Tak hanya papeda, Bumi Cendrawasih punya aneka kuliner yang wajib untuk dicicipi. Ulat Sagu adalah salah satunya. Ulat ini seolah cemilan bagi orang Papua. Mereka memakannya mentah-mentah dan ada juga yang dimasak. Hmm, seperti apa ya rasanya?
detikTravel berkesempatan mencicipi ulat sagu di Kampung Kaugapu, tempat tinggal Suku Kamoro, Timika, Kamis (22/11/2012). Bersama tim Dream Destination Papua dan Freeport, Suku Kamoro menyajikan banyak kejutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, wanita dewasa Suku Kamoro menyajikan kuliner ini. Di satu nampan besar, ada binatang yang berwarna putih dengan gerakan khas ala ulat.
Besarnya seukuran jempol orang dewasa. Di ujung badannya, ada warna merah sebagai kepala. Itulah ulat sagu. Konon, ulat ini memiliki protein yang tinggi lho!
"Ini makanan sehari-hari di sini. Diambilnya dari pohon sagu," kata wanita asli Suku Komoro, Regina Yaporau yang sedang memilah ulat sagu kepada detikTravel.
Uniknya, ada dua cara untuk memakan ulat sagu ini, yaitu dimakan mentah-mentah dan juga dimakan setelah dimasak. Rasanya pun berbeda.
Akan tetapi, ada satu hal penting sebelum memakan ulat sagu. "Kepalanya harus dibuang sebab keras," lanjut Regina menjelaskan.
Saat dimakan mentah-mentah, ulat ini masih bergerak-gerak di tangan. Ada cairan yang keluar dari badannya. Setelah membuang kepalanya, ulat ini masih bergerak. Rasa penasaran untuk melahapnya semakin membuncah.
Nyamm! Ulat sagu mentah ini pun masuk ke dalam mulut. Saat dikunyah, rasanya kenyal, asam, dan tawar. Akan tetapi, rasa asam lebih mendominasi di dalam mulut ini. Cairan di dalam ulatnya pun makin berasa.
"Itu harus dikunyah berkali-kali biar kuat giginya," kata pria suku Kamoro lainnya, Vincencius Kapirapu sambil tersenyum.
Memang, satu gigitan saja tak cukup untuk menghancurkan ulat ini di dalam mulut. Kunyahnya harus berkali-kali!
Puas mencicipi ulat sagu hidup-hidup, kini saatnya mencoba ulat sagu yang dimasak. Ulat sagu itu dibungkus dengan lipatan pohon pisang bersama sagu sebagai tambahannya.
Setelah sekitar setengah jam dimasak, ulat sagu dan sagunya pun matang. Dari aromanya, tercium bau terbakar yang harum. Saat dibuka, ada sagu dan ulat sagu yang terpanggang.
Nyamm, ulat sagu yang dimasak memiliki rasa lebih nikmat dan gurih. Lebih kriuk dan tidak terasa asam. Kulitnya yang terpanggang membuat mulut ini ketagihan untuk mencobanya lagi. Apalagi saat dimakan bersama sagunya, inilah cemilan khas dari Papua.
Cobalah memakan ulat sagu saat traveling ke Papua. Rasa dan gigitan saat mengunyahnya akan memberikan pengalaman tak terlupakan.
"Hampir semua di Papua memakan ulat sagu, bagaimana rasanya? Enak kah?" tanya Vincencius saat melihat reaksi saya yang sedang mengunyah ulat sagu.
(ptr/fay)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom