Jerih Payah ke Pulau Sempu

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Jerih Payah ke Pulau Sempu

sehatdinatisimamora - detikTravel
Sabtu, 19 Apr 2014 12:42 WIB
loading...
sehatdinatisimamora
Eksotisme Bumi Sempu
Medan Sempu yang 'super duper'
Bersiap menuju Sempu
Akhirnya menikmati Pulau Sempu
Pemandangan keren dari Pulau Sempu
Jerih Payah ke Pulau Sempu
Jerih Payah ke Pulau Sempu
Jerih Payah ke Pulau Sempu
Jerih Payah ke Pulau Sempu
Jerih Payah ke Pulau Sempu
Jakarta - Pulau Sempu bisa jadi destinasi asyik untuk liburan panjang kali ini. Tapi ingat, karena ini cagar alam, jaga betul-betul kebersihannya. Minta izin petugas dan yang penting, jangan buang sampah sembarangan ya!Inilah sepenggal kisah travelling para pemuda HKBP Manyar ke Pulau Sempu saat liburan Nyepi yang lalu. Sepakat berkumpul di gereja pukul 04.30 WIB, supaya bisa berangkat pukul 05.00 WIB kurang. Ternyata oh ternyata, semua hanya rencana belaka. Bisa-bisanya kami berangkat dari gereja pukul 07.30 WIB.Akhirnya, setelah adegan tak tahu jalan, nyasar-nyasar sedikit, sampailah kita di Pantai Sendang Biru pukul 15.30 WIB. Istirahat sebentar, siapkan barang yang mau dibawa, siapkan tenaga, dan mental. Kita menyeberangi Selat Semut, sampai di tepi pantai Pulau Sempu. Bagi-bagi barang bawaan, atur formasi, lets's rock!Mulai memasuki kawasan pulau tak berpenghuni, banyak orang yang kembali dari trekking mereka dengan keadaan yang mengenaskan, lebih-lebih dari petani usai membajak sawah. Waktu itu saya masih pakai sandal jepit, begitu lihat orang-orang pada menyeker dengan kondisi yang cukup sulit, menyeker pun menjadi pilihan paling bijaksana buat saya waktu itu.Menurut info para pendahulu, normalnya kita bisa sampai di Segara Anakan sekitar 3 jam. Kalau orangnya banyak, mungkin 4 jam. Semua langsung semangat, ayo cepat-cepat, sudah mau gelap bentar lagi. Suara-suara motivasi mulai bergaung.Kita berjalan, berjalan, dan berjalan. Melewati kubangan becek dan lumpur, hutan mangrove, 22 orang. Entah bagaimana ceritanya, tim kami yang ber-22 orang ini terpisah menjadi 2 kelompok. Enam orang berjalan lebih dulu, rombongan Hadi, Jeffri, Denni, Elton, Parulian, dan Mike, sedangkan kami tersisa ber-16 orang. Entah bagaimana ceritanya pula, kami sudah seperti satu tim dengan gerombolan Kaskus-Traveller yang juga terpisah dari timnya.Entah sudah berapa jauh perjalanan, salah satu cewek di tim par-Kaskus pingsan. Terlalu lelah dengan perjalanan dari Jakarta, ditambah medan yang tidak mereka ketahui awalnya, membuat mereka kaget teramat sangat. Kami berhenti, istirahat, pasang obor, berusaha mencari cara untuk SOS. Satu hal yang menarik buatku di sini adalah pertanyaan, "Siapa yang menyesal ikut?"Setelah si Mbak cukup siap untuk melanjutkan adventure ini, kami mulai menelusuri hutan lagi, menelusuri kegelapan dengan perjuangan yang sama tapi formasi yang berbeda-beda. Haris harus berjuang dengan nasi bungkus yang tak berwujud lagi, lalu berganti dengan tenda yang juga tak berwujud. Man of the match deh. Asli, entah bagaimana caranya dia bisa sekuat itu.Denisa harus berjuang dengan kakinya yang sakit, Yohana dengan kaki yang baru saja cekeran karena sepatunya terkubur di dalam lumpur. Awalnya dia tidak rela dengan sepatunya, hingga meminta tolong para cowok untuk mengambil dan membuat antrean jalan menjadi panjang, Kak Esta dengan tasnya yang lebih tepat untuk jalan-jalan, Kak Junitri dengan sekardus mie instantnya, Elis dengan berbagai penyesalan kenapa tidak bangun jam setengah sepuluh saja supaya tidak jadi ikut, dan lain-lain, dan lain-lain. Terlalu banyak cerita untuk dituliskan dalam catatan ini.Hampir setengah dua belas malam, kami menjumpai pertigaan. Galau melanda rombongan kami, jalan mana yang harus dipilih. Kiri atau kanan? Asli buta arah semua. Yang sudah pernah ke sini, merasa sepertinya kami sudah salah jalan. Bayangkan tujuh jam berjalan dan tak sampai-sampai, tersesat di hutan pula.Tiba-tiba ada teriakan, "Ooooii!" Sahut-sahutan pun terjadi beberapa saat. Kami bergembira, mengira Denni cs menjemput kami, ternyata oh ternyata rombongan nyasar bertambah lagi, kali ini dari rombongan Bojonegoro. Mereka pun tak tahu arah, harapan melanjutkan perjalanan pupus lagi. 10 menit kemudian, ada suara lagi. Ternyata seorang bapak, guide dari rombongan Malang. Mengetahui ada rombongan yang menggunakan jasa guide yang pasti tahu arah perjalanan menembus kegelapan ini, wajah sumringah muncul lagi, secercah harapan membuat kami semua langsung bangkit.Berjalan dan berjalan. Jangan tanya apakah ada hujan, karena entah sudah berapa kali hujan turun dan berhenti seiring doa-doanya Bang Paul. Isu-isu akan sampai sudah terngiang-ngiang, deru ombak mulai terdengar, tapi jalan yang harus ditempuh itu begitu terjal. Tapi akhirnya kami sampai juga. Akhir bahagia dari adventure gila-gilaan ini. Saya dan Yohana disambut oleh Denni, Jeffri, Parulian, Mike yang bak malaikat pada saat itu.Semua berakhir indah. Jika kita tidak telat, insiden telat Neng Elis, jika tidak ada insiden pom bensin, adegan cari-cari tempat makan, mungkin ceritanya tidak seseru ini. Terima kasih untuk siapa-pun yang sudah membantuku menapaki Bumi Sempu. 10 jam menelusuri hutan itu, pengalaman tak terlupakan-lah. Bekal cerita untuk anak-cucu nanti.
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads