Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan

Pitut Saputra - detikTravel
Senin, 04 Agu 2025 12:37 WIB
loading...
Pitut Saputra
1. Gapura Khas Bali Taman Pojok Kreatif Delanggu
2. Salah satu spot foto di pojok kreatif delanggu
3.Tembok dan patung satwa kembali diperbaharui
4. Area sharing dan diskusi sore di keramik
5.Tembo dicat ulang dan dimural seni
Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan
Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan
Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan
Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan
Kisah Warga Desa Menghidupkan Kembali Studio Widuri, Kado Agustusan
Klaten -

Ketika udara musim kemerdekaan mulai menghangat di Desa Kuncen, Sidodadi, Delanggu, semangat Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-80 terpancar bukan hanya dari barisan bendera merah putih yang berkibar, melainkan juga dari tangan-tangan kreatif warga yang bergotong royong.

Sejak menjelang Agustus, setiap sudut RT 04 RW 03 dipenuhi lukisan warna-warni, tembok-tembok kampung dicat ulang, marka jalan diperbarui, dan ornamen-ornamen merah-putih dipasang rapi.

Namun yang paling menyita perhatian adalah sebuah gapura Bali sederhana nan unik di taman pojok kreatif desa. Bapak dan ibu, remaja dan anak-anak, semua ikut menggali puing-puing masa lalu demi menghadirkan kembali peninggalan properti outdoor eks foto studio Widuri yang dulu pernah menjadi kebanggaan warga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gapura itu bukan sekadar gerbang pijakan fisik memasuki kampung, melainkan penanda akan suburnya toleransi dan kearifan lokal yang sempat terkubur.

Dulunya, Studio Foto Widuri terkenal dengan taman outdoor bak miniatur Pulau Dewata, lengkap dengan rumah adat dan patung-patung satwa, serta deretan ukiran khas Bali yang memikat.

ADVERTISEMENT

Warga datang untuk berfoto keluarga, menggelar reuni, atau sekadar duduk-duduk menikmati suasana tropis. Namun ketika pemilik berpulang dan tanah beserta bangunan dijual, relik-relik itu terkubur, terlupakan, oleh derasnya arus teknologi digital yang menggeser foto film ke smartphone.

Setengah abad kemudian, gagasan menghidupkan kembali jejak-jejak Widuri lahir dari pertemuan sederhana di taman pojok kreatif. "Apa yang bisa kita wariskan?" tanya seorang sesepuh, menantang ingatan generasi muda yang lebih akrab dengan layar kaca daripada film hitam-putih.

Diskusi itu menelurkan tekad, menggali reruntuhan, menata ulang fragmen gapura dan patung, menambah ornamen, sekaligus menciptakan ruang kreatif yang memadukan edukasi, diskusi, dan hiburan. Proses revitalisasi berlangsung sejak pertengahan Juli 2025.

Warga memindahkan puing batu, membersihkan ukiran yang terkubur lumpur, dan menyiapkan cetakan bata baru untuk melengkapi gapura yang retak. Sehari-hari, suara tukang cat dan tukang batu bersahutan dengan riuh tawa ibu-ibu PKK yang membuat camilan buat para pekerja muda mudi mengecat tembok dan taman bertema kemerdekaan.

Di sela-sela itu, anak-anak sekolah dasar membantu menanam bunga di pinggir jalan, sementara pemuda dan sesepuh desa ikut menata bendera dan lampu sorot agar gapura makin terlihat memukau malam hari. Pada puncak perayaan 17 Agustus, gapura ini direncanakan telah berdiri megah, dikelilingi hamparan umbul-umbul dan titik selfie yang langsung viral di media sosial.

Wajah-wajah terpancar bangga, terlontar tawa bahagia saat pertama kali menapaki gapura yang dulu hanya tersimpan dalam foto-foto lusuh. Beberapa orang lanjut usia bahkan menitikkan air mata haru, mengenang masa kecil yang pernah dihabiskan bersama keluarga di bawah lengkungan gapura mini itu. Lebih dari sekadar spot Instagramable, taman pojok kreatif ini menjadi laboratorium sosial-budaya.

Pengunjung, baik penduduk setempat maupun pengunjung dari desa sekitar, duduk melingkar menggelar diskusi tentang isu pembangunan berkelanjutan, pelestarian budaya lokal, dan peluang UMKM.

Warung-warung kaki lima sekaligus stan makanan tradisional warga mengalami lonjakan kunjungan, seakan semangat kebersamaan merembet sampai ke piring-piring makanan dan segelas wedang jahe atau es teh yang menyegarkan.

Narasi kearifan lokal yang pernah terkubur kini berdenyut lagi, setiap retakan gapura, setiap ukiran, dan lekuk serta patung patung Bali bercerita tentang tekad generasi tua yang menanamkan nilai gotong royong, serta generasi muda yang tak sungkan belajar dari masa lampau.

Gapura ini menegaskan bahwa kemajuan tak selalu bertumpu pada teknologi canggih, melainkan pada kesediaan hati bergandeng tangan. Kini, Desa Kuncen punya wajah baru.

Di tengah deru kendaraan dan gemerlap kota Klaten, taman pojok kreatif dengan gapura Bali sederhana itu menjadi magnet yang membawa berkah, ide-ide segar bermunculan, remaja semakin cinta kampung halaman, dan ruang diskusi lintas generasi makin hidup. Semua berkat upaya bersama, potongan cerita lama disusun kembali menjadi mosaik harapan.

Dalam kebersamaan itulah tersemat kado terindah untuk Hari Kemerdekaan RI ke-80, bukan parade megah atau panggung hiburan besar, melainkan bangunan sederhana yang menghimpun memori, kearifan, dan kreativitas warga.

Gapura eks-Foto Studio Widuri kini jadi saksi bisu bahwa dengan solidaritas, apa pun yang terkubur lama bisa dibangkitkan menjadi sumber inspirasi dan kebermanfaatan bagi masyarakat luas.

Dari sapuan cat yang baru di tembok kampung sampai gapura Bali yang dihidupkan kembali, warga RT 04 RW 03 Kuncen Sidodadi menorehkan satu pelajaran sederhana, merah putih tidak hanya tergantung di tiang, tetapi berdenyut dalam setiap usaha bersama mengangkat warisan lokal ke level yang lebih bermakna.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads