Siapa yang tak kenal dengan kecanggihan suku Maya? Meski sudah lama berlalu dari masa kejayaan, namun semua kecanggihannya masih diaplikasikan hingga kini.
Berdiri di salah satu kota terbesar dalam peradaban kuno Maya, Tikal di Guatemala adalah saksi bisu dari perkembangan teknologi dunia. Kota Tikal membentang di Semenanjung Yucatan Meksiko, Guatemala, Belize serta sebagian wilayah Honduras dan El Savador.
Dilansir dari BBC, kota ini di kelilingi oleh piramida batu kapur yang curam. Tak tanggung-tanggung, tingginya sejajar dengan Katerdral Notre Dame di Paris, yaitu 69 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulunya, Tikal adalah pusat ekonomi dan seremonial dari peradaban Maya. Di perkirakan ada sekitar 1-15 juta orang yang hidup di sana.
Yang membuat kota ini begitu mengagumkan adalah teknologi pemurnian airnya. Jadi Suku Maya hanya bisa memprediksikan gerhana matahari dan momentum angkasa lainnya dengan bantuan air. Sementara kota ini tak memiliki sungai atau danau.
![]() |
Baca juga: AS Naikkan Kelas Indonesia, Kini di Level 4! |
Suku Maya membuat jaringan waduk besar guna menyimpan air hujan sebagai cadangan. Karena letaknya di antara hutan, kota ini akan mengalami hujan deras bila musim hujan tiba.
Teknologi ini sangat menolong. Karena nyatanya, waduk ini digunakan lebih dari seribu tahun atau sekitar 600 SM hingga 900 SM dan akhirnya ditinggalkan.
Tahun lalu, para arkeolog menggunakan teknik ilmiah modern dalam mengungkapkan kehebatan teknologi hidrologi suku Maya. Inti sedimen dari waduk diambil dan ternyata menunjukkan fakta bahwa sistem penyaringan ini yang tertua di dunia.
Bahan yang digunakan untuk sistem pemurnian air bangsa Maya adalah zeolit. Zeolit adalah mineral vulkanik yang terbuat dari alumunium, silikon, dan oksigen yang terbentuk ketika abu vukanik bereaksi dengan air tanah alkali.
Zeolit memiliki berbagai bentuk dan sifat fisik dan kimia unik yang memungkinkan untuk menyaring kontaminan mulai dari logam berat hingga mikroba kecil.
Butir-butir zeolit memiliki struktur berpori, seperti sangkar, sehingga berfungsi sebagai filter fisik yang efektif. Mineral ini juga bermuatan negatif sehingga elemen lain akan mudah mengikatnya.
Artinya, ketika air melewati zeolit, partikel-partikel tersuspensi secara fisik atau kimia menempel pada butiran zeolit, sementara air terus mengalir melalui celah mineral. Wih, semaju itu ya bangsa Maya.
Sistem pemurnian air ini masih lebih tua jika dibandingkan dengan penyaringan pasir yang dikembangkan oleh ilmuwan Inggris Robert Bacon pada tahun 1627, sekitar 1.800 tahun lalu.
Kalau menurut para ahli, sistem penyaringan ini tampaknya dibangun sekitar 164 SM. Sistem ini bahkan lebih awal lagi dari sistem filter kain yang dikenal dengan Hippocrates di Yunani sekitar 500 SM.
Meski sangat tua tapi metode ini terbukti jauh lebih efektif dalam menghilangkan kontaminan tak terlihat seperti bakteri atau timbal. Bahkan menyelamatkan suku Maya dari kekeringan.
"Sistem ini (zeolit) memberikan suku Maya air minum yang aman lebih dari seribu tahun and sistem penyaringan lain yang dikenal di era itu adalah primitif jika dibandingkan dengannya, seperti metode penyaringan Yunani yang hanyalah kantong kain," Kenneth Tankersley, ahli geologi arkeologi di University of Cincinnati dan penulis utama studi yang mendokumentasikan penggunaan zeolit oleh suku Maya.
![]() |
Waduk istana Kota Tikal diperkirakan mampu menyimpan 31 juta liter air. Sementara, waduk Corriental yang dimurnikan dengan zeolit diperkirakan memiliki kapasitas 58 juta liter pada masa jayanya.
Penemuan sistem filtrasi Corriental muncul dari penelitian lapangan yang dilakukan sekitar tahun 2010. Saat itu para peneliti mengumpulkan 10 sampel inti sedimen inti sedimen dari empat waduk Tikal.
"Bagaimana orang-orang 1.000 atau bahkan 2.000 tahun yang lalu membangun itu tanpa mesin atau hewan pekerja. Pikirkan tentang pencapaian mereka," katanya, "dan ingat bahwa ini bukan orang yang punah, pencapaian itu adalah warisan populasi pribumi modern Amerika Tengah," Liwy Grazioso, direktur Museum Miraflores Guatemala.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan