Gunung Kawi terkenal sebagai spot wisata religi bagi masyarakat sekitar, namun ada pula yang mengasosiasikannya dengan tempat pesugihan. Berikut fakta Gunung Kawi.
Gunung Kawi berada di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Gunung yang memiliki ketinggian 2.551 mdpl ini letaknya sekitar 15 km dari Kota Malang.
Mungkin nama Gunung Kawi tidak sementereng seperti Gunung Bromo yang juga terdapat di Kabupaten Malang. Namun, Gunung Kawi juga tak jarang menarik perhatian wisatawan, khususnya wisata religi.
Berikut ini detikTravel merangkum beberapa fakta terkait Gunung Kawi.
1. Terdapat Makam Tokoh yang Dihormati
Gunung ini terkenal dengan makam yang dikeramatkan atau pesarean. Mengutip malangkab.go.id, Senin (9/10/2023), di Gunung Kawi terdapat pemakaman dari Kanjeng Kyai Zakaria II (wafat 22 Januari 1871) dan Raden Mas Imam Soedjono (wafat 8 Februari 1876).
Mereka disebut tokoh bangsawan yang ikut menentang penjajah saat di kepemimpinan Pangeran Diponegoro. Setelah kalah Perang Jawa, mereka dikabarkan lari ke daerah Jawa Timur.
Kedua tokoh ini disebut berperan dalam penyebaran Islam. Hal itu membuat banyaknya peziarah yang datang ke pesarean, khususnya pada 1 Muharram atau 1 Suro.
Kyai Zakaria juga dikenal sebagai Eyang Jugo, adalah kerabat dari Keraton Kertosuro, yakni pengawal Pangeran Diponegoro di era penjajahan Belanda, sekitar tahun 1825-2830.
Eyang Jugo juga merupakan buyut dari Susuhanan Pakubowono I, yakni yang memerintah Keraton Kertosuro 1705-1717.
Sedangkan Raden Mas Imam Soedjono adalah buyut dari Sultan Hamengku Buwono I, yakni yang memerintah Keraton Yogyakarta pada 1755-1892.
Disebutkan adanya tokoh ini membawa pengaruh terhadap banyaknya peziarah yang datang untuk wisata religi ke sini. Masyarakat dari berbagai etnis seperti Madura, Jawa, serta Tionghoa juga kerap mendatangi lokasi tersebut.
Di sisi lain, banyak juga peziarah yang datang ke sini untuk melakukan praktik pesugihan.
2. Memiliki aksen Tionghoa
Pada area Pesarean Gunung Kawi, seakan pengunjung dibawa ke Negeri Tirai Bambu di masa lampau. Sebab, nuansa Tionghoa begitu kental di sini.
Mungkin banyak pengunjung yang bertanya-tanya, mengapa di sebuah gunung di Indonesia memiliki aksen demikian. Hal ini bermula ketika datangnya pria dari China bernama Tamyang yang mendatangi Gunung Kawi untuk menemui Eyang Jugo.
Eyang Jugo dikisahkan pernah melakukan perjalanan ke daratan China, dan dalam perjalanannya bertemu seorang perempuan hamil yang kehilangan suaminya. Kemudian Eyang Jugo dikabarkan membantu ekonomi yang hidup dalam kemiskinan tersebut.
Saat Eyang Jugo kembali ke Jawa, dia berpesan kepada perempuan itu agar jika anaknya sudah besar, anak tersebut disuruh datang ke Gunung Kawi di Jawa. Nah, anak janda yang dibantu oleh Eyang Jugo itu adalah Tamyang.
Dikabarkan pada sekitar tahun 1940-an, Tamyang datang ke Gunung Kawi dengan maksud membalas kebaikan Eyang Jugo. Sehingga dia merawat makamnya dengan baik.
3. Pohon Dewandaru
Di Gunung Kawi, terdapat pohon yang masyarakat percaya bisa membawa keberuntungan. Adalah pohon Dewandaru yang disebut ditanam oleh Eyang Jugo.
Lokasinya berada di area pemakaman, pohon ini disebut jgua sebagai shian-to atau pohon dewa oleh orang Tionghoa.
Banyak dari peziarah menganggap pohon ini bisa memberi kekayaan, dengan cara menunggu dahan, buah, atau daun yang jatuh.
4. Petilasan Prabu Sri Kameswara
Pada ketinggian 700 meter dan sekitar setengah jam dari makam Eyang Jugo, ada sebuah keraton yang disebut pernah menjadi milik Prabu Kameswara. Ia adalah pangeran Kerajaan Kediri yang beragama Hindu.
Dikabarkan dulu setelah sang prabu selesai bertapa di sini, beliau berhasil menyelesaikan politik di kerajaannya. Melansir berbagai sumber, kini, petilasan itu digunakan sebagai tempat pemujaan dan praktik pesugihan.
5. Hari Sakral
Di Gunung Kawi, ada hari yang dikeramatkan dan dijalankan aktivitas ritual, seperti saat Jumat Legi, karena hari itu dikenal sebagai hari pemakaman Eyang Jugo. Sedangkan tanggal 12 bulan Suro diperingati hari wafatnya Eyang Sujo (RM Imam Sudjono).
6. Tumbal Pesugihan
Ritual pesugihan di Gunung Kawi disebut dilakukan dengan cara sederhana, yakni pelaku pesugihan diwajibkan melakukan 'tapabrata' atau puasa ekstrem selama 3 hari di bawah pohon keramat.
Namun sebelum bertapa, pelaku pesugihan mesti melakukan mandi suci yang dipimpin oleh juru kunci di sana. Saat melakukan penyucian ini, pelaku pesugihan dikabarkan harus melakukan kontrak mati dengan penguasa gaib Gunung Kawi.
Setiap peminta pesugihan harus menawarkan tumbal nyawa setiap tahun, hal itu disebut untuk melanggengkan kekayaan.
7. Air bertuah
Selain itu, di kawasan pesugihan Gunung Kawi, terdapat pula kendi yang berisi air bertuah. Mitos yang berkembang, masyarakat mempercayai bahwa air tersebut mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Simak Video "Video: Tampang Pembunuh Wanita di Losmen Kota Malang"
(wkn/fem)