Permainan adu layangan tentu mirip dengan yang dilakukan anak-anak Indonesia. Tapi 'Kite fighting' di Pakistan, tak sekadar mengadu layang-layang di udara. Layang-layang yang digunakan cenderung kecil, dengan tali tipis yang tajam. Biasanya, tali terbuat dari serat katun atau nilon yang dilapisi lem dan pecahan kaca.
Ya, pecahan kaca digunakan untuk memotong tali layang-layang milik lawan. Saat layang-layang diterbangkan ke udara, pertarungan pun dimulai. Menggunakan insting dan keahlian khusus, para pemain meliukkan layang-layang milik mereka. Mengejar layang-layang lainnya, saling mengikat dan memotong tali lawan sampai putus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip situs Lonely Planet yang dilansir detikTravel, Jumat (24/5/2013), Lahore adalah kota multikultural dengan Pushtun sebagai salah satu suku dominan. Bagi warga kota tersebut, adu layang-layang seakan menyatu dengan denyut nadi. Tradisi ini berlangsung tiap tahun. Wisatawan bisa melihatnya saat festival Basant Panchami sekitar bulan Januari-Februari.
Pada bab awal buku 'The Kite Runner' karangan Khaled Hosseini, diceritakan dua anak laki-laki suku Pushtun sedang ikut adu layang-layang. Deskripsi dalam buku tersebut sama persis dengan atmosfer Basant Panchami. Persiapan festival ini berlangsung berminggu-minggu sebelumnya.
Para pembuat layang-layang membuat model dengan aneka bentuk, ukuran, dan warna. Para ayah dan anak laki-laki keluar-masuk toko, menimbang-nimbang sisi aerodinamis dari layang-layang dan mengukur seberapa cekatan layang-layang itu nantinya di udara.
Basant Panchami digelar di dalam benteng Old Lahore. Kawasan ini berisi gang-gang kecil yang mengelilingi Masjid Badshahi, bangunan peninggalan abad ke-16. Pagi hari, para ayah dan anak laki-laki berkumpul di atap rumah. Sang anak menerbangkan layang-layang, dan mulai mencari mangsa di angkasa.
Adu layang-layang ini bisa berlangsung seharian, bahkan sampai malam. Kalau matahari sudah terbenam, warga Lahore berdiam di dekat lampu sorot agar bisa melihat pertarungan di udara yang semakin sengit itu. Kalau tinggal 1 layang-layang yang tersisa di angkasa, dialah pemenangnya.
Kemenangan akan dimeriahkan oleh tabuhan drum, sorak-sorai, bahkan tembakan senapan ke udara. Meski seru, nyatanya adu layang-layang ini cukup berbahaya. Setiap tahun selalu ada kecelakaan, saat anak-anak memanjat atap kemudian terluka oleh tali berlapis pecahan kaca. Pernah juga beberapa kali, mereka terkena tembakan nyasar.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan