Beranjak kembali dari Taman Nasional Tanjung Puting ke pelabuhan Kumai pada tanggal 17 Oktober 2010, diatas perahu kelotok yang saya tumpangi, perlahan saya buka beberapa hasil jepretan saya di camera. Tingkah laku Orangutan yang berhasil saya dokumentasikan masih saja membuat saya tersenyum-senyum sendiri, tapi disamping spesies yang menjadi daya tarik wisatawan itu ternyata ada wajah-wajah tulus dan bersahaja yang dengan sabar merawat dan menjaga primata terbesar tersebut dari bahaya yang ada di sekitarnya.
Mereka disebut 'Ranger', profesi sebagai penjaga Taman Nasional Tanjung Puting serta penjaga dan pawang Orangutan ini adalah profesi beresiko dan tidak mudah untuk menjalankannya. Bayangkan saja mereka harus menghabiskan waktu mereka sehari-hari untuk memperlakukan Orangutan seperti anak mereka sendiri di hutan belantara yang memiliki luas kurang lebih 415.010 hektare ini.
Setiap kunjungan ke beberapa lokasi konservasi Orangutan disini, saya selalu menyempatkan diri untuk menanyakan beberapa hal kepada mereka sehingga saya tertarik untuk menuliskan ini sebagai apresiasi atas tugas dan profesi mulia mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebutan 'Ranger' tidak menjadikan mereka layaknya manusia super yang terhindar dari segala marabahaya karena memiliki kekuatan super seperti yang biasa muncul di film-film animasi atau kartun sewaktu kita kecil dulu, tetapi sebaliknya mereka ternyata sudah banyak sekali merasakan 'asam pahit' dari segala tingkah laku Orangutan. Bapak Jaelani seorang Ranger senior yang saat ini berusia 56 tahun menuturkan pengalamannya yang pernah dicakar dan digigit Orangutan. Bahkan Pak Jaelani bersedia menunjukkan bekas jahitan di punggungnya setelah digigit 'Unyuk' seekor Orangutan Camp Lakey.
Terlepas dari pengalaman pahit itu, Pak Jaelani dan Ranger lainnya tidak pernah menyerah dan mengeluh untuk terus merawat hewan yang kini menjadi satwa langka Indonesia. Walaupun terkadang keluarga mereka sendiri banyak yang masih menolak profesi tersebut, Pak Jaelani sendiri pernah bercerai dari istrinya dulu dikarenakan istrinya tidak betah tinggal di hutan bersamanya. Tetapi keteguhan hati Pak Jaelani yang hanya tamatan Sekolah Dasar untuk tetap menjadi penjaga Orangutan itu jugalah yang akhirnya mempertemukan beliau dengan wanita yang rela menghabiskan waktu bersamanya dihutan Tanjung Puting ini.
Dengan job desc yang mengharuskan mereka memberi makan Orangutan setiap harinya, menjaga mereka dari bahaya apapun di hutan serta merawat apabila ada yang terluka atau sakit, seorang Ranger hanya mendapatkan upah Rp30.000,- per harinya, artinya setiap bulan mereka hanya mendapatkan Rp900.000 untuk tugas beresiko tersebut. Walaupun pendapatan itu diluar makan mereka dan keluarga yang di tanggung oleh OFI selama tinggal dihutan konsevasi, tapi itu amat terlalu sulit untuk dilakukan seseorang kecuali mereka memang memiliki kecintaan sendiri atas profesi mereka demi tugas mulia menjaga dan melestarikan fauna langka tersebut.
Yah..saya yakin mereka memang sangat mencintai profesi sebagai Ranger tersebut. Terbukti dengan penuturan Ian, seorang Ranger muda yang menceritakan kebanggaannya sebagai Ranger yang dapat menjadi sahabat Orangutan. Bahkan yang membuat mereka senang adalah interaksi mereka yang dapat memanggil mereka untuk datang layaknya di film 'Tarzan', lebih dari itupun terkadang mereka dapat bercanda dengan Orangutan sehingga tak heran membuat mereka terhibur apabila sedang memiliki masalah atau sedang merasa bosan. Karena mereka juga manusia yang terkadang punya masalah.
Waah..seperti lirik lagu Seurieus Band, Ranger juga manusia..!!!
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan