Muara Takus, Satu-satunya Candi di Riau

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Muara Takus, Satu-satunya Candi di Riau

SN Ardilla - detikTravel
Rabu, 09 Okt 2013 14:20 WIB
Jakarta - Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, adalah candi satu-satunya di Provinsi Riau. Oleh karena itu, sempatkan datang ke objek wisata sejarah ini ketika traveling ke Tanah Melayu.Sudah pernah ke Candi Muara Takus? Belum ya? Sudah berapa lama sih tinggal di Riau? Aneka pertanyaan ini akhinya membawa saya menempuh ratusan kilometer. Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Situs ini berjarak kurang lebih 135 km dari Kota Pekanbaru.Tidak banyak alternatif pilihan kendaraan menuju candi ini. Dari Pekanbaru saja hanya tersedia travel yang biasanya menuju Sumatera Barat. Setelah itu dilanjutkan dengan ojek atau angkutan umum setempat yang intervalnya sangat lama. Menurut cerita malah cuma ada ketika waktu pasar di Bangkinang.Tidak mau direpotkan dan banyak membuang waktu, sepeda motorlah yang saya dan tiga teman lainnya pilih untuk berangkat. Jenis motor Mio untuk pulang perginya membutuhkan premium sebesar Rp 30.000, 3 kali isi, dan premium untuk Motor Pulsar, sebesar Rp 40.000, 2 kali isi.Jalur lintas Pekanbaru, Sumatera sebenarnya sangat rawan, dengan banyaknya kendaraan yang melintas. Pelebaran jalan juga masih berupa timbunan tanah pada bagian sisi kiri dan kanan jalan. Jadi hanya ada satu jalur yang hampir ke semua jalannya lurus. Perlu diwaspadai adalah mengantuk dan ketika menyalip kendaraan lain.Setelah sampai di gerbang masuk candi, yang dijelaskan oleh penunjuk arah yang akan kita temui di persimpangan, kita harus menempuh lagi kira-kira 20 km untuk benar-benar sampai ke candi terbesar di Pulau Sumatera. Semakin dekat menuju candi, jalanan semakin rusak parah, bahkan ada jalan yang putus dan dialihkan ke lajur sebelahnya yang seperti jalan off-road berbatu.Ternyata, cukup banyak pemukiman warga di dalam sini. Rumah makan, kantor polisi, Puskesmas, sampai sekolah pun ada. Namun jarak antara pemukiman satu dengan yang lainnya cukup jauh. Jadi jangan heran kalau dalam jarak beberapa kilometer, hanya ada semak belukar dan kebun pohon karet di kiri-kanan jalan. Hanya dengan lurus saja kita akan sampai. Nanti sebelum sampai, akan ada simpang tiga, pilih jalan yang lurus karena tidak ada penunjuk jalannya. Kami pakai feeling saja, soalnya jalanannya agak lebih kecil.Nanti akan ketemu dengan segerombolan orang yang sedang duduk dengan payung kecil sebagai peneduh. Kita diberi tiket parkir dan biaya masuk sebesar Rp. 20.000 untuk 4 orang, termasuk dua sepeda motor. Awalnya kami sempat menyangka akan ada pungli lainnya, namun ternyata sistemnya sudah tertata dan tidak ada pemuda setempat yang ambil untung atau menipu pengunjung.Ada beberapa kotak sumbangan dari kardus terbuka, itupun tulisannya tidak diwajibkan. Kardus ini diletakkan di toilet dan di gerbang komplek candi. Saat mengobrol dengan ibu-ibu yang duduk digerbang kompleks candi, beliau mengatakan ada 7-8 orang yang bertugas bergantian untuk membersihkan lingkungan. Terimakasih kepada yang berjasa, saya acungi jempol untuk kebersihannya. Namun sayang dari curhatan beliau, jumlah pengunjung ke candi ini tidaklah banyak, saat-saat ramai biasanya memang saat weekend, dan biasanya adalah study tour anak-anak sekolah atau keluarga.Saya sempet menyeletuk, "Bule pirang ada nggak Bu yang ke sini?" Saya penasaran, soalnya ada beberapa nama asing yang berasal dari luar negeri di buku tamu. Si ibu menjawab dengan bahasa yang kental banget, "Ado agaknyo, tapi jarhang ado bule pirhang, amai anak skola biasonyo." Tapi memang ada yang menulis asalnya dari Amerika, tapi komentarnya di buku tamu, Indonesia banget.Karena tiba saat tengah hari, terik matahari sangat menyengat. Kami masuk ke dalam komplek candi yang tidak begitu besar. Komplek ini dikurung oleh pagar besi. Sebelum masuk akan tersedia tempat semacam absen pengunjung seperti buku tamu, beserta kesannya setelah berkunjung.Ada juga cetakan buku mengenai sejarah Candi Muara Takus yang saya simpulkan sudah lama sekali tidak di-upgrade kemasannya. Buku ini masih berupa fotokopian yang disampul jilid. Bahkan sudah susah dibaca, padahal fungsinya pasti sebagai pemandu pengunjung untuk tahu sejarah Candi ini, karena tidak ada tour guide di sini.Ada empat candi di kompleks candi Muara Takus ini. Candi Mahligai, Candi Tua, Candi Bungsu, dan Candi Palangka. Candi Mahligai masih utuh tanpa kerusakan berarti. Candi ini berbentuk tinggi dan terdiri dari tiga bagian, yaitu Kaki, badan, dan atap. Candi Tua, menurut referensi yang saya baca, sering disebut warga sekitar sebagai Candi Sulung. Candi ini merupakan bangunan candi paling besar diantara ke tiga lainnya. Walaupun besar, candi ini tidak mempunyai ruangan kosong di dalamnya.Candi Bungsu memiliki keunikan tersendiri. Bagian utara dibangun dengan bahan batu pasir, sementara di bagian selatan menggunakan batu bata. Sedangkan Candi Palangka, berdasarkan para peneliti, candi ini dulunya berfungsi sebagai altar, tempat pemujaan.Keberadan Candi Muara Takus diduga mempunyai kaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Candi bernuansa Buddha ini merupakan bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini. Walau demikian, menurut hasil browsing, para pakar purbakala masih belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.Dari keempat candi, hanya Candi Bungsu dan Candi Tua yang bisa kami naiki, karena pintu pagar besinya terbuka, walaupun tertera di pintu tersebut dilarang masuk. Tapi banyak orang selain kami yang naik. Komplek candi ini bersih. Juga tidak gersang seperti yang sering saya lihat di foto-foto liburan teman-teman lainnya.Di luar komplek candi juga ada beberapa tempat penjual makanan ringan dan minuman, Jadi, nggak perlu panik kalau di tengah teriknya panas kehausan. Toiletnya juga lumayan bersih dan juga ada musala. Selain itu di luar komplek candi banyak pohon rindang untuk berteduh. Bahkan ada keluarga yang menggelar tikar dan santap siang sambil mengangumi mahakarya situs candi satu-satunya di Riau ini.Saya sih berharap, nanti pemerintah Kota Pekanbaru menyediakan transportasi langsung dari Pekanbaru menuju Candi Muara Takus. Mungkin bisa satu bus saja dulu, setidaknya sudah ada transportasi nyaman dan aman untuk bisa menikmati wisata budaya di Pekanbaru. Selamat berkunjung! (travel/travel)

Hide Ads