudah, cukup mengikuti penunjuk arah jalan yang saya rasa sangat lengkap di Yogyakarta. Dengan begitu, saya yakin kita tidak akan tersesat. Perempatan terminal Giwangan, lurus ke arah selatan. Jangan lupa, sering-seringlah bertanya kepada warga. Jangan khawatir, orang Jogja itu ramah-ramah. Tak percaya? Datanglah ke Jogja!Singkat cerita, setelah menempuh kurang lebih setengah jam perjalanan, sampailah kami di Imogiri. Oleh pemerintah daerah setempat,komplek pemakanan ini dijadikan sebagai salabh satu objek wisata, utamanya wisata religi. Sama seperti objek wisata yang lain, di sini pun ada begitu banyak pedagang yang menjajakan makanan kepada para pengunjung yang datang. Jadi, jangan takut kelaparan karena belum sempat makan sebelumnya.Hujan turun rintik-rintik kala itu. Sebelum naik ke area pemakaman, sebelum hujan tambah deras, kami membeli jas hujan tipis warna-warni yang terbuat dari kertas plastik. Lumayanlah untuk menahan air biar tak basah. Wow, setelah masing-masing mengenakan jas hujan itu, penampilan kami jadi lebih mirip pasukan teletubies; merah, kuning, hijau, dan biru.Pedagang memang cukup banyak di sini. Selain menjajakan makanan, jas hujan, ada pula yang menawarkan semacam brosur yang berisi sejarah dan sketsa tata letak makam para raja yang sudah di makamkan di Imogiri. Salah satu dari kami langsung membeli beberapa lembar kertas yang terlipat-lipat itu, lalu kami membacanya sekilas secara bergantian. Sejarah singkatnya, pemakanan ini berawal dari Kanjeng Sultan Agung yang melemparkan pasir yang berasal dari Mekkah, dan pasir itu jatuh di Pegunungan Merak. Setelahnya, segeralah dibuat makam raja di pegunungan yang besar dan tinggi.Seperti saya ceritakan sebelumnya, sebelum memasuki makam, ada banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter, kemiringan kira-kira 45 derajat yang menghubungkan pemukiman penduduk di bawah dengan makam yang berada di atas. Jumlah anak tangga di Permakaman Imogiri adalah 409 anak tangga. Mengenai anak tangga ini, ada mitos yang berkembang dan dipercayai oleh sebagian masyarakat, yakni apabila pengunjung berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya akan terkabulkan.Langka demi langkah, akhirnya sampailah kami di depan gerbang utama pemakaman Imogiri. Sebelum masuk, kami membeli beberapa botol minuman. Letih juga ternyata manapaki satu demi satu anak tangga. Setelah rasa lelah perlahan menghilang, kami langsung melanjutkan perjalanan, memasuki area makam. Wah, ternyata makam utama masih jauh, harus naik lagi.Hmm.. Satu hal yang harus dipatuhi, dimulai dari gerbang tertentu, kita tidak diperbolehkan mengambil gambar alias foto sana-sini. Itu artinya, semua peralatan yang bisa difungsikan sebagai kamera, harus ditinggalkan di bagian itu. Lagipula, untuk terus melanjutkan perjalanan ke atas, kita diharuskan untuk mengenakan pakaian khas budaya Jawa. Unik bukan? Saya sih senang-senang saja bisa berpakaian ala Jawa. Kapan lagi coba?Oh ya, mengenai pakaian, bagi pengunjung wanita, harus mengenakan kain panjang, kemben, dan melepas pakaian bagian luar sebelumnya, termasuk pula perhiasan. Itu artinya, Anisa, Dian, dan Eka, harus berubah penampilan sejenak. Anisa sih aslinya memang orang Jawa, lalu bagaimana dengan Dian dan Eka? Saya jadi penasaran.Oh ya, saya sendiri harus mengenakan kain panjang, baju peranakan, dan blangkon. Hal lucu kemudian terjadi. Setelah bertukar pakaian, dari pakaian saya sebelumnya, saya menunggu pada sebuah pendopo, sementara ketiga perempuan tadi berganti pakaian ditemani seorang ibu-ibu memasuki sebuah ruangan. Saat mereka keluar, ternyata mereka tak lagi mengenal saya! Parahnya, masak saya dikira mas-mas yang jadi penjaga makam? Oh my God! Sebegitu besarnya perubahan saya hanya oleh karena pakaian Jawa?Prosesi berganti pakaian pun selesai. Sebelum terus melanjutkan perjalanan menuju area makam utama, terlebih dahulu kami mengabadikan penampilan kami yang langka ini dalam bidikan kamera. Sungguh, hasilnya seperti masyarakat Jawa zaman dahulu yang sering saya lihat di film-film kerajaan tanah air masal silam di televisi.Apalagi, arsitektur area pemakaman yang sudah berusia tua, menambah kesan zaman dahulu semakin terasa. Wuih, pokoknya serasa menjadi pemain figuran yang wara-wiri di film-film kerajaan! Mau ke pemakanan utama di puncak paling tinggi? Pakailah pakaian ini. Bila tidak, kita hanya diperbolehkan sampai di pintu gerbang pertama.Pemakaman raja-raja di Imogiri dibagi menjadi tiga daerah, yakni Astana Kasultan Agung, wilayah makam Raja Surakarta Hadiningrat, wilayah makam Raja Yogyakarta Hadiningrat. Di Astana Kasultan Agung, terdapat makam Sultan Agung, Sri Ratu Batang, Hamangkurat Amral, dan Hamangkurat Mas.Sedangkan di Wilayah makam raja Surakarta Hadiningrat dibagi menjadi empat hastana, yakin Paku Buwana (Sri Paduka Paku Buwana I, Sri Paduka Hamangkurat Jawa, dan Sri Paduka Paku Buwana II), Kasuwargan Surakarta (Sri Paduka Paku Buwana III, Sri Paduka Paku Buwana IV, dan Sri Paduka Paku Buwana V), Kapingsangan Surakarta (Sri Paduka Paku Buwana VI, Sri Paduka Paku Buwana VII, Sri Paduka Paku Buwana VIII, dan Sri Paduka Paku Buwana IX), dan Grimulya Surakarta (Sri Paduka Paku Buwana X, Sri Paduka Paku Buwana XI, dan Sri Paduka Paku Buwana XII).Sementara itu, di wilayah makam raja Yogyakarta Hadiningrat dibagi menjadi 3 hastana, yakni Kasuwargan Yogyakarta (Sri Paduka Hamangku Buwana I dan Sri Paduka Hamangku Buwana III), Besiyaran Yogyakarta (Sri Paduka Hamangku Buwana IV, Sri Paduka Hamangku Buwana V, dan Sri Paduka Hamangku Buwana VI), serta Saptorenggo Yogyakarta (Sri Paduka Hamangku Buwana VII, Sri Paduka Hamangku Buwana VIII, dan Sri Paduka Hamangku Buwana IX).Usai foto-foto sepuasnya karena setelah ini kamera wajib ditinggalkan, kami pun kembali melanjutkan ziarah hari itu menuju puncak Imogiri. Tingkat demi tingkat yang kami lalui, tampak berupa-rupa makam para raja yang pernah memimpin kerajaan yang tadi saya ceritakan. Selain itu, ada pula makam raja-raja, atau barangkali kerabat kerajaan yang diberi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah.Hal ini terlihat dari tanda berupa bendera merah putih, dan bukti pemberian gelar itu berupa sertifikat penghargaan yang ikut disandingkan di tepi makam. Terus menaiki area makam yang menanjak, sampailah kami di bagian puncak komplek pemakaman raja-raja di Imogiri.Pada bagian tengah puncak tertinggi ini, berdiri dengan megah sebuah makam yang sedang dikerumi orang-orang yang hendak masuk ke dalam. Antreannya lumayan panjang, sambil berjongkok mengitari separuh area makam berbentuk rumah khas Jawa itu. Mulanya, kami menebak-nebak, "makam siapakah ini?". Sayangnya, kami pun tidak mendapatkan jawaban yang terang akan pemilik makam itu. Saat kami bertanya kepada salah seorang petugas, jawaban yang kami terima pun menambah kami jadi bingung.Maklumlah mungkin, silsilah kerajaan bila dihitung dari dulu hingga sekarang sudah bercabang-cabang. Yang pasti, makam yang satu ini sepertinya menjadi makam yang paling ingin diziarahi para pengunjung yang datang. Buktinya, semakin lama, semakin panjang saja antreannya. Akhirnya, kami pun ikut masuk ke dalam antrean itu, untuk selanjutnya masuk ke dalam ruangan kecil, gelap, hanya ada beberapa lampu teplok sebagai penerang (atau lilin bila tidak salah ingat), berisi sebuah makam. Di dalam, kami pun ikut berdo'a.Sungguh, berwisata religi ke makam Imogiri adalah salah satu pengalaman paling berharga bagi saya. Bila selama ini saya cuma membaca dari buku-buku tentang sejarah kerjaan Mataram, kala itu saya bisa langsung datang menghampiri raja-rajanya sekalipun sejatinya mereka telah berpulang. Ingin merasakan pengalaman yang sama?Datanglah ke pemakanam Imogiri, makam paling sakral di Yogyakarta. Sesuai jadwal yang ada, makam ini buka setiap hari Jum'at mulai pukul 13.00, Senin, mulai pukul 10.00, Minggu, mulai pukul 10.00, tanggal 1 dan 8 bulan Syawal mulai pukul 10.00, dan tanggal 10 bulan Besar mulai pukul 10.00. Sedangkan pada bulan Puasa dan hari besar agama Islam, Makam Imogiri ditutup untuk umum. Salam istimewa dari Jogja!
Komentar Terbanyak
Viral WNI Curi Tas Mewah di Shibuya, Seharga Total Rp 1 M
Daftar Negara Walk Out Saat Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB
Perjuangan Palestina Merdeka: 157 Negara Mendukung, 10 Menolak, 12 Abstain