Naik andong di Jalan Malioboro Yogyakarta seakan membawa kita bernostalgia ke masa lampau. Selain karena kereta kuda ini telah ada di Kesultanan Yogyakarta sejak ratusan tahun lalu, juga karena jalur yang dilewatinya merupakan kawasan bersejarah yang masih bertahan di tengah laju modernisasi.
Pengunjung Jalan Malioboro meningkat signifikan setiap hari libur tiba. Hal ini membawa berkah bagi banyak kusir andong yang biasa mangkal di sana.
Naik andong merupakan salah satu aktivitas favorit wisatawan saat berkunjung ke kota pelajar ini. Rute andong biasanya dimulai dari Jalan Malioboro, Pasar Beringharjo, Istana Gedung Agung, dan Benteng Vredeburg, terus ke arah alun-alun utara, lalu memutari Keraton, Jalan Rotowijayan, komplek Taman Sari, kemudian ke utara lagi lewat Jalan Nyai Ahmad Dahlan, Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Bhayangkara, Jalan Pasar Kembang, hingga akhirnya kembali ke Malioboro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sepanjang perjalanan tersebut, penumpang andong bisa melihat berbagai bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Yogyakarta dan rumah-rumah tradisional Jawa, sebuah pemandangan yang mampu membangkitkan kenangan dan nostalgia bagi siapa saja yang melihatnya.
Adalah Pak Dwi, salah satu dari sekian banyak kusir andong di Malioboro. Ia sudah menggeluti pekerjaan ini sejak 1997, tepatnya pasca krisis moneter yang menghantam Indonesia saat itu.
Ia yang kehilangan pekerjaan kemudian banting setir menjadi kusir andong. Menurut Pak Dwi, pada tahun 2019 terdapat lebih kurang 500 andong di Yogyakarta.
Semua andong tersebut harus terdaftar di Dinas Perhubungan untuk mendapatkan legalisasi. Pak Dwi biasa berangkat dari rumahnya di Banguntapan, Bantul pada jam 8 pagi, dan bekerja sampai siang atau sore, tergantung jumlah penumpang.
Pada hari libur ia dapat melakukan hingga 10 perjalanan sehari. Sedangkan pada hari biasa paling banyak ia hanya bisa menarik andong sekitar 3 perjalanan saja.
Beruntung Pak Dwi memiliki 4 ekor kuda yang digunakannya secara bergantian, untuk menjaga kondisi dan kesehatan para kudanya agar tetap baik. Meski dunia terus berubah, dan Yogyakarta pun tak bisa dipungkiri telah banyak mengalami modernisasi.
Tapi hal ini tak berpengaruh banyak bagi keberadaan andong di kota Yogyakarta. Menurut Pak Dwi, sebagian besar kusir andong telah berganti turun temurun dari generasi ke generasi.
Mereka membuat Yogyakarta tetap 'Istimewa'.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol