Kisah Pendaki Wanita Indonesia Pertama di Atap Tertinggi Indochina
Senin, 22 Jul 2013 11:45 WIB

Wahyudin
Jakarta - Bisa menapakkan kaki di Gunung Fansipan, puncak tertinggi Indochina rasanya jadi impian banyak orang. Siapa sangka, 4 pendaki wanita sukses menjadi tim wanita Indonesia pertama yang menaklukkan puncak tertinggi di Indochina.Negeri ini sangat menghormati Presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno. Sikapnya yang sangat menentang Imperialisme modern yang membuatnya sangat dikagumi.Saat kami tiba di Hanoi, seorang Vietnam menyapa kami dan menanyakan asal kami, kami jawab Indonesia. Dia langsung menyahut "I Love Indonesia, Soekarno!"Vietnam, negeri yang sempat porak poranda akibat peperangan yang amat panjang kini sedikit mulai menunjukan taringnya di dunia Internasional. Tim nasional sepakbolanya kini mulai diwaspadai di kawasan ASEAN.Tak hanya itu, ekonomi di negara ini juga membaik, dan beberapa tempat wisatanya mulai diunggulkan. Kami tim pendaki Indonesia Women Expedition 2013 yang digagas KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta berjumlah 4 orang, yaitu Ulfa Maryana (23), Andra Winaningtyas raras (21), Nurhidayati (21), Muthia Devita (21).Kami berempat mendapatkan kesempatan mengunjungi Vietnam dalam rangka pendakian "Atap Indochina", yakni Gunung Fansipan 3.143 Mdpl. Dalam kesempatan ini kami juga sekaligus memotret secara langsung bentang alam beserta kehidupan masyarakatnya.Indonesia Women Expedition 2013 merupakan kegiatan yang diadakan oleh KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta dalam rangka mengangkat kembali peran perempuan dalam dunia pendakian. Bukan cuma itu, acara ini juga dijadikan ajang untuk mengajak masyarakat dalam menggunakan energy alternative, yaitu penggunaan energy solar system.Kampanye tersebut kami lakukan di Gunung Gede pada tanggal 21 April 2013. Dalam kampanye, kami mengajak masyarakat dan pendaki untuk menggunakan energi alternatif. Selain itu kami juga melakukan penanaman pohon di kawasan Gunung Gede bersama pendaki-pendaki lain.Puncak dari kegiatan Indonesia Women Expedition 2013 adalah pendakian ke Gunung Fansipan, Vietnam. Pendakian ini dilakukan pada tanggal 20-26 Juni 2013.Dengan sedikit rasa kekhawatiran, karena seluruh tim adalah perempuan, kami nekat sambangi Vietnam, negara yang sedang bertransformasi dari negara Komunis yang konservatif menuju persaingan global. Kami tiba di Hanoi setelah melewati perjalanan yang panjang dari Jakarta menggunakan pesawat Malaysian Airlanes.Rombongan berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 20 Juni 2013 pukul 9.40 WIB dan tiba di Hanoi Pukul 16.10 waktu setempat. Kami pun langsung disambut oleh staf KBRI Hanoi.Keesokan harinya, kami mempresentasikan tujuan kami di hadapan staf-staf KBRI Hanoi. Seharian kami melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta malam dari Hanoi menuju Lao Chai, dan di stasiun Lao Chai Kami di jemput oleh tour agent menuju Desa Sa Pa.Pihak KBRI tidak banyak yang mengetahui mengenai gunung yang akan kita daki, yaitu Gunung Fansipan. Gunung ini merupakan puncak tertinggi di kawasan Indochina dengan ketinggian 3.143 Mdpl dan masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Hoang Lien Son.Kekhawatiran semakin menebal ketika kami mendapatkan Informasi bahwa Desa Sa Pa, yang merupakan titik awal pendakian, merupakan daerah yang masih primitif dan masih banyak kejahatan seksual. Mr Trong, manager agen tur pendakian Gunung Fansipan dari Desa Sa Pa menampik hal tersebut.Ia menyatakan bahwa Sa Pa merupakan desa modern yang sudah menjadi kawasan pariwisata terpadu. Jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut karena dia akan menjamin keselamatan kami.Gunung Fansipan termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Hoang Lien Son, terletak sebelah barat tenggara Vietnam dan berbatasan langsung dengan China. Kawasan ini dinobatkan menjadi Asean Heritage Garden oleh ASEAN karena keanekaragaman hayatinya yang khas monsun sub-tropisasia. Berbagai flora dan fauna endemik terdapat di kawasan hutan ini.Akses pendakian ke Gunung Fansipan dibuka sepanjang tahun. Waktu terbaik untuk pendakian sekitar bulan Maret dan Oktober-November. Di bulan-bulan tertentu seperti bulan Januari kawasan ini sering mendapatkan hujan salju dan es. Pendakian umumnya dilakukan melalui Jalur Tram Ton Desa Sa Pa, dan di sana kami ditunggu oleh Mr Trong."Selamat datang di Sa Pa" sambutnya dengan hangat. Sebelum melakukan pendakian kami beristirahat sejenak di base camp sambil sedikit berbincang-bincang mengenai kondisi masyarakat setempat.Di sela-sela obrolan Mr Trong menyatakan bahwa kami adalah tim pendaki perempuan pertama dari Indonesia yang akan mencapai puncak tertinggi di kawasan Indochina. Dunia pendakian di Indonesia sendiri sedang mengalami perkembangan yang sangat baik, ditandai semakin banyaknya peminat kegiatan ini di masyarakat.Hal tersebut dipicu oleh keberhasilan pemuda-pemuda Indonesia mencapai puncak-puncak tertinggi di dunia, Seperti yang dilakukan oleh Mahitala UNPAR (Universitas Parahyangan) dan WANADRI. Prestasi Para pendaki perempuan Indonesia pun tak kalah menterang, sejak era-90an perempuan-perempuan Indonesia mampu mengukir sejarah.Ada Aryati yang sukses ke Puncak Annapurna IV dan Clara yang mencapai Pucak Everest, walaupun beberapa kalangan menyangsikan itu. Terakhir yang masih segar di ingatan kita yaitu Ekspedisi 555, digagas sejak tahun 2011 yang akan mendaki gunung di 5 puncak, 5 benua dan kesemuanya berusia di atas 50 tahun. Luar Biasa!Tak lama kami beristirahat, Mr Trong langsung menyiapkan berbagai hal untuk pendakian. Kami pun bersiap-siap.Dari kantor agen wisata kami diantar menuju titik awal pendakian menggunakan minibus sekitar setengah jam perjalanan dari Sa Pa, kemudian kami menyusuri jalanan batu yang tertata rapih sampai di ujung jalan mulailah jalan tanah setapak.Pemandangan jajaran puncak-puncak gunung menjulang tinggi terpampang sejauh mata memandang entah sebelah mana puncak Fansipan berada. Kami hanya terus berjalan melewati jalan setapak dengan vegetasi yang tidak terlalu rapat. Sesekali kami melintasi sungai-sungai kecil dan menyusurinya.Kami mulai pendakian pada hari Minggu 22 juni pukul 9.40 waktu setempat. Titik awal kami dari Tram Ton pada ketinggian 1.800 Mdpl dan ditemani oleh 1 pemandu yang sekaligus menjadi porter dan 1 porter yang membawa beberapa barang-barang kebutuhan kami dengan sebuah tempat yang terbuat dari anyaman rotan.Komunikasi menjadi kendala serius bagi kami karena mereka tidak mahir dalam berbahasa asing dan hanya sesekali saja mereka ucapkan. Selebihnya menggunakan bahasa universal yaitu bahasa tubuh.Cuaca yang cerah memudahkan kami, medan yang terjal dan berbatu kami lewati. Tak ketinggalan sesekali beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan sekitar. Dari kejauhan terlihat jajaran pegunungan China membentang seakan tak ada ujungnya.Medan menanjak mulai bervariasi bahkan ada yang sampai 90 derajat, sehingga harus dibantu dengan tangga besi yang sudah terpasang. Di depan terlihat lekukan punggungan yang dengan jalan setapak sangat panjang dan berliku.Batas-batas yang terbuat dari beton menunjukan bahwa kita tidak boleh melewatinya karena jurang-jurang menganga di sisi kanan kiri kami. Bunga-bunga yang mekar dan pemandangan puncak-puncak yang menjulang di sepanjang perjalanan mengobati rasa lelah kami.Beberapa kali kami menemui sebuah pondokan yang terbuat dari bambu dan beratap terpal, yang merupakan tempat para pendaki bermalam. Menurut pemandu, kami juga akan bermalam di sebuah pondokan di ketinggian 2.800 mdpl.Vegetasi yang mulai rapat dengan pohon-pohon besar khas hutan tropis menandakan ketinggian mulai bertambah. Dari GPS terlihat sudah menunjukan ketinggian 2.300 mdpl. Medan terjal masih menjadi tantangan yang kami lalui, kabut mulai turun menutupi gagahnya puncak-puncak yang menjulang.Terlihat dari kejauhan atap sebuah pondokan dan jejeran tenda berbaris rapih. Itulah Pos II yang akan kita jadikan kamp kami malam ini di ketinggian 2.800 mdpl. Langsung saja menambah semangat kami yang sudah mulai sedikit turun karena kelelahan.Setelah sampai kita langsung beristirahat sejenak sambil di suguhi beberapa makanan dari porter kami.Kami beristirahat di sebuah pondokan yang berbentuk segitiga memanjang, pilar-pilar terbuat dari pohon bambu dan atapnya dari terpal, didalamya terdapat panggung yang terbuat dari kayu untuk tempat tidur. Karena banyak pendaki lain yang akan memakai tempat tersebut akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda yang akan kita jadikan tempat bermalam.Ada yang menarik di kamp II di ketinggian 2.800 mdpl, yaitu banyaknya orang yang menggunakan baju dan ikat kepala berwarna hitam. Tak sungkan mereka menjajakan air mineral kepada kami.Itulah Suku Hmong Hitam, masyarakat pegunungan yang menjadikan gunung sebagai Dewa. Mereka hidup menetap di kawasan pegunungan dan mencari nafkah dengan berbagai profesi.Di Sa Pa, orang Hmong menjajakan barang-barang kerajinan khas. Sedangkan di pedalaman selain menjajakan minuman mereka masih banyak yang berprofesi sebagai petani.Suku Hmong mempunyai ciri khas menggunakan ikat kepala dari kain, dari warnanya kita bisa melihat termasuk ke dalam kelompok mana orang tersebut. Ini karena Suku Hmong terbagi menjadi beberapa kelompok-kelompok yaitu Hmong Merah, Hijau, Hitam, Putih.Daerah pesebaran suku Hmong tersebar di beberapa kawasan pegunungan di China, Kamboja dan Vietnam.Kabut menutup panorama alam layaknya tirai-tirai alam menutup hari ini. Matahari pun beranjak dan langit mulai gelap. Hawa dingin dan lembab mulai kami rasakan walaupun belum terlalu menusuk tulang cukup menjadi alasan kami untuk berteduh di dalam tenda sambil menikmati makan malam. Kami beristirahat dan tak sempat menikmati suasana malam.Pagi-pagi tanggal 23 Juni 2013, kami dibangunkan untuk bersiap-siap menuju puncak Fansipan. Setelah bersiap-siap dan makan pagi kami berangkat tanpa membawa carier yang menempel seharian dipunggung kami kemarin. Praktis kami hanya membawa makanan secukupnya dan kamera.Kabut tebal mengiringi perjalanan kami ke puncak, medan yang berat kami lalui. Dengan sedikit perjuangan akhirnya kami mencapai puncak fansipan, puncak tertinggi di Indochina.Puncak Fansipan ditandai dengan tugu alumunium berbentuk segi tiga dan bertuliskan fansipan 3.143 M. Di atasnya terdapat tanda bintang lambang Negara Vietnam.Panorama alam indah yang kami temui sepanjang perjalanan tidak bisa kami nikmati dari puncak karena kabut yang sangat tebal. Setelah melakukan selebrasi di puncak kami segera turun menuju camp dan segera turun menuju Desa Sa Pa.Perjalanan turun menuju Desa Sa Pa sedikit lambat karena kondisi fisik kami yang sudah mulai menurun. Akan tetapi hal itu tidak menyulitkan kami untuk tepat waktu sampai di Desa Sa Pa.Sampai di Desa Sa Pa kami sudah di sambut oleh Mr Trong seraya mengucapkan selamat bahwa kami adalah Tim perempuan Indonesia pertama yang mencapai puncak Fansipan, puncak tertinggi di Indochina.
Komentar Terbanyak
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom
Pendemo Tolak Kapal Pesiar Bawa Turis Israel Berlabuh di Yunani