Menyelami Toleransi Beragama Ala 6 Destinasi di Jawa Tengah
Senin, 21 Mei 2012 11:23 WIB

Jakarta - Masyarakat Jawa Tengah, hidup berdampingan dengan segala perbedaan yang ada. Kehidupan multi religi berjalan harmonis. Wisatawan bisa mempelajari toleransi tersebut lewat 6 destinasi wisata bagi tiap agama.Berdasar pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia jadi tempat bertumpunya berbagai agama. Enam agama besar di Indonesia adalah Islam, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Masyarakat Indonesia sendiri tampak terbiasa dengan adanya toleransi, terbukti dari banyaknya tempat peribadatan yang harmonis satu sama lain.Jawa Tengah adalah salah satu provinsi di mana Anda bisa melihat keharmonisan tersebut. Selain dianugerahi alam yang indah, Jawa Tengah juga punya keberagaman agama dan budaya. Beberapa tempat dan bangunan terbukti jadi saksi sejarahnya.detikTravel pada Rabu (16/5/2012) merangkum 6 destinasi untuk 6 agama berbeda di Jawa Tengah. Enam destinasi ini bisa jadi referensi wisata, tak hanya untuk agama kita sendiri tapi juga untuk memperkuat toleransi:1. Gereja Muntilan, saksi bisu penyebaran agama Kristen Katolik di Pulau JawaMuntilan yang berada di Kabupaten Magelang menjadi basis utama penyebaran Katolik di Jawa Tengah. Tepatnya, sejak misionaris bernama ES Lupyen mengemban misi penyebaran agama tahun 1898. Perjuangannya tak sia-sia. Tahun 1904, sebanyak 173 orang dibaptis di sana. Semenjak itu, para Kristiani di Muntilan ikut pelajaran agama dan beribadat tiap Minggu pagi di gereja setempat.Gereja itu bernama Santa Maria Lourdes Promasan, yang bangunannya masih terjaga hingga sekarang. Mengutip situs Wikipedia, ini adalah gereja Katolik tertua di Pulau Jawa. Bangunannya sangat megah untuk ukuran desa. Ruangannya juga lumayan besar, dilengkapi deretan bangku kayu nan antik. Bagian luarnya dipercantik dengan menara tinggi yang menawan, tentunya lengkap dengan tanda salib.Gereja ini terletak dekat dengan Gua Maria Sendangsono yang menjadi tempat ziarah umat Kristiani. Untuk mencapainya, Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi sekitar 25 menit dari Jalan Raya Wates. Selain gereja dan gua, Muntilan juga memiliki sekolah Katolik ternama yakni Boarding School Van Lith Muntilan.2. Candi Prambanan, candi Hindu terbesar di IndonesiaPrambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia, terletak 17 kilometer dari Yogyakarta. Karena sejarahnya yang tak pasti, Prambanan atau disebut juga Candi Roro Jonggrang punya legenda tersendiri. Salah satunya adalah kisah cinta bertepuk sebelah tangan antara lelaki bernama Bandung Bondowoso dengan Roro Jonggrang, dengan kisah pembangunan masjid selama satu malam.Candi Prambanan disebut-sebut menjadi tandingan Candi Borobudur, juga Candi Sewu yang letaknya tak jauh dari Prambanan. Tak heran, karena candi ini memang sangat megah. Pintu masuknya berada di empat penjuru mata angin, dengan total 240 candi di seluruh areanya!Mengutip situs Wikipedia, bentuk Candi Prambanan berpedoman pada tradisi arsitektur Hindu berdasarkan kitab Wastu Sastra. Bentuk candi yang menjulang tinggi merupakan ciri khas bangunan Hindu. Sementara seluruh kompleks candinya mengikuti konsep kosmologi Hindu tentang alam semesta: terbagi jadi beberapa alam atau disebut Loka.Untuk menyelami beragam aspek agama Hindu, Anda bisa mengunjungi museum yang berada di sisi utara Candi Prambanan. Museum ini menyimpan beragam temuan benda bersejarah antara lain batu candi, arca, juga harta karun dan perhiasan dari emas.3. Masjid Agung Demak, mengenal para Wali penyebar agama IslamKesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Yang menjadi Sultan yaitu Raden Patah, tepat pada tahun 1478. Sepanjang perjuangannya menyebarkan agama Islam, Raden Patah menyatukan beberapa kota penganut Islam lainnya seperti Jepara, Tuban, dan Gresik.Pada 1477, sang Sultan mendirikan sebuah masjid yang jadi basis penyebaran agama Islam. Sekarang, bangunan ini dikenal sebagai Masjid Agung Demak.Konon, pembuatan masjid ini juga dibantu oleh Wali Songo yang dikenal luas sebagai pejuang Islam di Pulau Jawa. Selain menjadi pusat kegiatan Wali Songo dan Kesultanan Demak, masjid ini juga menjadi tempat berlangsungnya upacara Sekaten. Upacara ini dilakukan dengan cara membunyikan gamelan dan rebana di depan serambi masjid. Lalu, para Wali mengadakan semacam pengajian akbar sehingga rakyat pun mengerumuni masjid tersebut. Mereka lalu dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.Eksistensi Masjid Agung Demak sebagai basis penyebaran Islam di Jawa tidak sia-sia. Pada 1527, Kesultanan Demak menghalau tentara Portugis yang mendarat di Sunda Kelapa. Yang jadi panglima perang saat itu adalah Fatahillah, yang namanya melekat pada salah satu museum di Kota Tua Jakarta.Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, Masjid Agung Demak punya ciri khas arsitektur Islam. Di dalamnya terdapat empat tiang utama yang disebut dengan Saka Guru. Atap limasnya terdiri dari tiga bagian, yang masing-masing menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan.Di masjid ini, Anda juga bisa mendapati beberapa makam Sultan Demak dan para abdinya. Ada pula Museum Masjid Agung Demak, yang berisi sejarah riwayat berdirinya masjid ini terkait penyebaran Islam di Indonesia.4. Klenteng Sam Poo Kong, eksistensi Kong Hu Cu sebagai bawaan negeri TiongkokKedatangan Laksamana Cheng Ho di Pulau Jawa pada abad ke-14 membawa pengaruh besar bagi dua agama. Pertama adalah Islam, yang menjadi panutan sang Laksamana itu sendiri. Selama pendudukannya di Semarang, Cheng Ho membangun sebuah masjid yang dinamai Sam Poo Kong.Walaupun digunakan sebagai tempat beribadah umat Islam, arsitektur bangunan Sam Poo Kong tak ada bedanya dengan klenteng milik warga Tionghoa. Pada akhirnya, bangunan ini dialihkan fungsinya menjadi sebuah klenteng. Otomatis tempat ini jadi basis untuk agama kedua, Kong Hu Cu.Di klenteng ini Anda bisa ikut melakukan ritual Ciam Shie, membakar dupa, serta melempar kepingan koin untuk proyeksi keberuntungan di masa depan. Mengutip situs resmi pariwisata Kota Semarang, bangunan utama dari klenteng ini justru adalah gua batu yang dipercaya sebagai markas sang Laksamana.Anda bisa memasuki Terowongan Klenteng yang dipenuhi pahatan batu di sisi kanan dan kirinya. Pahatan itu menceritakan perjalanan Laksamana Cheng Ho hingga ia tiba di daratan Jawa.5. Gereja Blenduk, jejak peninggalan Portugis dengan komposisi arsitektur sempurnaSulit membayangkan gereja Protestan yang dibangun ratusan tahun silam masih berdiri kokoh hingga sekarang. Peletakkan batu pertamanya adalah pada 1753, oleh bangsa Portugis yang waktu itu berdiam di Kota Semarang. 20 Tahun kemudian, dua buah menara ditambahkan. Hasilnya adalah sebuah karya arsitektur yang indah dengan komposisi sempurna.Ciri arsitektur Eropa abad ke-17 dan 18 sangat terasa. Mengutip situs resmi Kota Semarang, salah satu lonceng di menaranya bahkan berusia lebih tua dari bangunan itu sendiri, dibuat pada tahun 1703. Gereja ini punya bentuk oktagon (segi delapan) dengan kubah berwarna merah bata jika dilihat dari luar.Dulu gereja Protestan ini bernama Koepelkerk, namun warga Semarang lebih suka menyebutnya Gereja Blenduk (yang berarti 'kubah cembung' dalam bahasa Jawa, sesuai bentuk atap gerejanya). Hingga saat ini, Gereja Blenduk masih digunakan sebagai tempat ibadah jemaat Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel.Namun, bukan berarti para turis tidak bisa berkunjung ke bangunan indah ini. Gereja Blenduk jadi salah satu destinasi wisata di Kawasan Kota Lama Semarang. Tak hanya oleh wisatawan Kristiani, tapi juga wisatawan dari berbagai agama lainnya. Anda bisa memasuki bangunan ini dan melihat kemegahan isinya, juga sebuah Alkitab berbahasa Belanda terbitan tahun 1748 yang masih terawat. Jangan lupa untuk berpakaian sopan dan menjaga perilaku ya!6. Borobudur, jejak agama Buddha yang jadi sorotan duniaPosisinya sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia menjadikan Borobudur dikenal di berbagai negara. Betapa tidak, Borobudur adalah kompleks candi Buddha terbesar di Indonesia. Terletak di Magelang, candi ini masih jadi tempat dihelatnya perayaan agama Buddha yaitu Waisyak.Dibangun sekitar abad ke-8, candi ini punya tiga tingkat sesuai dengan model alam semesta milik Buddha. Saat Waisak tiba, para peziarah masuk lewat sisi timur candi lalu memulai ritual Pradaksina dengan berjalan mengelilinginya. Saat Waisak pula Anda bisa mengikuti prosesi ini, mulai dari kaki candi hingga tingkat teratas alias puncak candi.Mengutip situs Wikipedia, bagian kaki candinya melambangkan Kamadhatu yakni dunia yang masih dikuasai nafsu (Kama). Setelah itu, para peziarah naik ke undakan berikutnya yakni Rupadhatu (di antara alam bawah dan alam atas). Mereka terus berjalan hingga tingkat terakhir yakni Arupadhatu, yang berarti "tidak berupa" atau "tidak berwujud". Tingkat terakhir ini adalah alam atas, di mana manusia bebas dari dari segala keinginan.Dalam perjalanannya, para peziarah melalui serangkaian lorong dan tangga serta menyaksikan sekitar 1.500 relief indah yang terukir pada dinding batunya. Relief ini dibuat dengan sangat teliti dan halus, menggambarkan beberapa cerita dan legenda seperti Karmawibhangga dan Jataka.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!