6 Keajaiban Flores, dari Sawah Laba-laba Sampai Komodo
Kamis, 24 Okt 2013 13:50 WIB

Ratnasari Pramudyawati
Jakarta - Mengeksplorasi Flores, NTT, Anda membutuhkan waktu 10 hari untuk menikmati 6 keajaibannya. Ada Pulau Komodo, rumah Bung Karno, sawah jaring laba-laba, taman laut Riung 17, desa adat Bena dan Pulau Kanawa. Spektakuler!Overland selama 10 hari menjelajah Flores, sangat mengesankan. Begitu banyak hal yang saya temui dan pelajari. Dimulai dari Ende, menuju Moni, Taman Laut Riung 17, Bajawa, Ruteng dan diakhiri di Labuan Bajo.Flores ternyata seindah namanya, begitu kesan pertama saya ketika menginjakkan kaki di dataran yang namanya berarti bunga dalam bahasa Portugis tersebut.Sejak lama saya sangat ingin menjelajahi Flores dan alhamdulillah kesempatan itu saya dapatkan di awal Mei 2013. Saya berkesempatan menjelajah Flores dari Ende yang terletak di tengah sampai ke Labuan Bajo di ujung baratnya.Penjelajahan saya mulai dari Jakarta menuju Denpasar untuk kemudian lanjut ke Ende. Dari Denpasar ada beberapa flight yang akan mengantar kita ke Ende. Saya memilih pesawat pagi agar bisa langsung eksplor Kota Ende.Tiba di Ende sekitar pukul 11.00 Wita, saya langsung eksplor ke beberapa tempat. Beruntung saya ditemani seorang teman yang orang Ende asli, sehingga banyak cerita yang saya dapat langsung dari sumbernya.Di Ende saya berkesempatan mengunjungi situs bekas rumah pengasingan Bung Karno dan juga taman perenungan Bung Karno, tempat Sang Proklamator merumuskan butir-butir Pancasila.Di taman itu terdapat sebuah pohon waru yang konon selalu berdahan 5 seperti sila yang terdapat pada Pancasila. Saat itu tempat-tempat tersebut sedang berbenah diri menyambut hari lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni. Rencananya Wapres yang akan meresmikannya.Setelah itu saya lanjutkan perjalanan ke Pantai Penggajawa yang sangat istimewa. Kenapa sangat istimewa? Karena di pantai itulah saya menemukan hamparan batu berwarna hijau di sepanjang pantainya.Batuan itu seolah-olah datang bersama ombak yang berkejaran menuju pantai. Cantik banget! Batuan itu kemudian dimanfaatkan oleh warga setempat untuk dijual setelah proses pemilihan dan penghalusan terlebih dahulu. Semoga saja para warga dapat secara bijak memanfaatkannya agar keindahan dan keunikan Pantai Penggajawa dapat terus kita nikmati.Hari menjelang senja ketika saya meneruskan perjalanan menuju Moni, sebuah desa terdekat yang merupakan pintu gerbang jika kita hendak mengunjungi Danau Kelimutu. Untuk para penggemar fotografi, disarankan mendaki Gunung Kelimutu pada dini hari agar dapat mengabadikan sunrise Kelimutu yang sangat spektakuler.Sekitar pukul 04.00 Wita, dengan ojek motor yang telah saya pesan sebelumnya di hotel, saya menembus dinginnya udara subuh demi menikmati keajaiban konon yang sangat menawan. Setelah satu jam menyusuri kegelapan, sampailah di titik terakhir yang dapat dilalui kendaraan.Tempat itu berupa lapangan parkir yang cukup luas. Kira-kira 15 menit sebelum mencapai tempat parkir tersebut, kita akan menjumpai pos penjagaan tempat kita harus membayar tiket masuk kawasan Taman Nasional Kelimutu.Dari tempat parkir kita harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki untuk dapat melihat Danau Kelimutu lebih dekat. Jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki tidak terlalu jauh, hanya sekitar 20-30 menit. Tampaklah anak-anak tangga menuju tugu tempat kita dapat menikmati panorama secara sempurna.Di saat hendak mencapai anak anak tangga itulah, semburat jingga di ufuk timur mulai menyembul malu. Indah banget, Subhanallah! Seiring dengan sang surya yang mulai sempurna menampakkan diri, tampaklah 2 buah danau berwarna hijau toska dan coklat tua.Danau Kelimutu terdiri dari 3 buah danau yang warnanya berubah-ubah sesuai kandungan zat di dasar danau. 1 buah danau yang terletak terpisah di sisi lain jalur naik, saat itu tampak berwarna hitam kelam.Danau Kelimutu dipercaya oleh warga setempat sebagai tempat yang sakral, karena merupakan tempat bersemayamnya arwah orang-orang yang telah meninggal. Setelah menikmati secangkir kopi panas yang saya beli di sana, saya pun bergegas turun untuk melanjutkan perjalanan menuju Taman Laut Riung 17.Riung 17 adalah sebuah taman laut di bagian utara Flores. Untuk mencapai Riung, saya kembali harus melewati Ende. Karena bus yang langsung menuju Riung 17 siang itu mengalami kerusakan. Maka atas petunjuk dari seorang bapak, saya naik bus menuju Mbay, sebuah kota kecil sebelum kita masuk ke kawasan Riung 17.Dalam pejalanan menuju Mbay, bus yang saya naiki menyusuri Trans Flores yang terletak di tepi pantai dengan pemandangan yang memanjakan mata. Setelah 6 jam perjalanan yang cukup melelahkan, sampailah saya di Terminal Bus Mbay.Yang unik dari naik bus di dataran Flores adalah ternyata sang supir bertugas untuk mengantar para penumpangnya sampai ke tujuan masing-masing, bukan hanya ke terminal. Itulah yang membuat perjalanan menjadi lama, karena harus mengantar penumpang benar-benar sampai tujuannya.Selain itu juga, sang supir dapat berfungsi sebagai kurir yang akan mengantarkan barang yang kita titipkan, tentu saja dengan imbalan tertentu. Sungguh sebuah simbiosis mutualisme yang tidak dapat ditemui di kota besar seperti Jakarta.Dari Terminal Mbay, saya masih harus naik angkot selama kurang lebih I jam untuk mencapai Riung 17. Pemandangan yang saya temui antara Mbay menuju Riung sangat indah. Bukit-bukit kecil yang hijau berpadu dengan birunya langit yang cerah membuat perjalanan menjadi terasa singkat.Bersamaan dengan tenggelamnya sang surya, saya pun memasuki Kota Riung.Β Sang supir mengantarkan saya sampai di halaman hotel tempat saya menginap. Di Riung, listrik menyala pada pukul 18.00 Wita sampai dengan pukul 06.00 Wita. Karena itulah malam itu saya langsung beristirahat setelah deal harga boat untuk keliling beberapa pulau di Taman Laut Riung 17.Pagi hari sesuai kesepakatan, saya menuju dermaga untuk bertemu dengan pemilik boat yang akan membawa saya berkeliling taman laut. Sepertinya, semakin pagi memulai penjelajahan akan semakin baik karena semakin banyak pulau yang dapat kita kunjungi.Pada saat itu saya hanya berhasil mengunjungi 3 buah pulau yaitu Pulau Kelelawar yang dihuni oleh jutaan kelelawar yang akan terbang serentak jika kita membuat gaduh. Jumlahnya yang sangat banyak dan terbang serentak membuat pemandangan yang unik.Pulau kedua yang saya kunjungi adalah Pulau Rutong. Di sini saya puas berenang dan bermain air. Saya juga mendaki bukit demi memandang hamparan taman laut Riung 17 yang sangat spektakuler dari puncak bukit Rutong. Gradasi warna biru, hijau, pink dan putih sangat indah.Pulau selanjutnya yang saya kunjungi adalah Pulau Tiga. Di sini kita bisa snorkeling sepuasnya, karena banyak spot yang dapat kita lihat. Di beberapa titik saya dapat menjumpai mawar laut yang sangat indah.Keesokan harinya dari Riung, saya menuju Bajawa. Kota kecil di dataran tinggi karena terletak di kaki Gunung Inerie yang memiliki beberapa desa adat. Perjalanan dari Riung ke Bajawa sekitar 3-4 jam dengan pemandangan yang penuh bunga.Di sepanjang kiri dan kanan jalan penuh dengan tumbuhan bunga sejenis bunga matahari yang sedang berbunga yang menambah keindahan hijaunya hutan. Di Bajawa, saya mengunjungi desa adat Bena yang sangat indah terutama jika dilihat dari ketinggian.Kemudian saya menuju Air Terjun Ogi yang berjarak tidak terlalu jauh dari kota. Sore harinya, saya menuju Soa Manggeruda Hot Spring. Berendam di kehangatan air alami yang sangat menyegarkan, membuat hilang semua lelah karena perjalanan ini.Dari Bajawa, perjalanan saya berlanjut ke Ruteng yang ditempuh selama 4 jam dengan bus. Kota Ruteng sedikit lebih besar dari Bajawa tapi sama-sama terletak di daerah dataran tinggi. Di Ruteng kami mengunjungi Desa Adat Ruteng Pu'u yang unik dan mendaki bukit di Desa Cara untuk melihat sawah berbentuk spider field.Sebenarnya saya bermaksud mengunjungi Liang Boa, dimana ditemukan fosil manusia dan hewan purba. Tapi hari sudah senja ketika keluar dari Desa Adat Ruteng Pu'u, sehingga terpaksa saya harus skip Liang Boa.Keesokannya setelah 4 jam perjalanan dari Ruteng, tibalah saya di Labuan Bajo, sebagai kota terakhir dalam perjalanan kali ini. Setelah cek-in, saya memutuskan untuk jalan-jalan disekitar hotel sambil mencari makan dan tour Komodo buat esok hari.Tour & Travel bertebaran di sepanjang Jl Sukarno Hatta sehingga memudahkan kita untuk memilih yang sesuai dengan keinginan. Sepertinya baru di Labuan Bajo inilah saya merasakan makan yang sebenarnya. Karena banyak warung Jawa di sepanjang jalan.Esok paginya pukul 08.00 WITA, saya siap di depan agen tour yang telah saya pilih kemarin. Saya memilih paket tour Komodo 2D/1N, menginap di kapal dengan system sharing cost. Rekan seperjalanan saya adalah 4 orang asing, 1 solo traveler dari Banjarmasin dan 1 orang travelmate saya dari Jakarta.Hari pertama kami mengunjungi Pulau Rinca untuk melihat secara langsung The Dragon, begitu para bule menyebut Komodo. Dengan didampingi 2 orang ranger, kami menjelajahi Pulau Rinca dengan memilih rute medium.Perjalanan kami di sana keluar masuk hutan dan naik turun bukit. Di puncak bukit kami menyaksikan pemandangan yang spektakuler yaitu Laut flores yang tenang dan biru bagai lukisan.Tapi tidak satu komodo pun yang kami jumpai. Sedikit kecewa pada mulanya, tapi ketika kami sampai di dapur tempat para ranger makan dan memasak, ternyata ada 6 kawanan Komodo yang sedang istirahat siang.Rupanya aroma yang menyengat dari daging ataupun bumbu membuat beberapa Komodo tertarik. Tentu saja kekecewaan dan kelelahan kami terbayar lunas.Dari Pulau Rinca kami menuju ke Pink Beach atau pantai merah untuk snorkeling. Bawah laut Flores memang sangat menawan. Tanpa harus diving pun kita dapat menjumpai keindahan yang seakan tidak ada habisnya.Puas snorkeling, kapal mengarah ke Pulau Kambing, tempat kapal membuang sauh untuk bermalam. Perjalanan menuju Pulau Kambing adalah ke arah sang surya tenggelam sehingga membuat kita dapat menikmati sunset yang eksotis. Sambil menikmati minuman hangat, menyaksikan sunset di atas kapal yang berjalan perlahan sungguh pengalaman yang sangat romantis.Keesokan paginya, saya terbangun dengan perasaan sedikit oleng karena ternyata walaupun pasang sauh, kapal tetap terombang-ambing diterpa angin yang cukup kencang. Sambil sarapan, kapal berangkat menuju Pulau Komodo. Menurut kapten kapal, komodo yang ada di Pulau Komodo lebih besar dari yang ada di Pulau Rinca.Populasinya juga lebih banyak. Tapi karena luasnya Pulau Komodo juga 2x lipat dari Pulau Rinca, kemungkinan bertemu komodo juga tidak terlalu besar. Tapi saya tetap bersemangat menjelajah Pulau Komodo karena konturnya lebih banyak hutan yang notabene adem dan tidak perlu naik turun bukit.Keberuntungan memang sedang memihak kepada kami, karena di titik yang disebut 'Sulphurea Hill' kami menjumpai seekor komodo betina yang sedang berjalan-jalan. Wow, seru!Keberuntungan kami tidak berhenti sampai di situ, karena kami juga menjumpai seekor komodo jantan dengan ukuran yang lebih besar sedang bermalas-malasan di jalur trekking kami. Memang betul yang dikatakan sang kapten, komodo di Pulau Komodo ini ukurannya lebih besar dibanding yang ada di Pulau Rinca.Karena sang dragon tidur di jalur yang harus kita lalui, memaksa kita berjalan sedikit memutar dengan alasan faktor keamanan. Kegembiraan tergambar dengan jelas di wajah-wajah bule rekan seperjalanan saya.Sama dengan di Pulau Rinca, di dapur para petugas di Pulau Komodo ini pun kami menjumpai sekawanan hewan purba itu dengan jumlah yang lebih banyak dan ukuran tubuh yang lebih besar.Komodo di Pulau Komodo ini juga lebih lincah, karena beberapa kami jumpai dengan berjalan-jalan mencari makan sampai ke bibir pantai. Hal itu tentu saja membuat semua pengunjung harus lebih berhati-hati.Setelah puas bermain-main dengan The Dragon, kami kembali ke kapal untuk menuju destinasi selanjutnya yaitu berburu manta ray. Wuih, di sini saya kembali harus mengakui kehebatan sang kapten kapal yang katanya sudah berulang kali mengantar artis berkeliling perairan Komodo.Setelah berputar beberapa kali, sang kapten yang berdiri di anjungan sambil memandu seorang ABK untuk mengarahkan arah kapal sesuai perintahnya berteriak, "Sebelah kanan ada manta!" Kontan kami yang sedang celingukan ikut memasang mata tapi sudah siap dengan peralatan snorkeling nyebur di tempat yang dimaksud.Diikuti oleh beberapa penumpang kapal lainnya yang memang bertujuan sama mencari hewan laut yang terkenal anggun itu. "Wow, amazing!" kata Pamela seorang bule Irish yang menjadi teman seperjalanan saya. Ya, ini perjalanan yang sangat berkesan untuk kami semua.Puas berkejaran dengan keanggunan sang manta, tibalah saatnya kapal mengantarkan saya dan travelmate menuju Kanawa Island, tempat kami akan menghabiskan 2 malam terakhir kami di Flores.Perjalanan ke Kanawa adalah perjalanan ke arah balik ke Labuan Bajo, tempat kami akan dikembalikan oleh sang kapten.Β Ketika saya dan travelmate harus turun kapal untuk stay di Kanawa, suasana diselimuti kesenduan. Ternyata kebersamaan kita selama 2 hari membuat kami merasa dekat.Ketika kebersamaan itu harus berakhir, perasaan kehilangan dengan sendirinya muncul. "See you guys, we'll meet again by email," Laura si bule kriwil dari England menjawab dengan tatapan penuh iri. "Enjoy your paradise guys," Lain waktu, kalau kita ketemu lagi saya akan tunjukkan keindahan negeriku yang lain, batinku.Benar-benar tidak salah jika kami memilih Kanawa sebagai tempat terakhir dari trip ini. Betapa semua nampak indah dan damai di sana. Bungalow kecil tempat saya menginap langsung menghadap pantai dengan pasir putih yang mempesona.Saya benar-benar dimanjakan oleh segala keindahannya. Saya bisa berenang setiap saat di pantai yang serasa pantai pribadi, karena antara bungalow memang ada jarak yang disengaja agar setiap tamu dapat menikmati suasana pantainya tanpa merasa terganggu oleh tamu lainnya.Dengan konsep serba minimalis, dimana listrik hanya menyala dari pukul 18.00 Wita hingga pukul 23.00 Wita. Penggunaan air tawarpun dibatasi 50 liter per orang per hari. Semua itu tidak mengurangi keindahan dan kedamaian yang kami rasakan. Sepertinya para tamu yang kesemuanya bule itu sepakat dengan saya. Sayang, hanya sebentar saya harus menikmati surga itu.Tibalah saatnya saya harus meninggalkannya. Meninggalkan semua yang indah dan mempesona dari sebuah kawasan timur negeri yang teramat saya cintai. Saatnya untuk kembali ke rutinitas, kembali ke realita dan kembali mengukir mimpi untuk menjelajah sisi lain keindahan alam Nusantara.
Komentar Terbanyak
Belum Dibayar, Warga Sekitar Sirkuit Mandalika Demo-Tagih ke ITDC
10 Negara yang Mengeluarkan Travel Warning ke Indonesia karena Demo
Warga Harap Wapres Gibran Beri Solusi Atasi Banjir Bali