Dream Destination Papua
Menghabiskan Malam dengan Kesederhanaan Suku Asli Papua
Rabu, 05 Des 2012 13:50 WIB

Husni Mubarak Zainal

Jakarta - Suku Dani, salah satu suku asli Papua, tidak hanya terkenal dengan kemampuan berperang saja. Banyak kegiatan menarik serta filosofi hidup dalam keseharian mereka yang dapat menjadi pelajaran. Ingin tahu apa saja?Rekam ingatan saya tidak akan pernah melupakan sore ini! Lembah baliem yang hijau berpendar keemasan oleh semburat cahaya matahari sore. Lembah besar yang akan dengan mudah memikat siapa saja yang melihat dan mengunjunginya. Suatu sore perjalanan kami ke Kampung Obia Distrik Kurulu dihiasi lengkung pelangi akibat hujan rintik-rintik. Inilah sebuah distrik yang terletak tidak jauh dari Kota Wamena.Seorang pria tua dengan koteka serta hiasan kalung dari kerang nassa kecil menyambut kami di depan kampung, bersama dengan sepasang anak kecil. Teriakan "waa... waa... waa...", seakan menggema di seantero lembah sore itu.Dia sang kepala suku Kampung Obia meneriakkan ucapan selamat datang dan memberi tahu seantero kampung akan kedatangan kami. Satu persatu kami disalaminya sebelum mempersilakan kami untuk ikut menyusuri jalan setapak hingga ke kampungnya.Kampung Obia adalah salah satu kediaman Suku Dani. Salah satu suku yang mendiami lembah besar nan hijau di dataran tinggi Papua ini. Sejak dulu, tradisi dan adat istiadat mereka telah memikat orang dengan kesederhanaan hidup. Saya pun berkesempatan untuk mengunjungi mereka dan merasakan secara langsung pengalaman hidup menjadi Suku Dani.Kampung Obia tidaklah besar, mata saya dengan mudah dapat menyapu seantero halaman kampung. Saya memasuki pintu pagar yang beratapkan jerami dan mendapati anak-anak kecil yang bermain dengan riang di halaman Unila atau dapur khas Suku Dani.Beberapa wanita tampak di depan pintu Uma atau rumah khusus perempuan. Bunyi babi terdengar menjadi latar kampung dari kandang-kandang mereka di depan pintu pagar.Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyimpulkan, penduduk kampung ini sangatlah ramah. Lelaki dan perempuan silih berganti menyalami kami satu-persatu, seakan bertemu kawan lama mereka. Memperkenalkan diri layaknya murid baru di sekolah dasar, penuh semangat persahabatan.Kami melewatkan malam bersama Suku Dani di kampung ini, bercengkrama dengan riang di dalam Unila yang menjadi sentra kegiatan keluarga. Unila yang merupakan bangunan terbesar di desa riuh oleh suara dan aktivitas. Beberapa wanita sibuk merajut noken, yang lain sedang menidurkan anak, beberapa yang lain tengah memasak keladi yang akan menjadi santapan babi-babi mereka.Tapi tak peduli aktivitas yang berbeda, malam itu mereka semua terlarut dalam sahut-sahutan berirama dan bernada yang dipimpin seorang mama tua. Dengan minimnya teknologi, bernyanyi adalah cara mereka melewatkan malam dan menutup hari. Seakan tak peduli dengan batasan bahasa, kami pun ikut bernyanyi bersama mereka.Bagi orang Suku Dani, babi adalah harta yang berharga. Mereka diperlakukan layaknya keluarga, diberi makan dan memiliki bangunan yang menjadi rumah mereka sendiri. Babi juga memiliki peranan penting dalam ritual tradisi ataupun pernikahan. Bahkan dalam peperangan, nyawa prajurit yang meninggal dapat ditebus dengan menyerahkan sejumlah babi.Para pria Suku Dani besar dengan kebanggaan mereka akan perang dan keluarga. Malam itu dari mulut para tetua kampung, kami mendengar kisah tentang tradisi peperangan mereka. Dengan tombak dan busur yang menjadi senjata andalan, mereka akan mempertahankan harga diri atas perempuan, babi dan tanah. Hal-hal yang kadang menjadi pemicu utama sebuah peperangan.Dengan orang yang tepat, malam akan senantiasa menjadi kurang panjang dan pagi akan senantiasa tiba lebih awal. Di dalam Honai, rumah khas Suku Dani, tidak terasa bergelas-gelas kopi telah menjadi teman setia perbincangan kami di malam itu.Kesederhanaan hidup orang suku Dani tampak dari bagaimana mereka memaknai hidup dalam suku mereka. "Bagi kami, kunci hidup cuma ada tiga; cinta, kasih dan sayang," ujar Sakeus, penerjemah kami yang juga merupakan orang Suku Dani. Ya sesederhana itulah mereka.Tradisi Suku dani yang terkesan purba dan sangat berbeda dengan mayoritas suku lain di Indonesia, rupanya menyimpan banyak filosofi hidup yang berharga. Penghargaan mereka terhadap alam dan kesederhanaan hidupnya layak menjadi panutan bagi kita yang hidup dalam peradaban yang lebih kompleks.Karena walaupun berbeda kultur dan tradisi, saya percaya kita semua mengakar pada satu pemahaman yang sama. Bahwa dengan kesederhanaan kita dapat menikmati hidup yang lebih lapang. Bukan begitu?
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum