Alkisah nenek moyang Wae Rebo adalah Empo Maro. Empo Maro dikisahkan berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Empo Maro bersama beberapa kerabatnya berlayar dari kampung halaman dan akhirnya berlabuh di Flores.
Dikisahkan Empo Maro berpindah dari kampung satu ke kampung lain hingga akhirnya menetap di Wae Rebo. Sampai saat ini, tidak diketahui kapan waktu tepatnya Empo Maro tiba di Wae Rebo dan memulai kehidupan di sana.
"Namun, Empo Maro mendapat ilham di saat tidurnya melalui seekor musang untuk berpindah ke tempat lain di arah timur," tutur Penasihat Lembaga Pelestari Budaya Wae Rebo, Martinus Anggo, yang juga penulis dari 'Wae Rebo: Sebuah Kampung Tradisional' dalam buku 'Kelahiran Arsitektur Nusantara, Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu Untuk Masa Depan'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah ini juga memiliki nama lain yaitu Rumah Bundar. Sedikit tidak cocok karena bentuknya yang kerucut. Yang menarik adalah, arsitektur dari rumah yang sangat unik. Satu rumah bisa ditinggali 6-8 keluarga. Rumah ini memiliki diameter dan ketinggian yang sama.
Pertanyaan kembali timbul saat mengetahui cara mencapai tempat ini. Berada di tengah pegunungan, detikTravel pekan lalu butuh 4 jam perjalanan trekking dari kampung terakhir sebelum akhirnya sampai ke Wae Rebo.
Perjalanan yang panjang dan cukup terjal saat hujan mengundang pertanyaan, bagaimana sebuah kampung adat kaya budaya bisa hadir di tempat tidak diduga seperti itu. Pertanyaan inilah yang membuat banyak wisatawan melancong karena digoda rasa penasaran.
Banyak wisatawan maupun peneliti yang berlama-lama di Wae Rebo untuk mencari tahu asal-muasal dan keunikan dari arsitektur yang ada di sana. Daya tarik lain tentu saja, masyakarat yang sangat terbuka namun kental adat, juga panorama yang tak pernah habis pesona.
(ptr/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum