Β
Saat perahu motor yang kami tumpangi menepi, saya sudah dibuat terpukau dengan kejernihan airnya. Saya bahkan dapat melihat batu batu karang di atas pasir yang putih dari permukaan airnya yang berwarna biru terang. Melihat pulau ini, seperti melihat kartu pos yang dijual di toko buku namun dengan versi tanpa diedit dan sudah pasti lebih indah daripada gambar.
Β
Saat menginjakkan kaki di pasir, lagi lagi saya menemukan banyak kumang yang berjalan jalan dengan rumahnya yang bermacam macam bentuk dan warnanya. Kami segera dipersilahkan untuk memasuki rumah panggung yang juga ditinggali oleh Bapak Oyon dan beberapa pegawainya. Mereka biasa membantu bapak untuk membuat kopra atau membersihkan pulau yang biasanya kotor setalah terjadi badai. Menjelang malam, barulah kami tahu bahwa pulau ini tidak dialiri listrik. Penerangan hanya berasal dari rumah ini, itupun hanya diterangi oleh lampu minyak.
Β
Tidak ada hiburan seperti tv atau radio. bahkan signal handphone pun hilang dalam perjalanan menuju pulau ini. Untung ada setumpuk kartu domino. Daripada bengong bengong saja maka kami bermain kartu bersama Aat, orang yang mengantar kami ke pulau ini. Saya yang tadinya tidak mengerti sama sekali sampai bisa karena kami bermain semalam suntuk. Pulau yang sepi, mendadak ramai oleh teriakan serta batingan kartu di meja. Tidak adanya listrik, bukan menjadi pengahalang untuk kami menikmati pulau ini.
Β
Oiya, saat mengunjungi pulau, sangatlah penting untuk membawa lotion anti nyamuk dan serangga. Dan bila pulaunya terletak dipedalaman, ada baiknya mepersiapkan diri dengan meminum obat anti malaria sebelum pergi. Pagi harinya, saya dan Nonadita diantar untuk mengelilingi pulau dan melihat resort yang sudah ditinggalkan tersebut. Kata beberapa pegawainya, artis artis ibu kota pernah berlibur di pulau ini. Dan pulau ini menjadi pilihan favorit surfer manca negara untuk menginap. Sayang sekali ya, kalau sampai resort ini benar benar tutup.
Β
Saat kami duduk di depan restoran yang menghadap ke laut, kami sesekali melihat perahu motor yang lalu lalang membawa bule bule yang ingin surfing. Menurut Aat ombak yang biasa dikunjungi oleh para surfer adalah Nyangnyang, Mainu, Pit Stop dan Malidimo. Dan Mentawai juga memiliki ombak ganas bernama Sigalube. Masih menurut Aat, Ombak tersebut belum pernah ada yang menaklukan karena sangat kencang dan bertubi tubi.
Β
Belum selesai satu ombak bergulung ke pantai, sudah ada ombak ombak lainnya yang datang. Sehingga cukup berbahaya bila bermain di ombak ini. Setelah puas melihat lihat resort, kami kembalik ke rumah Pak Oyon. Saya tadinya ingin melanjutkan untuk snorkeling, tetapi tidak ada alat snorkeling di pulau ini dan lai pantainya terlalu curam serta ombaknya yang kencang. Tidak puas hanya bermain pasir di pinggiran pantai, saya akhirnya memutuskan untuk bermain pompong, sebuak perahu kecil tradisional khas Mentawai.
Β
Menyenangkan berkeliling pulau dengan menggunakan pompong. Saya sesekali turun dari perahu dan berenang di laut bebas yang sepi ini. Perbedaan kedalaman air sangat terlihat dari gradasi warnanya. Saya benar benar bersyukur pernah kesini. Menjelang sore, kami kembali ke Pulau Siberut yang berjarak kerang lebih satu jam dari Botik. Di perjalanan, kami bisa melihat ombak ombak besar yang bergulung ke pantai.
Β
Mendekati Pulau Siberut, hutan serta perkampungan orang dalam juga kembali terlihat. Sangat banyak yang bisa di-explore di Kepulauan Mentawai ini. Dan untuk yang mencintai olah raga selancar, merupakan sebuah kewajiban untuk mengunjungi kepulauan ini. Sebuah travel di Brazil bahkan membuat paket super trip untuk para surfer yang memasuka Mentawai ke dalam daftar kunjungannya. Mereka saja, mencintai kepulauan ini, mengapa kita tidak?
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang