Nasi Jamblang Ibu Nur Cirebon yang Berkicau di Twitter

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Nasi Jamblang Ibu Nur Cirebon yang Berkicau di Twitter

- detikTravel
Selasa, 07 Mei 2013 10:48 WIB
Nasi Jamblang Ibu Nur, makanan khas Cirebon (Uyung/detikTravel)
Cirebon - Nasi jamblang Cirebon adalah wisata kuliner yang pas untuk traveler, untuk liburan panjang kali ini. Nasi Jamblang Ibu Nur adalah rumah makan yang sedang eksis di Cirebon, salah satunya karena rajin berkicau di Twitter.

Persinggahan pertama dalam petualangan detikTravel kali ini adalah RM Nasi Jamblang Bu Nur, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Stasiun Kereta Kejaksan, Cirebon. Persisnya ada di Jl Cangkring 2 yang diakses dari Jl Raya Tentara Pelajar, 10 menit dari Stasiun Kereta Kejaksan.

Nasi Jamblang Ibu Nur menambah ramai jagat nasi jamblang di Cirebon setelah Nasi Jamblang Mang Doel yang tersohor duluan, kemudian diikuti Nasi Jamblang Pelabuhan dan Nasi Jamblang malam di depan Grage Mal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bedanya mungkin, Nasi Jamblang Ibu Nur eksis di twitter dengan akun @nasjamIbuNur dan rajin menyapa para followernya. Ini menjadi salah satu rekomendasi tempat makan baru di Cirebon, khususnya bagi yang sudah tidak kuat lagi menahan lapar.

Berawal dari warung sederhana di sudut Jl Tentara Pelajar, Nasi Jamblang Ibu Nur kini memiliki rumah makan yang lebih besar dan resik di Jl Cangkring 2. Di tempat ini, Nasi Jamblang yang semula adalah makanan sederhana untuk kelas pekerja, sudah naik kasta menjadi jajanan yang lebih berkelas.
Masih ada nuansa daun jati sebagai ciri khasnya memang, tapi tetap saja berbeda dari Nasi Jamblang pinggir jalan yang bisa disantap sesukanya sembari nangkring di becak.

Salah satu perbedaannya adalah jika di warung Nasi Jamblang asli di pinggir jalan pembeli duduk mengelilingi si pedagang dan bebas mengambil sendiri lauk yang diinginkan, di warung makan ini nasi dan lauk yang sudah dipilih dibawa ke deretan meja kursi dari kayu yang tertata rapi sebagaimana layaknya rumah makan. Nasinya pun tidak dibungkus daun jati, melainkan hanya dialasi daun jati.

"Susah Mas kalau harus bungkusin satu-satu. Yang beli banyak," kata seorang karyawan RM Nasi Jamblang Bu Nur kepada detikTravel, Senin (6/5/2013).

Daun jati sebagai bungkus Nasi Jamblang juga punya sejarahnya. Pada zaman kolonial Belanda, para pekerja di pesisir Pantura memilih daun jati untuk membungkus nasi karena paling mudah didapat dan lebih murah dibanding daun pisang. Kesederhanaan Nasi Jamblang mewakili kesederhanaan kehidupan di kawasan Pantura Cirebon, yang masih didera aneka masalah perkawinan dini sampai persoalan TKW.

Andai tidak dibungkus daun jati, maka hampir tidak ada bedanya Nasi Jamblang dengan nasi bungkus pada umumnya. Jika dibungkus kertas koran berlapis daun pisang misalnya, maka tidak ada perbedaan yang signifikan dengan Nasi Kucing di Jawa Tengah yang juga memiliki konsep serupa.

Identitas Pantura lainnya juga terangkum dalam aneka lauk pauk dalam hidangan Nasi Jamblang yang menyertainya. Wisatawan bisa memilih belasan jenis lauk-pauk mulai dari sambal, tahu goreng atau semur, tempe, ayam bakar atau goreng, aneka pepes dari jamur sampai rajungan, babat-iso, semur ati atau daging, sate kentang, telur dan lainnya. Bingung mau coba yang mana?

Yang paling dominan adalah hasil laut seperti udang, ikan pari dan cumi-cumi blakutak yang dimasak dengan tintanya. Sebagai bagian dari pesisir Pantura, Cirebon juga memiliki julukan sebagai Kota Udang karena rebon adalah sejenis udang kecil. Seporsi Nasi Jamblang cukup murah dengan kisaran harga Rp 3.000-15.000 bergantung menu yang dipilih.

Kalau sudah ke Cirebon, jangan cuma makan Nasi Jamblang ya. Masih ada Pasar Kanoman di depan Keraton Kanoman yang merupakan tempat belanja oleh-oleh makanan khas Cirebon seperti kerupuk udang, kerupuk melarat, dll. Jangan lewatkan juga Masjid Agung Sang Ciptarasa dan Keraton Kasepuhan, yang juga memiliki banyak tradisi religi semacam Muludan sepert di Yogyakarta dan Surakarta.

(ptr/fay)

Hide Ads