Desa Babrongko, Desa Para Pejuang
Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sukma Kurniawan|4272|PAPUA 2|28

Desa Babrongko, Desa Para Pejuang

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Kamis, 17 Feb 2011 12:30 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Desa Babrongko dengan latar belakang pegunungan Cyclops.
Desa Babrongko, Desa Para Pejuang
Jakarta -

Setibanya disana kami langusng menemui kepala desa (ondofolo) yaitu Bapak Jack Wally. Kami disambut dan dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya yang sederhana. Terlihat beberapa orang anak dan cucu bapak Jack ada di rumah itu, mereka santai saja sambil terus menonton televise saat kami datang dan duduk di ruang tamu.

Ayos memulai percakapan dengan pertanyaan. Meluncurlah cerita demi cerita dari mulut sang Ondofolo, dari mulai mitos keturunan buaya hingga nama salah satu grup band ibukota kesukaannya, Wali. Ondofolo suka karena persamaan pengucapan dengan fam dari Pak Jack, yaitu Wally.

Pak Jack mulai bertutur mengenai sejarah mengapa desa ini dinamakan Babrongko. Konon, ketika orang Portugis masuk pertama kali ke desa tersebut mereka melihat banyak orang-orang yang terluka sekembalinya dari medan perang yang ditempatkan di suatu balai. Melihat orang-orang terluka tersebut orang Portugis bertanya,”Kenapa kalian terluka?” dan penduduk lokal pun menjawab,”Babelo!” yang berarti perang dalam bahasa setempat. Sedangkan balai adat yang sering digunakan untuk melakukan rituan sebelum perang disebut β€˜onngo’. β€œKarena dua kata tadi, maka orang Purtugis menyebutnya dengan β€˜babrongko’”, kata Pak Jack.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya bertanya mengenai kabar yang saya dapatkan sebelum berkunjung kesana bahwa ada yang menyebut orang-orang dari desa Babrongko percaya mereka adalah keturunan buaya. Segra setelah mendengar pertanyaan saya, pak Jack menyangkal,”Ah itu kan mitos saja. Kalo ada acara pemanggilan buaya, itu dulu dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kelebihan tapi sekarang sudah sulit ditemui, terakhir kali melihat hal tersebut ketika saya berusia sekitar 5 tahunan”, ujar Pak Jack sambil menerangkan sedikit budaya magi yang dulu kental di lingkungan desa Babrongko.

Pak Jack bercerita bahwa ia dulu bertugas di Jayapura sebagai tenaga medis, membantu dokter-dokter yang datang dari Jawa dan Sumatera. Karena minimnya tenaga pengobatam, maka ia sering ditugaskan untuk membawa obat-obatan bagi penduduk suku-suku yang berada di pedalaman. Namun tak jarang, dalam melaksanakan tugas tersebut dia menghadapi perlakuan kasar dari anggota gerakan pengacau keamanan, ujar Pak Jack sambil menunjukkan bekas luka diperutnya.”Ini saya dapatkan ketika saya di sekap dan disiksa oleh Gerakan Pengacau Keamanan di hutan,” katanya.

β€œMereka tak perduli dan terus menyiksa, walaupun sudah dijelaskan bahwa saya hanya bertugas sebagai paramedis untuk kasih obat-obatan. Tapi tetap saja saya di tahan dan disiksa. Semua pengalaman itu dianggapnya sebagai cobaan kecil sebagai bahagian dari pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa di dunia ini.

Raut muka Jack Wally ini terlihat sudah banyak mengalami berbagai pengalaman dalam hidupnya. Sebagai penerus ondofolo terdahulu dia hanya mencoba untuk menjaga semua tradisi yang pernah didapatkan dari ayahnya dan ini juga yang akan diturunkan kepada anaknya sebagai sebagai ondofolo berikutnya.

Terima kasih, Pak Jack yang sudah bercerita kepada kami. Salam hormat kami padanya, yang menghantarkan kami hingga tempat perahu yang akan membawa kami pulang ke seberang danau.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads