Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa

Ikhwanussafa Sadidan - detikTravel
Jumat, 01 Nov 2013 11:17 WIB
loading...
Ikhwanussafa Sadidan
Puncak Sikuray
Pengibaran bendera merah putih di atas puncak
Merah putih
Perjalanan
Siap-siap tancap gas
Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa
Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa
Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa
Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa
Pengibaran Merah Putih di Puncak Cikuray Saat Bulan Puasa
Jakarta - Pendakian gunung akan menjadi sangat menantang apabila dilakukan pada bulan Puasa. Apalagi dengan pengibaran bendera Merah Putih di puncaknya yang menjadi cerita tersendiri.Ini adalah cerita tiga orang pemuda yang cinta ketinggian asal Bandung, lebih spesifiknya lagi SMAN 24 Bandung, yaitu Didan, Dicky, dan Toro. Didan Jadi, kisah ini dimulai saat api kejenuhan mulai menyerang. Entah kenapa dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba terpikir untuk mendaki gunung.Sebenarnnya biasa saja, tapi ceritanya ini saat bulan Puasa. Tadinya Didan ingin melakukan petualangan ke Bromo, di sana akan ada ritual Yadnya Kasada. Tapi tidak jadi karena masalah perizinan dan perdompetan. Mulailah dia mencari pelampiasan. Pada awalnya Gunung Papandayan menjadi target pelampiasannya, dan pada akhirnya Gunung Cikuraylah yang beruntung menjadi objek pelampiasan kami.Gunung Cikuray adalah gunung tertinggi di Garut dan tertinggi keempat di Jawa Barat, ketinggiannya 2818 mdpl. Singkat cerita perjalanan pun dimulai, tadinya Didan hanya akan pergi berdua bersama Dicky, tapi karena beberapa alasan, akhirnya kita pergi bertiga ditambah Toro. Titik pertemuan kita adalah di Pom Bensin Al Masoem di Cikalang, Cileunyi.Sekilas info lagi, persiapan pada waktu itu bisa dibilang masih 87%. Kurang beli makanan buat safety food. Perlengkapan ransum ini kita lengkapi di perjalanan, istilah sih kepepet.Kita berangkat ditemani dua motor milik Didan dan Dicky. Oh iya, di jalan juga kita tidak lupa membeli bendera Merah Putih buat dikibarkan di puncaknya. Setelah sekitar dua jam di perjalanan, kita pun sampai di Kecamatan Cilawu. Di sini ada desa terakhir sebelum naik ke Gunung Cikuray, yaitu Desa Dayeuhmanggung.Jalur via Cilawu ini juga merupakan jalur teraman dan paling umum dilalui pendaki, dibandingkan dua jalur lainnya, Cikajang dan Bayongbong. Dari desa itu kita terus melanjutkan perjalanan dengan motor sekitar satu jam, sampai akhirnya sampai di stasiun pemancar TV. Jalurnya berbatu, licin dan cukup terjal. Jangan heran kalau kalian di sini ada yang jatuh.Stasiun pemancar TV adalah titik yang biasa dipakai para pendaki untuk istirahat. Tidak sedikit pendaki yang trekking dari jalan raya masuk ke Cilawu, bahkan beberapa pendaki ada yang membuat camp disini. Menurut Google, koordinat dari stasiun pemancar TV ini adalah 07Β°18'14'' LS, 107Β°52'54''BT. Di stasiun pemancar TV ini kita istirahat dulu, mungkin sekitar satu jam sampai akhirnya kita melanjutkan perjalanan ke Gunung Cikuray dengan trekking.Kebun teh adalah apa yang harus kita lalui sebelum mulai masuk ke vegetasi alami Gunung Cikuray. Baru sekitar setengah jam, tapi baru juga jalan sebentar ada tragedi terjadi, Dicky tiba-tiba meronta minta minum.Kala itu, Dicky duluan yang melanggar ikrar yang sudah mereka buat sendiri untuk tidak batal puasa walaupun sedang mendaki. Ya, perlu diketahui suhu kebun teh saat itu memang sangat panas. Sayangnya saya tidak membawa termometer untuk mengukur suhu pastinya. Di sini Didan dan Toro masih terlihat tangguh memegang ikrarnya.Mereka pun akhirnya mulai memasuki vegetasi alami, alias hutan rimbanya. Tanpa bermodalkan peta, apalagi GPS, tanpa ada yang pernah ke sana sebelumnya, dan tanpa informasi yang cukup, mereka tetap melanjutkan perjalanan dengan PD, alias Percaya Didan. Didan menjadi leader saat perjalanan menuju puncak. Kami mengikuti jalan setapak, dan juga percaya plang yang ditempel di atas pohon-pohon.Pos 1 telah terlewati, mereka masih biasa saja, track-nya juga masih landai. Butuh satu jam untuk sampai di Pos 2. Sampai sini juga tracknya masih landai. Nah ini, dari Pos 2 menuju Pos 3 track-nya mulai tidak bersahabat, konturnya rapat, dan medannya curam.Hal ini memaksa Didan dan Toro untuk mengikuti jejak Dicky tadi, melanggar ikrar. Perjalanan pun mulai melambat, sedikit-sedikit perut mereka mulai sakit. Nampaknya walaupun mereka mencoba menahan puasa, tapi perut mereka tidak.Kami pun mulai sadar, dari awal tracking sampai saat itu tak ada satu orang pun yang mereka lihat. Orang terakhir yang mereka jumpai adalah di stasiun pemancar dan di kebun teh. Katanya sih Gunung Cikuray termasuk gunung yang angker. Langit yang mulai gelap pun semakin menjadikan suasana saat itu menjadi semakin mistis. Tapi apalah artinya perjuangan dan batal puasa kalau akhirnya balik lagi. Kami pun terus lanjut!Saat menuju Pos 4, kami menemukan tempat yang landai dan luas, mereka pun menjadikan tempat itu sebagai tempat istirahat. Duduk-duduk, selonjoran, peregangan, dan tiba tiba ada yang mengeluarkan makanan, mereka pun akhirnya makan dulu.Mungkin hampir satu jam kami beristirahat. Kami pun melanjutkan perjalanan, suasana ceria nampaknya sudah pudar. Muka mereka yang kusut pun berubah menjadi tambah kusut. Ternyata perjalanan menuju pos selanjutnya sama seperti saat berjalan dari Pos 3 ke Pos 4, curam!Dicky menjadi personel yang terlihat paling menikmati perjalanan. Sepanjang jalan dia mulai mengeluh, mengeluh, dan mengeluh. Puncaknya adalah setelah berjalan hampir dua jam dari Pos 4. Saat itu mereka sampai di pos 5 yang juga dinamakan Puncak Bayangan. Dicky terlihat sangat kecapekan, sepertinya mentalnya sudah mulai kena.Yah, hal yang wajar, saat itu Dicky terlihat sangat kecapekan dan merasa sakit. Didan dan Toro saat itu mencoba menenangkan Dicky dan mencoba membujuk Dicky untuk terus berjalan dulu sampai langit benar-benar gelap. Didan pun ikut membujuk. Setelah mendengar kata-kata Pipit dan mengingatkan misinya buat mengucapkan selamat ulang tahun di puncak, barulah Dicky bangun lagi.Mungkin karena besarnya rasa cinta dia pada pacarnya, atau karena besarnya rasa malu pada teman-temannya dia pun siap melanjutkan perjalanan lagi. Three idiots ini akhirnya melanjutkan perjalanan lagi, ya, sesuai kesepakatan, mereka akan terus berjalan sampai langit benar-benar gelap. Jalannya masih tetap curam dan sempit, tapi mereka terus berjalan.Setelah lebih dari setengah jam berjalan, langit pun mulai gelap. Mereka dilema untuk terus jalan atau camping. Kembali ke kesepakatan, mereka pun mencari tempat yang enak untuk kemping. Dapat lahan walaupun tidak terlalu luas. Mereka pun membangun tenda dan mulai membuat perapian serta masak, mungkin mereka sudah lupa tentang puasa.Setelah selesai suasana pun berubah menjadi riang kembali. Tawa canda segar pun mulai lahir dari wajah-wajah mereka yang sudah tidak segar, menu makan mereka malam itu adalah agar-agar, mie, nasi goreng, kornet, sosis, roti, susu, kopi, jeruk instan, dkk. Pokoknya makan enak lah, mungkin pelampiasan.Suasana seperti saat itu adalah suasana yang pasti mereka rindukan, tapi ada satu yang mungkin tidak mereka rindukan. Saat Toro mencoba menambahkan spiritus ke perapian, dia tidak sabar mengucurkan spiritusnya sehingga tangannya terbakar.Ketika malam hari saat tidur di tenda, Didan mendengar suara langkah kaki di dekat tenda. Tidak ada yang mau melihat keluar karena ngantuk, tepatnya sih takut. Mungkin itu orang, atau binatang, atau mungkin juga makhluk halus.Pagi hari mereka terbangun dan sadar sudah melanggar satu ikrar lagi, ikrar untuk sahur dan puasa. Sahur pukul 07.00 WIB pagi tapi tidak puasa. Menu pagi ini biasa saja, tidak semewah saat malam hari, nasi, mie, sereal. Sementara itu mereka juga langsung membereskan camp dan mulai packing. Sekitar pukul 09.00 WIB akhirnya mereka selesai dan siap melanjutkan perjalanan ke puncak, bukan puncak bayangan lagi, tapi puncak yang sesungguhnya.Kami pun berjalan, tak lupa diawali dengan doa, Didan kembali memimpin perjalanan. Perjalanan tidak sesulit kemarin, mereka terlihat fit dan tenaga mereka juga masih banyak, pokoknya lancar. Terus berjalan dan berjalan terus, tanpa ada istirahat lagi, dan akhirnya sampai di puncak.Berteriak-teriak, tak tahu senang atau tak tahu sedih. Senang karena sudah sampai puncak, dan sedih karena jarak puncak dari tempat camp hanya berjarak 15 menit, melewatkan sunrise. Ya, tapi yang terpenting adalah usaha mereka tidak sia-sia, tak lupa mengucap hamdalah dan dilanjut sujud syukur, Alhamdulillah!Satu hal lagi yang sudah lumrah dilakukan saat sampai puncak lagi adalah berfoto. Ya, karena memang hal ini sesuai dengan kode etik pendaki, dilarang membawa apa pun kecuali gambar. Kami bertiga berpose dengan gaya-gaya khasnya, dan tak lupa juga mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Dicky juga tak lupa untuk menjalankan misinya, mengambil foto di puncak dengan membawa karton bertuliskan Happy Birthday untuk pacarnya, bangga!Setelah mungkin hampir 2 jam di puncak, kami pun akhirnya turun lagi menuju stasiun pemancar TV, dan pulang ke rumahnya masing-masing. Semua berjalan lancar. Walaupun sebelumnya mereka tidak merencanakan ke Cikuray, tapi Cikuray sekarang sudah menjadi bagian dari cerita yang tak akan terlupakan. Terimakasih, Cikuray.Bukan soal berapa ketinggian gunungnya, tapi tentang proses bagaimana kita menuju kesana. Perjalanan ini dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2012 sampai 15 Agustus 2012. Ketika itu adalah bertepatan dengan Bulan Ramadan. Mungkin ini yang membuat Gunung Cikuray sepi pendaki. Selain karena bulan puasa, tanggal 15 Agustus juga masih dua hari lagi menuju Hari Kemerdekaan Indonesia. Wajar saja kalau sepi, tapi asyik lho, harus coba! Tapi jangan batal puasanya.
Hide Ads