Dunia saat ini sedang gencar-gencarnya membicarakan pemanasan global. Para ahli dan ilmuwan berlomba-lomba membicarakan rumah ramah lingkungan. Mereka mencari dan membuat berbagai arsitektur yang cocok dengan alam. Pada saat seperti itu, nun jauh di pedalaman timur Indonesia, Papua, Suku Korowai telah ratusan tahun mempraktekannya. Dengan rumah pohon atau dalam bahasa setempat rumah tinggi, Suku Korowai telah hidup selaras dengan alam.
Selain terkenal akan keindahan alamnya, Papua juga dikenal sebagai daerah yang mempunyai suku paling banyak di Indonesia. Setiap suku-suku itu mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satunya adalah Suku Korowai. Suku ini juga dikenal dengan sebutan βSuku Orang Pohonβ. Ini lantaran mereka mempunyai rumah di atas pohon dengan ketinggian hingga mencapai 30 meter. Bahkan ada juga rumah yang tingginya sekitar 50-60 meter.
Suku Korowai sendiri mendiami Distrik Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. Sebenarnya mereka juga terbagi-bagi lagi menjadi beberapa suku. Seperti Suku Korowai Kombai, Korowai Batu dan Korowai Rawa. Untuk dapat mencapai lokasi mereka, kita harus siap waktu, tenaga dan dana yang cukup. Aksesnya cukup sulit dan jauh. Pesawat jenis Cesna Caravan 2008, Helikopter dan Speeboat adalah jenis transportasi untuk menuju wilayah mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pagi itu, Selasa, 19 Okober 2010, dengan menggunakan Speetboat, saya dan Erwin serta penamping kami bang Leo pergi menuju Desa Basman dari Desa Senggo. Di Senggo kami sempat bermalam dulu setelah menempuh perjalanan dengan Speedboat selama hampir 6 jam dari Agats, Kab. Asmat, melalui teluk Flamingi, laut Aru, sungai Sirets dan sungai Wilderman.
Bersama Gery dan Topan, driver Speedboat, kami melawan arus Sungai Dairamn dari Pelabuhan sungai Senggo. Inilah salah satu sungai besar yang ada di Papua. Sepanjang perjalanan selama 3 jam menuju Basman, merupakan sebuah petualangan tersendiri. Termasuk tentunya perjalanan 6 jam dari Agats menuju Basman sehari sebelumnya. Di sisi kiri dan kanan sungai dapat kami saksikan dahsyatnya sekaligus keindahan dari hutan-hutan Papua. Kampung-kampung kecil di pinggiran sungai juga kami temui sepanjang perjalanan. Beberapa kali kami berpapasan dengan masyakat yang menggunakan βKole-Koleβ β perahu panjang dari pohon khas Papua.
Sekitar pukul sebelas siang waktu setempat, kami tiba di Basman. Beberapa orang warga menyambut kedatangan kami. Melalui jembatan panjang selebar 2 meter yang kondisinya sudah rusak, kami berjalan menuju Desa Basman. Kami beristirahat sejenak di tempat mantri kesehatan untuk makan siang sambil bersosialisasi dengan kepala desa dan beberapa warga.
Lepas makan siang dengan diantar kepala desa, beberapa warga dan juga orang-orang dari Suku Korowai, kami berjalan menuju rumang tinggi terdekat Suku Korowai dari Desa Basman. Dari beberapa orang Suku Korowai yang ikut mengantar hanya kepala desa dan satu atau dua orang lain saja yang dapat mengerti bahasa Indonesia. Selebihnya tidak mengerti sama sekali. Namun, dengan menggunakan bahasa tubuh mereka dapat mengerti apa maksud kita.
Kami berjalan masuk ke dalam hutan melalui jalan setapak. Beberapa kali kami harus melalui jalan setapak berawa. Untung saja kini jalan setapak sedikit demi sedikit diberi potongan-potongan kayu untuk menghindari becek atau rawa-rawa. Cukup luamayan, walau sebenarnya hanya sedikit membantu saja. Di sepanjang jalan orang-orang Suku Korowai menggunakan bahasa asli mereka yang sama sekali tidak kami mengerti. Namun, yang pasti mereka orang-orang yang polos dan ramah. Dengan menggunakan bahasa tubuh kita terkadang bercanda dan tertawa bersama-sama.
Setelah berjalan di dalam hutan yang masih sangat baik selama dua jam, kami pun tiba di kampung terdekat Suku Korowai dari Basman. Sungguh menakjubkan, kami lihat ada sekitar 6 rumah pohon di sana. Ada sebuah rumah yang paling tinggi yaitu sekitar 30 meter di atas pohon. Luar biasa melihatnya. Sampai-sampai kami berpikir bagaimana cara mereka membangun rumah setinggi itu.
Kemudian kami naik dan masuk ke salah satu rumah pohon yang tingginya sekitar 15 meter di atas pohon. Melalui tangga tegak lurus yang terbuat dari sebatang pohon, satu persatu naik kami naik. Rumah ini dimiliki oleh Pak Martinus yang sudah sedikit mengerti bahasa Indonesia.
Berada di dalam rumah pohon saat angin bertiup cukup menyenangkan. Kita seperti sedikit bergoyang-goyang. Namun, jangan khawatir rumah berukuran sekitar 6 x 3 meter ini kuat. Menurut Pak Martinus, bahkan rumahnya pernah di huni hingga 20 orang sekaligus. Yang lebih menakjubkan lagi, rangka rumah ini hanya diikat dengan menggunakan rotan satu sama lain. Tanpa menggunakan sebuah paku pun. Di dalam rumah juga terdapat tempat untuk membakar makanan. Sebuah sekat kayu berlubang besar membagi ruangan jadi dua bagian. Benar-benar rumah yang sederhana, namun mengagumkan.
Menurut Pak Mertinus lagi, rumah dibuat tinggi, karena selain untuk menghindari binatang buas, juga untuk menghindar nyamuk. Tentu saja juga untuk memantau musuh. Selain rumah tinggi, di sana juga terdapat rumah panjang atau jew yang berfungsi untuk tempat berkumpul atau melakukan berbagai kegiatan bersama.
Jadi jika anda mempunyai kesempatan, kunjungilah rumah tinggi Suku Korowai yang menakjubkan ini. Inilah salah satu keunikan dan kekayaan budaya negeri kita.
Komentar Terbanyak
Bus Pun Tak Lagi Memutar Musik di Perjalanan
Ogah Bayar Royalti Musik, PO Bus Larang Kru Putar Lagu di Jalan
Hotel di Mataram Kaget Disurati LMKN, Ditagih Royalti Musik dari TV di Kamar