Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Yudi Febrianda|6662|NTB|21

Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu

Yudi KudaLiar Febrianda - detikTravel
Rabu, 15 Jun 2011 10:00 WIB
loading...
Yudi KudaLiar Febrianda
Jalanan deru campur debu (HRA)
Padang rumput yang luas dengan Gunung Tambora di belakangnya (YF)
Pos 1 jalur pendakian ke puncak Gunung Tambora
Gersang tapi hijau (YF)
Kawanan kuda liar (YF)
Kerbau liar dan kuda liar
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Menyusuri Kaki Gunung Tambora, Perjalanan Deru Campur Debu
Jakarta -

Gunung Tambora (2851 mdpl) yang terletak di ujung Utara pulau Sumbawa pernah mengguncang dunia dengan ledakannya yang maha dahsyat pada tahun 1815. Ledakan tersebut mengakibatkan korban jiwa lebih kurang 92.000 jiwa dan memusnahkan tiga kerajaan di sekitarnya, yaitu : Kerajaan Pekat, Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Tambora. Bahkan dunia pada tahun itu tidak mengalami musim panas karena ditutup oleh debu Tambora

Perjalanan kami di hari ketiga, 6 Oktober 2010, adalah menyusuri kaki gunung Tambora dari Hu'u Lakey menuju Kampung Labuhan Beranti, tempat menyeberang ke Pulau Satonda. Perjalanan dimulai pukul 10.15 WITA dari Hu'u Lakey. Jalanan sepanjang puluhan kilometer yang sebagian besar bergelombang membentang dari Selatan ke Utara cukup menggocok isi perut. Lubang-lubang sebesar gajah menjadi tantangan tersendiri saat melewatinya. Mobil kami seperti sedang melakukan offroad dengan kecepatan tinggi. Debu mengepul sepanjang jalan yang kami lewati. Beberapa kali bang Is, sang driver , terpaksa melakukan manuver untuk menghindari lubang yang tiba-tiba muncul di hadapan kami. Mobil terus berderu bercampupr debu yang berterbangan.

Namun perjalanan deru campur debu ini tidak terasa membosankan. Padang rumput hijau yang membentang di sisi kanan jalan di kaki Gunung Tambora membuat kami seakan tidak peduli dengan kondisi jalan tersebut. Mata seakan tak pernah puas dan tak lelah karena disuguhi pemandangan yang serba hijau diselingi beberapa pohon dan kuda liar serta kerbau dan sapi liar. Benar-benar suatu perpaduan yang menarik. Beberapa kali kami berhenti untuk sekedar mengambil foto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sempat kami bertemu dengan dengan bang Buna, seorang ahli biologi yang baru turun dari Tambora di Pos 1, jalur Doro Ncanga, sebelah Selatan Gunung Tambora. Perjalanan menggunakan motor bebek berboncengan dengan seorang guide lokal dari Pos 1 ke Pos 2 ditempuhnya selama 1 jam 15 menit. Dari Pos 2 ke Pos 3 (1840 mdpl) melalui jalanan pasir campur ilalang selama 3 jam 30 menit. Selepas Pos 3 menuju kaldera harus ditempuh dengan berjalan kaki selama lebih kurang 2 jam.

Perjalanan kami lanjutkan. Kondisi jalanan semakin terasa menantang. Lubang-lubang semakin banyak, bahkan ada jalur jalan yang hampir putus akibat longsor. Semakin sore kami semakin banyak bertemu dengan kawanan kuda liar dan kerbau liar. Binatang-binatang ini hidup bebas tanpa ada yang menggembalakannya. Beberapa kali mobil kami terpaksa berhenti karena mendadak melintas kawanan kuda atau kerbau tersebut.

Matahari sudah mulai condong ke Barat. Jarum jam sudah menunjukan pukul 03.23 WITA. Akhirnya kami tiba di Labuhan Beranti. Perjalanan panjang selama 5 jam lebih akhirnya selesai. Selanjutnya kami akan menyeberang ke Pulau Satonda. (YF)

Hide Ads