Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Serunya Kampung Halamanmu

Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan

Aldjo - detikTravel
Selasa, 12 Agu 2014 10:46 WIB
Gardu Pandang di atas Desa Tieng
Tieng, desa terpadat di bawah Dieng
Gunung Sindoro nan anggun
Desa Tieng, dengan efek Thiltshift
Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan
Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan
Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan
Desa Tieng di Wonosobo yang Indah dan Penuh Kenangan
Jakarta - Wonosobo, kota kampung halaman sejuk nan dingin di Jawa Tengah ini menyimpan keindahan tersendiri. Letaknya yang di pegunungan, membuat pemandangan perbukitan menjadi lukisan alam yang siap dinikmati.Jika kita pergi ke Dieng, Jawa Tengah, jalur Wonosobo, maka sebelum mencapai kawasan tersebut, sebaiknya kita berhenti sejenak di gardu pandang di atas Desa Tieng. Gardu ini letaknya kira-kira 5 km sebelum Dieng.Dari gardu pandang tersebut, kita bisa menghirup udara sejuk khas pegunungan dan menikmati pemandangan yang sangat eksotis di sekitarnya. Ada kawasan perbukitan dan lembah. Deretan tanaman kentang atau tembakau yang bergaris-garis serta kawasan pemukiman padat penduduk di bawah bukit.Sambil menikmati pemandangan yang indah dan sangat memanjakan mata, kita bisa menyeruput secangkir kopi Purwaceng yang dijual di warung yang ada di bawah gardu pandang tersebut. Desa Tieng, desa terpadat yang bisa dilihat dari gardu tersebut adalah desa yang punya kedudukan istimewa dalam kehidupan pribadi saya.Kenapa istimewa ? Karena di desa inilah bapak saya dilahirkan. Karena itu, meskipun keluarga kami tinggal di Temanggung, Jawa Tengah, saya sekeluarga punya ikatan batin yang kuat dengan desa ini. Inilah tanah leluhur saya.Sewaktu kecil, hampir setiap dua bulan sekali saya diajak bapak mengunjungi desa ini, untuk bersilaturahmi kepada sanak kerabat yang tinggal di sini. Hampir semua penduduk desa ini masih terhitung keluarga besar saya.Hingga saat ini saya juga masih banyak mengenal teman-teman yang usianya sebaya dengan saya. Mereka dulu sering mengajak saya bermain bersama setiap kali saya mengunjungi desa ini.Saya sangat menikmati suasana ketika diajak bapak dan saudara saya naik ke ladang yang berada di lereng-lereng gunung, untuk melihat tanaman kentang atau tembakau yang sedang tumbuh. Kadang-kadang saya juga membantu menyiangi rumput yang tumbuh di sela-sela pohon tembakau.Pada sore hari biasanya kami berkumpul di depan perapian, mengobrol kesana-sini ditemani ubi atau jagung bakar. Yang tak kalah indah suasananya adalah setiap Idul Fitri tiba. Setiap habis melaksanakan Salat Ied di Temanggung, bapak langsung memboyong kami ke desa ini.Kami biasanya menginap selama 3 hari dan diajak berkeliling desa mengunjungi saudara dan kerabat kami. Setiap kali masuk rumah, kami harus mencicipi hidangan makan yang telah disediakan. Kalau dihitung-hitung kami bisa makan lebih dari 10 kali setiap harinya.Untuk menyemarakkan Lebaran, anak-anak biasanya menyulut mercon dengan berbagai ukuran. Kertas bekas pembungkus mercon akan memenuhi sepanjang jalan desa ini.Sayang keadaan yang sangat indah tersebut kini sudah sangat jauh berkurang. Masing-masing kami saat ini punya kesibukan sendiri-sendiri, kami juga tinggal saling berjauhan. Sudah beberapa tahun ini saya tidak menjejakkan di desa yang suasana agamanya sangat kental ini. Hubungan kami saat ini tidak se-intens dulu lagi.Para sesepuh yang dulu selalu kami kunjungi, juga sudah meninggalkan dunia satu persatu. Saat ini, hanya tinggal seorang yaitu Bu Lik Siti, adik bapak saya, yang masih hidup. Tetapi usia beliau juga sudah cukup sepuh dan kesehatannya juga dalam keadaan kurang baik.Saya selalu berdoa, mudah-mudahan Bu Lik Siti bisa sehat kembali seperti sedia kala. Bagaimana pun kenangan tentang Tieng selalu terpatri pada diri saya.
Hide Ads